NovelToon NovelToon
Ajari Aku Mencintaimu

Ajari Aku Mencintaimu

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Perjodohan
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: Susilawati_2393

Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.

Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.

Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.

Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.

***

"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.

"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."

"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20

Khalisa memasuki kamar besar Ghani di lantai dua dengan perabotan lengkap. Kamar itu bernuansa putih abu, semua barang tersusun rapi. Ghani meletakkan buku dan laptop miliknya di atas ranjang.

"Jilbabnya jangan dilepas, biasanya Tomi dan Guntur main nyelonong masuk." Ujar Ghani sambil menghidupkan laptop, lalu menggeser kehadapan Khalisa. "aku tidak akan mengganggumu."

Ghani bersandar di kepala ranjang sambil terus menatapnya yang sibuk dengan laptop.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Khalisa melemparkan pandangan sinis pada suaminya.

"Agar mudah memelukmu jika ada yang masuk, itu akan semakin menguntungkan buatku." Senyuman jahat keluar dari mulut Ghani.

"Yaa, sangat menguntungkan buatmu." Khalisa berdecak kesal kembali fokus pada laptopnya. Hampir sejam dia membolak-balik buku tapi tidak dapat juga membuat soal-soal yang bermutu. Kepalanya malah pusing karena tidak bisa fokus, apalagi selalu ditatap Ghani. Mata itu memecahkan konsentrasinya.

Khalisa menyandarkan kepala ke ranjang setelah menjauhkan laptop dan buku-buku yang sudah membuatnya pusing. Tangan kanannya memijat-mijat kening yang terasa ngilu.

"Pusing?" Tanya Ghani, tangannya dengan lincah menarik kepala Khalisa kepangkuannya, memberikan pijatan lembut. Beberapa saat kemudian pintu kamar diketuk, Ghani langsung menyuruh masuk karena pintu tidak dikunci.

Beruntunglah Ghani karena papa dan mama yang masuk saat dia seperti ini. Khalisa hanya mendengarkan suara mereka karena matanya terpejam. Menikmati sentuhan tangan Ghani di kepalanya.

"Khalisa kenapa Gha?" Tanya mama, terdengar dentingan piring yang di letakkan di meja kaca.

"Kha pusing Mah, biar dia istirahat dulu." Sahut Ghani

"Bawa kedokter aja Gha, siapa tau Kha hamil." Saran Papa

Hamil? Khalisa yakin Ghani sama terkejutnya dengan ucapan papa, tapi lelaki itu masih tenang. Hamil anak siapa? bisa jadi gila sendiri kalau begini.

"Papa, Kha gak mungkin hamil." Kata Ghani, yang membuatnya mendapat tatapan tajam dari sang papa.

"Emang Kha, gak kamu apa-apain?" Papa berdecak marah dengan anaknya.

"Ghani...!!" Mama menjewer telinga putranya, Khalisa mengintip saat suaminya mengaduh. "Mama sakit, main jewer aja."

"Habisnya bikin kesal aja, Mama pengen cucu dari Khalisa, Gha..!"

"Mama Papa kenapa mikirnya kejauhan sih, Kha lagi haid, mana mungkin hamil." Ghani tergelak melihat ekspresi papa dan mama yang dibuatnya marah.

Astaga Gha, dari mana tau kalau dia sedang haid. Ghani gak ngintip kan ya. Oh iya, Ghani yang mengurusi semua keperluannya. Pasti dia tau kapan lagi dapet, atau tadi malam? Tapikan dapetnya baru pagi tadi.

"Kamu hampir membuat Papa jantungan Gha." Kata mama kesal, mengajak suaminya keluar. "Itu makanan kesukaanmu dihabisin, jagain Khalisa baik-baik. Harus buat dia hamil. Kalau masih mau Mama anggap anak."

Khalisa bergidik ngeri mendengarkan ucapan mama mertuanya. Dia membuka mata setelah memastikan mertuanya keluar kamar, bukan tambah sembuh kepalanya tambah pusing. Khalisa mengangkat kepala dari pangkuan Ghani, satu tangan digunakannya menahan kepala dan tangan yang lain memeluk lutut.

Tambah stres rasanya, beban hidup sekarang semakin bertambah mengetahui mertuanya sangat menginginkan anak darinya. Sedang semua itu jauh dari harapan.

"Kalau belum kuat jangan bangun dulu." Ghani menahan tubuh Khalisa dengan pelukannya dari belakang, kepalanya bertumpu di bahu Khalisa. "Ucapan Mama gak perlu dimasukin hati."

"Gha.."

"Jangan banyak mikir, rilekskan pikiranmu sekarang dalam pelukanku. Tarik napasmu perlahan." Khalisa mengikuti aba-aba Ghani. Tangan Ghani memijat tengkuknya yang menegang karena stres, sakit kepalanya memang berkurang setelah dipijat Ghani, tapi sakitnya berpindah ke hati karena dadanya yang bergemuruh. Naluri seorang perempuan yang sangat ingin disentuh.

Sentuhan tangan Ghani, membuat harapan lebih Khalisa menggantung. Itu yang lebih menyakitkan. Desiran darah ini mengingankannya. Napas memburu yang ingin ditenangkan olehnya.

"Sudah Gha, jangan pegang, aku tidak tahan."

"Aku bisa membebaskanmu sekarang."

"Jangan lakukan ini hanya karena keinginanku Gha." Khalisa bangun dari ranjang beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka, berharap setelah ini hormon tubuhnya bekerja normal kembali.

Apa kamu sangat menyedihkan Kha sehingga sama sekali tidak diinginkan oleh suamimu sendiri. Ghani ingin menggaulinya hanya karena kasian dan ancaman mama.

Berkali-kali Khalisa mencuci muka dan menarik napas panjang. Setelah lebih baik Khalisa keluar dari kamar mandi. Ghani sudah tidak ada di kamar, menghilang lagi. Biarlah, ini lebih baik dari pada darahnya terus berdesir panas.

Khalisa tertidur dengan menelungkupkan tangan di meja, bangun dengan kepala sudah sedikit membaik. Karena tidak pandai mengontrol emosi, setiap stres datang selalu kepalanya yang diserang nyeri.

Badannya tertutup selimut, itu artinya Ghani tadi kembali ke kamar. Perhatiannya yang seperti ini membuat hatinya meleleh. Tapi sikap Ghani yang membuatnya tak berani berharap banyak.

Dia berpindah keranjang untuk melanjutkan tidur saat pintu kamar dibuka. Ghani mendekatinya dengan membawa segelas lemon hangat.

"Minum dulu, biar pusingnya berkurang." Khalisa meminumnya sedikit karena tidak terlalu suka. "Kedokter ya Kha, kita medical check up aku khawatir kamu gampang lelah seperti ini, kalau perlu kita ke psikiater."

"Tidak perlu Gha, kalau aku cepat mati itu lebih baik." Sahutnya dengan tersenyum perih.

"Kalau tidak mati bagaimana, mau seperti ini kamu terus menyusahkanku."

"Jika kesusahan merawatku, lepaskan saja aku Gha. Berkali-kali sudah aku memintanya."

"Sudah kubilang aku tidak akan melepaskanmu."

"Kenapa Gha?"

"Karena aku membutuhkanmu untuk meyakinkan Papa."

"Dasar manusia tidak punya hati." Khalisa mencebik, kemudian menghempaskan tubuh dengan keras ke ranjang.

"Kha, jangan seperti ini. Jangan berniat bunuh diri di kamarku."

"Biar lebih cepat mati Gha." Sahutnya dengan tawa gelak, membawa luka yang dalam. Sedalam samudera di lautan lepas.

"Kha jangan putus asa seperti ini, aku masih butuh kamu." Ghani memeluk tubuh Khalisa. Sungguh Khalisa tidak mengerti dengan semua ucapan Ghani yang kadang tidak waras.

"Jika kamu mati sekarang Papa juga akan membunuhku Kha." Ghani melanjutkan ucapannya yang membuat Khalisa tambah perih. Sangat perih, membalikkan badan menghadap wajah suaminya.

"Iya, aku tak akan mati sekarang, biar kamu puas menyiksaku Gha."

"Akan aku bebaskan kamu sekarang dari siksaan ini Kha." Ghani mengunci tubuh Khalisa di atas ranjang.

"Bodoh, kamu yang bilang aku sedang haid Gha."

"Astaga, maaf Sayang."

"Di sini sedang tidak ada orang tuamu, tak perlu memanggilku sayang."

"Kha, jangan seperti ini. Kamu bisa migrain berat lagi." Kedua tangan Ghani menangkup pipi Khalisa yang basah dengan air mata.

"Kha, jangan menangis." Telapak tangan Ghani menghapus kasar air mata Khalisa, wajah lelaki itu sekarang terlihat kacau tidak jauh sepertinya.

"Gha lepaskan aku, lepaskan Gha." Khalisa menarik-narik tangan Ghani yang menangkup pipinya. Tapi Ghani tetap menahannya kuat.

"Gha lepaskan aku." Bayangan perempuan yang dicium mesra Ghani menari dalam kepalanya. Khalisa berteriak histeris.

"Kha, tenang. Ini rumah mama, jangan seperti ini. Kha please tenang." Ghani menatap lekat wajah istrinya yang sudah dipenuhi air mata.

"Lepas Gha, lepaskan aku, ceraikan aku Gha. Ceraikan aku."

1
Rahma Lia
ya allah thor,mewek kan jadinya/Sob//Sob//Sob/
Rahma Lia
Luar biasa
Khairul Azam
apa sih ini, laki laki gak berguna ada masalah tp kesanya santai aja tanpa beban.
ya ti urip
Luar biasa
Delya
kkyknya ceritanya seru bgt
Goresan Receh
knp khalisa ga dibawa ke dokter
Pupung Nur Hamidah
lanjutkan
Yushfi 853
Luar biasa
e fr
seruuu..baru baca cerita ini
e fr
kalimat yg digunakan nyaman..alurnya seru
arfan
up
Nurkaukabah Bhie
alhamdulillah nin sdh mau menerima kembali tomi.......
Nurkaukabah Bhie
akan ada pertolongan allah tenang kha
Nurkaukabah Bhie
lanjut semakin seru ni..... malah begadang baca nya
Nurkaukabah Bhie
alhamdulillah ikut bahagia
Nurkaukabah Bhie
senang bangat dapat kha sdh ingat kembali......
Nurkaukabah Bhie
allah masih melindungi orang baik seperti khalisa
ftenwito
jadi kasihan sama Ghani
kookv
nefa vs Cece...
kookv
Allah memberi apa yang dibutuhkan... dan nindi butuh Tomi begitupun dengan kha yg butuh gha...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!