Zia harus menelan pahit, saat mendengar pembicaraan suami dan juga mertua nya, Zia tak percaya, suami dan mertua nya yang selalu bersikap baik padanya, ternyata hanya memanfaatkannya saja.
Zia tidak bisa diam saja, saat tahu sikap mereka yang sebenarnya.
"Awas kalian, ternyata kalian selama ini hanya ingin memanfaatkan aku!" gumam Zia, mencekal tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan
[Mas, aku sedang di RS, bisa kan kamu datang?] tulis pesan Zia kepada sang suami.
Zia menatap ponselnya, berharap sang suami membalas, akan menyusul ke RS.
Tring
[Aku sedang sibuk, jangan lebay deh] balas Rangga.
Zia hanya tersenyum getir, saat melihat balasan pesan dari suaminya.
"Apa kamu sedang bersama istri dan anakmu, mas" gumam Zia.
Zia tidak lagi mengirim pesan, satu balasan sudah cukup, yang terpenting suaminya tahu kalo dirinya sedang berada di RS.
Zia melamun, menatap kosong, mengingat setiap kenangan yang sudah berlalu, membenci dirinya karena terlalu bodoh.
Ceklek.
Pintu terbuka, terlihat kedua kakaknya masuk kedalam ruangan Zia, Zia buru-buru menyusut air matanya, lalu tersenyum kearah kakaknya.
Namun mau bagaimanapun Zia menutupi kesedihannya, sang kakak akan selalu tahu perasaan adiknya.
"Kenapa menangis?" tanya Rey.
"Tidak, aku tidak menangis," jawab Zia, tersenyum manis kearah kakaknya.
"Kamu bisa membohongi semua orang, tapi tidak dengan kita," ujar Roy.
"Aku tidak apa-apa, kakak tenang saja," jawab Zia.
"Tidak apa-apa, tapi matamu sembab," sahut Roy.
"Kurang tidur, kak" jawab Zia.
"Kurang tidur karena mikirin bajingan itu?" ucap Roy.
"Kak..." ucap Roy, menatap kakak kembarnya.
"Katakan, ada apa?" tanya Rey, menatap sang adik.
Zia tak menjawabnya, lalu Zia memberikan ponsel kepada kakaknya.
Memperlihatkan pesan dari Rangga.
"Bajingan!" Roy emosi saat melihat pesan dari Rangga.
"Kak," ucap Roy, menggelengkan kepala.
•
•
•
Berbeda dengan Rangga, ia sedang menikmati kebersamaannya dengan Lena.
"Mas, apa istrimu tidak akan curiga?" tanya Lena.
"Semalam dia mengirimkan pesan, katanya dia sedang di RS," jawab Rangga.
Lena mengerutkan dahinya.
"Kamu tidak kesana?" tanya Lena.
"Tidak, aku masih mau menikmati waktu dengan kalian," jawab Rangga.
"Mas mau bagaimanapun, dia masih istri kamu," ucap Lena.
"Tapi aku tidak mau, aku tidak mencintai dia," ujar Rangga.
"Mas, ingat tujuanmu, menikahi dia," ucap Lena, mengelus tangan Rangga.
"Kamu belum mendapatkan apa-apa, dan aku tidak mau hidup susah," sambung Lena lagi.
Rangga hanya mendengus kesal, namun Rangga sangat mencintai Lena.
"Sekarang temui istrimu, supaya dia tidak curiga, kamu mau keluarganya tahu kelakuan busukmu?" tanya Lena.
"Kamu benar, keluarga Zia tidak boleh mengetahuinya," ucap Rangga, membenarkan ucapan Lena.
"Jangan bertindak gegabah, kamu belum mendapatkan apapun," ucap Lena.
Rangga mengangguk, lalu Rangga bergegas akan pergi dari rumah Lena.
"Aku pergi dulu, besok aku akan kesini lagi," pamit Rangga.
"Iya sayang," jawab Lena tersenyum manis.
Lalu Rangga meninggalkan Lena.
"Gampang sekali kamu dibodohi, mas" ucap Lena, tersenyum menyeringai.
[Hallo baby, kerumah ya! Suamiku sudah perg] ucap Lena kepada seseorang.
Lalu Lena menidurkan anaknya, kekamar belakang, agar anaknya tidak bangun saat mendengar suara.
"Sayangnya, dia bukan anakmu, mas Rangga" ucap Lena, menatap bayi yang masih kecil itu.
•
•
Setelah kepergiannya, Rangga memutuskan langsung ke RS, menemui sang istri.
"Sus, pasien atas nama Zia, diruangan no berapa?" tanya Rangga.
"Sebentar ya pak, kami cek dulu," ucap sang suster.
Rangga mengangguk.
"Maaf, bu Zia sudah pulang tadi pagi sekali," ucap sang suster.
Rangga langsung memutarkan arahnya, kearah jalan pulang.
"Kenapa dia tidak mengabariku, kalo dia sudah pulang," gumam Rangga.
Rangga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, karena Rangga khawatir kalo keluarga Zia tahu.
Rangga tidak mengkhawatirkan Zia, tapi mencemaskan keluarga Zia.
"Kalo ayah dan bunda tahu, habis aku," ucap Rangga.
"Kenapa aku tidak terpikirkan kesana, aku malah menginap semalaman dirumah Lena," ucap Rangga.
Setelah melewati satu jam lamanya, Rangga sampai dirumah miliknya.
"Habis! Mereka ada dirumah," Rangga melihat mobil mertuanya.
Dengan perasaan gugup, Rangga memasuki rumahnya.
Rangga membuka pintu rumahnya, terlihat semua keluarga istrinya berada diruangan keluarga.
"Ayah, bunda, kalian disini," ucap Rangga, menyalami tangan mertuanya.
"Kamu habis darimana?" tanya bunda Ita.
"A-anu bun, a-aku..." Rangga gugup.
"Ada kerjaan tambahan, Zia juga tahu kok bun," jawab Rangga berbohong.
"Kamu tahu, istrimu semalam berada di RS?" tanya bunda Ita.
"Aku tidak tahu bun," jawab Rangga.
"Memangnya Zia kenapa?" tanya Rangga pura-pura.
"Zia pingsan, seharusnya kamu ingat, kalo Zia memiliki kecemasan berlebih," ucap bunda Ita.
"Maaf bun, aku sibuk mencari pekerjaan tambahan," jawab Rangga.
"Mencari tambahan, aku mencari sarang burung baru," sahut Roy, yang sedari tadi sudah emosi.
"Maksud kakak apa?" tanya Rangga.
"Fikir aja sendiri, seharusnya kalo suami waras akan meninggalkan pekerjaannya, kalo mendengar istrinya sakit," ucap Roy.
"Kak aku tidak tahu, kalo Zia dibawa ke RS," jawab Rangga mengelak.
"Cih," Roy berdecih.
"Jangan emosi, rencana kita akan berantakan kalo kakak emosi," bisik Rey.
"Tolong jaga Zia, kami akan pulang," ucap bunda Ita.
"Iya bun," jawab Rangga.
Lalu mereka meninggalkan rumah tersebut, berlama-lama disana akan membuat mereka tidak bisa mengontrol emosi, apalagi Roy.
"Jangan bertindak gegabah, kalo kamu tidak mau hancur, bukan hanya kamu tapi semua keluarga kamu akan merasakan sakit yang tidak pernah kalian rasakan, kamu ingatkan, siapa mertua kamu ini," bisik ayah Dimas, sebelum meninggalkan rumah itu.
Seluruh badan Rangga bergetar, mendengar ucapan mertuanya, karena Rangga tahu, kalo mertuanya bukan orang biasa.
"Apa mereka sudah tahu, tentang niat aku, dan juga pernikahanku dengan Lena," gumam Rangga.
Tapi Rangga menepis semua itu, Rangga kira keluarga Zia bersikap seperti itu, karena marah semalam Rangga tidak menemui istrinya.
"Nanti juga mereka akan kembali seperti semula, mereka kan sangat bodoh, selalu mempercayai aku," ucap Rangga, tersenyum sinis.
Lalu Rangga memasuki kamarnya, terlihat Zia sedang duduk diatas tempat tidur.
"Sayang, maafkan aku," ucap Rangga.
Tak ada jawaban dari Zia, karena Zia sudah muak mendengar suaminya.
"Aku akan cuti bekerja, agar bisa menemani kamu dirumah," ucap Rangga.
"Tidak usah, pergilah bekerja, aku baik-baik saja sendiri," jawab Zia.
"Kamu yakin baik?" tanya Rangga.
"Sudah biasa, aku selalu sendiri," jawab Zia.
"Kenapa mengatakan hal itu, kamu tidak menghargai aku?" ucap Rangga.
"Kapan aku tidak menghargai kamu, mas. Aku selalu menghargai, mencemaskan kamu, tapi kamu kapan bertindak sebaliknya?" kata Zia.
"Apa maksud kamu, jangan ngawur," ujar Rangga.
"Aku gak ngawur, kenyataannya memang begitu, mas" jawab Zia.
"Aku bekerja selama ini untuk kamu, demi keluarga kita," jawab Rangga.
"Yakin, demi aku, dan keluarga kita?" tanya Zia, menatap suaminya.
"Y-yakin," ucap Rangga gugup.
"Kalo selama ini kamu bekerja untuk ku, mana uang gajimu selama ini, aku tidak pernah menerimanya," ujar Zia.
"Kan kamu tahu, uang itu aku tabungkan," jawab Rangga.
"Mana aku mau melihat buku tabungan kamu, mas" pinta Zia.
***
bakal berusaha trs mengganggu hdp zia trs
cepat sembuh zia