Menceritakan kisah perjalanan mc kita bernama shim wol untuk menjadi orang terkuat di murim dan mendapatkan julukan kaisar api
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepulangan shim wol
Sebulan Kemudian di Kuil Shaolin
Sebulan telah berlalu sejak pertarungan melawan Poison Demon. Dengan bantuan Pil Emas Surgawi dari Biksu Agung, Shim Wol telah pulih sepenuhnya. Namun, selama masa pemulihannya, tidak ada seorang pun yang memberitahunya tentang nasib Dang Do Jin.
Pagi itu, Master Wei datang ke ruangan Shim Wol.
"Kini kamu sudah pulih sepenuhnya, Shim Wol," ucap Master Wei sambil tersenyum kecil.
Shim Wol membalas dengan hormat, "Anda benar, Master Wei. Tubuhku telah pulih sepenuhnya. Aku sangat berterima kasih atas perawatan Anda."
Namun, senyum Master Wei perlahan menghilang. Ia tampak ragu-ragu, seperti memikul beban berat di pikirannya.
"Karena kamu sudah pulih, ada sesuatu yang penting yang harus aku sampaikan," ucapnya dengan suara berat.
Raut wajah Shim Wol berubah tegang. "Apa yang ingin Anda sampaikan, Master Wei? Apakah sesuatu telah terjadi?"
Master Wei menghela napas dalam-dalam. "Sebenarnya..." kata-katanya tertahan.
"Sebenarnya apa? Master Wei, katakan saja!" suara Shim Wol meninggi, penuh kegelisahan. Ia memegang bahu Master Wei dengan erat.
Akhirnya, Master Wei berbicara, meski dengan berat hati. "Patriark klan Dang... Dang Do Jin... Dia telah meninggal. Dia menghembuskan napas terakhirnya tak lama setelah tiba di kuil ini."
Wajah Shim Wol langsung memucat. "Master Wei... kata-kata Anda barusan... Itu pasti lelucon, bukan?" suaranya terdengar patah, seperti menyimpan harapan kecil bahwa itu semua tidak nyata.
"Ini bukan lelucon. Ini adalah kenyataan," jawab Master Wei singkat namun penuh kepedihan.
Tubuh Shim Wol melemas. Ia jatuh berlutut ke lantai, tidak mampu menahan beban emosional itu.
"Ahhhhhh!" Shim Wol berteriak keras, lalu menangis tersedu-sedu. Suara tangisnya bergema di seluruh ruangan, mencerminkan rasa kehilangan yang begitu dalam.
Tiga Hari Kemudian di Klan Dang
Setelah pulih sepenuhnya, Shim Wol memutuskan untuk menemui klan Dang dan meminta maaf secara langsung. Perjalanan menuju kediaman utama klan Dang terasa berat. Rasa bersalah dan keraguan menyelimuti hatinya, namun ia memaksakan diri untuk melangkah.
Saat tiba di gerbang utama, ia dihentikan oleh seorang penjaga.
"Identifikasikan dirimu!" ucap penjaga tegas.
"Aku Shim Wol, dari Aliansi Murim. Bisakah kalian memanggil Dang Tejin ke sini?" jawab Shim Wol, mencoba tetap tenang meski dadanya terasa sesak.
Penjaga itu mengangguk. "Tunggu di sini. Aku akan memanggil patriark."
Tak lama kemudian, Dang Tejin, yang baru saja diangkat menjadi patriark klan Dang, muncul di hadapan Shim Wol. Wajahnya penuh dengan amarah dan kesedihan yang membara.
"Apa yang kau inginkan di sini? Kau bahkan memiliki keberanian untuk datang setelah apa yang terjadi pada ayahku?" suara Dang Tejin bergetar, mencerminkan perasaannya yang bercampur aduk.
Shim Wol menundukkan kepala, lalu menjawab dengan tulus. "Aku tahu aku tidak pantas berada di sini. Tapi aku ingin meminta maaf... secara langsung."
Ia membungkukkan tubuhnya dalam-dalam. "Maafkan aku. Dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sungguh meminta maaf."
Dang Tejin menatap Shim Wol lama. Kemarahannya berkobar, namun ia tahu bahwa Shim Wol tidak bersalah atas kematian ayahnya. Akhirnya, Dang Tejin melangkah maju, memeluk Shim Wol dengan erat. Air matanya mulai mengalir.
"Maafkan aku, Shim Wol. Aku tahu ini bukan salahmu... Tapi aku butuh seseorang untuk melampiaskan semua amarah ini."
Tangisan Dang Tejin pecah di pelukan Shim Wol. Keduanya menangis bersama, merasakan kesedihan yang sama.
Setelah suasana mereda, Shim Wol berbicara.
"Kalau begitu, aku pamit dulu."
Dang Tejin mencoba menahan, "Apa kau tidak ingin masuk dulu?"
Shim Wol menggeleng. "Orang tuaku pasti khawatir. Aku akan mampir lagi nanti."
Dang Tejin mengangguk, meski dengan berat hati. "Baiklah. Hati-hati di jalan, Shim Wol."
Kembali ke Rumah
Saat tiba di rumah, Shim Wol membuka pintu perlahan. Ia berteriak, "Aku pulang!"
Ibunya, yang sedang sibuk di dapur, langsung berlari menghampirinya. Ia memeluk Shim Wol erat, air matanya mengalir deras.
"Shim Wol, anakku sayang! Syukurlah kamu selamat," ucap ibunya dengan suara bergetar.
Shim Wol tersenyum kecil, meski hatinya masih dipenuhi berbagai emosi. "Ibu, bagaimana kabarmu? Dan di mana Ayah?"
"Aku baik-baik saja. Ayahmu sedang bekerja, dia akan pulang nanti sore," jawab ibunya, masih memeluk Shim Wol erat, seolah tidak ingin kehilangannya lagi.
Malam itu, keluarga Shim Wol duduk bersama di meja makan. Hidangan sederhana terasa begitu istimewa bagi Shim Wol setelah semua yang ia lalui. Tawa dan kebahagiaan memenuhi ruangan, seolah mencoba menghapus bayang-bayang kelam yang membayangi perjalanan hidup Shim Wol.
Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjuangannya belum selesai.
oh iya tolong bantu karya ku ya bg
terima kasih