Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 08
Seluruh anggota tubuhnya sudah merasakan kelelahan yang luar biasa, bahkan ia hanya bisa menyandarkan punggungnya sembari memejamkan kedua matanya selama perjalanan kembali ke rumah mewahnya.
Mungkin Ibra sudah terlalu dengan banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan hari ini, ditambah lagi ia harus berangkat lebih pagi dari biasanya karena salah satu koleganya mengajak untuk sarapan bersama.
Yang Ibra butuhkan saat ini hanyalah pelukan hangat Lara—istri cantiknya yang sudah dipastikan sedang menunggu kepulangannya di rumah sana. Membayangkannya saja sudah membuat hatinya menghangat.
"Kita sudah sampai, Tuan." Mau tak mau Ibra kembali menegakkan punggungnya lalu melepaskan sabuk pengaman yang sejak tadi melingkar di tubuhnya.
"Selamat beristirahat, Tuan." Tak ada tanggapan yang Ibra berikan selain hanya berupa anggukan yang terlampau pelan sebelum akhirnya ia berlalu pergi begitu saja.
Hal pertama yang Ibra dapati begitu memasuki kediamannya adalah seorang pelayan yang entah akan berjalan kemana.
"Selamat datang, Tuan." Begitu melihat kalau sang Tuan rumah telah pulang, tentu saja pelayan tadi langsung menyambutnya dengan begitu sopan.
Sama seperti sebelumnya, Ibra hanya mengangguk dengan pelan lalu berlalu dan mulai menaiki undakan tangga secara perlahan. Ibra memang sedang membutuhkan Lara saat ini, tetapi ia tidak harus berlari tergesa-gesa juga kan.
Sesampainya di depan sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu jati, kedua sudut bibir Ibra terangkat dengan sendirinya. Hatinya juga jadi berbung-bunga karena sibuk membayangkan sambutan seperti apa yang tengah Lara siapkan untuknya malam ini.
"Sayang, aku pulang." Pintu telah terbuka dengan lebar, suara berat Ibra juga langsung mengisi kekosongan yang terdapat di dalam ruangan yang terasa dingin itu.
Kosong? Kemana perginya Lara? Seingat Ibra sejak pagi tadi istrinya itu hanya menghabiskan waktunya di rumah saja, lantas kemana perginya ia?
Kursi roda yang sudah dua hari ini Lara tempati pun tak ada di dalam sana. Mungkin saja Lara sedang berada di bawah sana, lebih tepatnya di ruang makan. Baiklah, kalau begitu biarkan Ibra membasuh tubuhnya dulu.
"Belum balik juga?" Tak sampai sepuluh menit, sosok Ibra sudah kembali terlihat. Namun kali ini penampilannya sudah jauh lebih segar dari yang sebelumnya.
"Lihat aja, nanti malam tidurnya aku peluk terus sebagai hukumannya." Pakaian tidur sudah Ibra kenakan, dan karena tidak mau membuang waktunya lebih banyak lagi, Ibra bergegas turun dari kamarnya sendiri.
Benar saja dugaan Ibra sebelumnya, Lara sedang duduk seorang diri di ruang makan sana bersama dengan Ipad kesayangannya. Sudah dipastikan kalau Lara pun pasti tak menyadari kehadiran Ibra di sana.
"Kenapa nggak tungguin aku di kamar?" Siapa yang tidak terkejut kalau tiba-tiba saja ada yang memeluk dari arah belakang? Lara saja sangat terkejut sampai ia hampir menjatuhkan benda pipih itu.
"Kaget loh aku, Mas!" Meskipun mendapatkan pukulan pelan di bagian lengannya dari sang istri, Ibra hanya terkekeh seolah tak melakukan kesalahan apapun.
"Kamu itu yang fokus banget sampai nggak sadar kalau aku masuk." Bibir Lara yang sudah dalam keadaan mengerucut itu juga langsung mendapatkan kecupan ringan dari Ibra.
"Ya namanya juga aku lagi bikin design kemasan buat produk baru loh, ih ngeselin banget kamu ini." Tawa Ibra langsung pecah ketika mendapati raut kekesalan yang tercetak sangat jelas di wajah cantik Lara yang pucat.
"Dilanjut besok aja ya, sayang? Aku lagi butuh kamu, butuh direcharge energinya." Senang sekali rasanya karena Lara merentangkan kedua tangannya dengan lebar yang sebagai pertanda kalau Ibra harus memeluknya sekarang juga.
"Makasih ya suaminya aku karena udah kerja keras hari ini, i love you so much suami." Ternyata benar, hanya pelukan hangat seperti ini yang Ibra butuhkan dan juga kalimat manis seperti yang barusan itu.
"Sama-sama sayangku, i love you more." Ibra memang tidak pantai berkata-kata, jadi ia hanya bisa mengucapkan kalimat sederhana itu untuk balasannya.
"Mas, itu orang-orang udah datang. Lepas dulu peluknya biar bisa makan malam." Sebenarnya Ibra sangat tidak ikhlas kalau pelukan ini harus dilerai, tapi mau bagaimana lagi. Istrinya juga harus makan supaya bisa meminum obatnya.
Karena hanya ada Ibra dan Lara sebagai pemilik kediaman mewah ini, jadilah makan malam terasa begitu sunyi tanpa adanya obrolan yang terjalin antara mereka dan hal ini sudah biasa terjadi.
Hanya dalam waktu lima belas menit saja piring keduanya sudah terlihat bersih, begitu pula dengan mangkuk berukuran sedang yang berisikan beberapa potong buah.
"Mas, ayo punya anak." Pergerakan tangan Ibra yang sedang memegang gelas itu langsung berhenti di sana kala kalimat itu keluar dari kedua bilah bibir Lara.
Baru saja beberapa menit yang lalu Ibra diisi kembali tenaganya oleh Lara, tapi setelah mendengar pembahasan yang diangkat oleh istrinya barusan justru membuat energinya seolah kembali terkuras.
Bukan tanpa alasan, Ibra sangat malas kalau sudah membahas hal ini karena ujung-ujungnya hanya akan membuat Lara bersedih semalaman sampai keesokan harinya.
"Iya boleh, nanti aku cari panti asuhan yang baik ya." Ibra semakin dibuat keheranan saat ide yang barusan saja ia berikan ditolak mentah-mentah oleh Lara.
"Aku ngga mau kalau adopsi anak, maunya dari kamu langsung supaya mirip sama kamu juga." Kedua alis Ibra lantas menukik dengan tajam saat mendengar kalimat itu. Kalau tidak dengan cara adopsi, bagaimana lagi mereka bisa punya seorang anak?
"Terus maunya gimana, sayangku? Kamu kan tau sendiri kalau kita juga nggak bisa." Ini topik yang sangat sensitif bagi mereka berdua sehingga Ibra harus sangat berhati-hati ketika ingin membahasnya dengan Lara.
Biasanya mereka berdua akan sangat menghindarinya, namun entah kenapa tiba-tiba Lara ingin membahasnya dan malah nampak begitu bersemangat.
"Waktu itu aku baca artikel tentang cara punya anak tanpa aku harus hamil dan juga tanpa harus diadopsi. Ibu pengganti Mas, ayo kita pakai cara itu supaya bisa punya anak." Tentu saja Ibra sangat mengetahui apa maksud dari Ibu pengganti itu makanya ia nampak begitu terkejut di tempatnya duduk saat ini.
"Serius kamu mau pakai cara yang kaya gitu?" Bisa Ibra lihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Lara malah menganggukkan kepalanya dengan begitu semangat di depan sana.
"Serius! Aku malah udah ketemu sama orang yang cocok banget buat jadi Ibu penggantinya anak kita, orang cantik banget tau Mas, terus juga dia sem—"
"Aku nggak bisa dan nggak akan pernah mau pakai cara yang itu." Ibra tahu kalau menyela seperti itu bukanlah perbuatan yang baik, tapi ia harus melakukannya sekarang juga jika tidak ingin mendengar lebih banyak lagi omong kosong dari istrinya.
"Kenapa nggak mau? Padahal nggak apa-apa loh Mas, aku juga udah kepengen banget bisa gendong bayi kaya temen-temenku yang lain." Tahu, Ibra tentu sangat mengetahui keinginan Lara yang satu itu. Tetapi tidak harus dengan cara yang tadi ia sebutkan juga.
"Kamu rela suamimu ini tidur sama perempuan asing, Lara? Kamu rela lihat tubuh aku disentuh sama perempuan lain selain kamu?" Betapa sakitnya hari Ibra saat melihat Lara yang kembali menganggukkan kepalanya.
"Nggak apa-apa, Mas. Aku ikhlas kok, kamu nggak perlu khawatir. Lagian ini kan juga usulan dari aku sendiri." Bolehkah kalau Ibra mengatakan jika istrinya sudah tidak waras lagi? Ia benar-benar tidak bisa mengerti dengan bagaimana cara otak Lara bekerja.
"Jangan bilang nggak apa-apa kalau aslinya kamu hancur di dalamnya, Lara." Bungkam, Lara tidak memberikan tanggapan apapun lagi atas apa yang telah Ibra ucapkan sebelumnya.
"Mas, kamu pernah janji bakalan nurutin apapun yang aku minta ke kamu kan? Ini, aku mau yang satu ini kamu turutin. Aku cuma mau punya anak dari kamu meskipun anak itu bukan lahir dari rahimku sendiri." Oh sial, Ibra malah membuat air mata berharga itu terbuang dengan sia-sia.
"Tolong diganti permintaannya, Lara. Aku nggak bisa mengiyakan kalau permintaan kamu seperti itu." Tentunya Ibra tak tinggal diam, ia segera mendekat dan memberikan pelukan hangat dari belakang punggung Lara yang semakin menangis.
"Tapi cuma itu yang aku mau, Mas. Selagi Tuhan masih ngasih kesempatan untuk aku bernapas sampai detik ini, aku cuma mau punya anak." Semakin Lara menangis, hati Ibra rasanya seperti disayat dengan ribuan pisau berkarat yang jumlahnya mungkin jutaan. Hatinya begitu perih sekaligus sakit sekarang ini.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/