Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Tambah Menantu
Usai membayar, Zean hendak berlalu pulang. Akan tetapi matanya dibuat membola saat melihat sosok yang dia kenali sedang menikmati makan siang dengan porsi tidak biasa di sana.
"Tapi kenapa sendirian?"
Zean mempercepat langkahnya, kali ini tidak akan salah dan dia tengah menangkap basah sosok pembangkang yang sudah dilarang makan seafood, tapi tetap juga dihantam.
"Hayo ... Papa ketahuan, makan seafood sebanyak ini. Zean aduin Mama ya."
Mikhail mengelap bibirnya, dia terlihat bingung kala menyadari putranya sudah ada di sini. Aneh sekali, biasanya Zean selalu makan di dekat kantor, kini sang putra justru menemukan dirinya tengah menikmati surga dunia ini.
"Kamu kenapa ada di sini? Sengaja mantau Papa ya? Atau jangan-jangan sama Mama?"
Sudah jadi kebiasaan Mikhail, semakin tua semakin takut pada istrinya. Padahal baru satu kepiting masuk dalam mulutnya, kini Zean sudah datang dan kemungkinan besar menu lain yang dia pesan akan Zean berikan ke meja lain secara gratis.
"Papa Ge-er, kebetulan saja ... tadi aku makan siang di sana," jawab Zean kemudian menghela napas panjang, dia tersenyum melihat Mikhail terlihat bugar begini.
"Yah, sayang sekali. Padahal Papa sudah pesan banyak," ujarnya terlihat menyesal, padahal itu hanya basa basi paling basi dan hanya Zean tanggapi dengan gelengan kepala.
Papanya tidak berubah, sekalipun sudah Zia ancam dicoret dari KK tampaknya masih kebiasaan curi-curi kesempatan. Padahal, semua kekhawatiran dan larangan itu ditujukan untuk kesehatannya semata.
"Ya sudah, di depan aku lihat ada pengemis ... ajak saja makan bersama, Pa."
Mikhail salah menduga, dia pikir putranya akan mengikhlaskan dia makan sendirian. Faktanya, Zean merencanakan hal lain yang membuat Mikhail menghela napas pelan. "Untuk mereka kita beli yang baru saja," ungkap Mikhail demi mempertahankan nasi goreng seafood kesukaan, dan masih banyak menu lainnya.
"Mubazir, Pa. Lagipula apa Papa tidak khawatir masuk rumah sakit lagi? Kolesterol, hipertensi dan ya ampun ... kalau kak Mikha tahu habis Papa disuntik mati sama dia," ungkap Zean kini mulai mengambil alih kepiting saos padang yang ada di hadapan Mikhail.
Bukan dia ingin merebutnya, tapi paham sekali jika Mikhail sudah pasti memakan setengah porsinya. Zean sangat menyayangi sang papa, jelas dia ingin menjaga walau memang sesulit itu membuat Mikhail menurut.
"Anak kurang ajar, awas kamu sampai Khayla tahu."
"Sama kak Mikha takut, tapi padaku tidak."
Sebenarnya takut dua-duanya, Mikhail khawatir jika mata putra dan putrinya sudah melihat kelakuannya. Karena sudah jelas akan sampai ke telinga Zia, dan telinganya akan panas ketika di rumah.
"Hahah bercanda, Pa. Aku tidak akan mengadu, tapi kepitingnya sudah ya. Papa makan yang lain, Zean sayang Papa, makanya dilarang."
Mikhail terdiam, putranya yang satu ini memang berbeda. Tidak terasa putranya sudah benar-benar dewasa, masih teringat jelas bagaimana Zean yang mengalah dan mengatakan bersedia menikahi Nathalia lantaran Sean kabur seenaknya padahal belum tentu dia yang akan dinikahkan. Apalagi, waktu itu Zean baru saja kembali dari Amsterdam, tempatnya menyelesaikan pendidikan.
Zean sudah terlalu banyak berkorban untuknya. Berbeda dengan Sean dan Mikhayla yang kerap bertindak semaunya, Zean memang mengalah dengan keadaan. Putranya itu kini terlihat kurus, padahal pernikahannya baik-baik saja di mata publik.
"Zean, Papa boleh tanya sesuatu?" tanya Mikhail setelah mengelap tangannya dengan tisue, tampaknya acara makan besar Mikhaill benar-benar gagal setelah ini.
"Boleh, Pa."
"Rumah tanggamu bagaimana? Baik-baik saja?" tanya Mikhail menatap netra tajam putranya. Ini bukan kali pertama, tapi biasanya jawaban Zean selalu sama.
"Off course, sangat baik."
Begitu tegas dia menjawab, Zean memang tidak pernah mengutarakan apa yang dia rasakan pada Mikhail secara langsung. Apalagi, kondisi kesehatan papanya terkadang tidak menentu. Sama sebenarnya, alasan Zean dan Nathalia adalah kesehatan orangtua mereka.
Namun, hati Mikhail kali ini seakan tidak dapat dibohongi. Walau jawaban dan raut wajah Zean meyakinkan, entah kenapa memang Mikhail tidak merasakan hal yang sama.
"Kamu tidak berbohong? Badanmu kurus sekali, Zean ... sudah empat tahun menikah, jika bahagia harusnya buncit," ungkap Mikhail tersenyum kelu dan yakin betul putranya tengah berbohong.
"Apa bahagia harus buncit? Kak Evan masih kotak-kotak perutnya walau sudah punya anak dua. Papa saja yang beda," ungkap Zean membela diri lantaran tidak ingin terlalu kentara bagaimana keadaan sesungguhnya.
"Hadueh terserah kalian saja lah, Papa cuma berharap kamu tidak berbohong ... oh iya soal istrimu, sesekali tegur dengan cara yang keras, Zean. Papa benar-benar geli melihat penampilannya," ucap Mikhail kemudian dan membuat Zean terkekeh.
Dahulu kala memang Nathalia tidak banyak ulah. Dia hanya aktris seni peran yang sopan dan berusaha keras demi meraih prestasinya. Akan tetapi, ketika menjadi istri Zean makin berubah hingga Mikhail saja tidak nyaman melihatnya.
"Biarkan saja, Pa ... Nathalia bahagia dengan cara itu, aku tidak bisa memaksanya," ungkap Zean menjawab sebaik mungkin dan tidak ingin memperlihatkan jika dia bermasalah.
"Papa pusing melihat menantu Papa yang satu itu," desis Mikhail memijat pelipisnya, bingung sendiri kenapa Zean seakan menerima begitu.
"Hahaha kalau tambah menantu mau, Pa?" tanya Zean di sela candanya, dia benar-benar terhibur melihat Mikhail yang seperti itu.
"Ck, anak nakal ... ada-ada saja kamu, satu saja pusing apalagi dua." Dia sudah pusing, dan kini Zean melontarkan kalimat yang membuatnya kian sebal hingga pria itu melemparkan kotak tisue ke arah putranya.
.
.
- To Be Continue -