Shakila Anara Ainur adalah gadis yang sedang dalam proses hijrah.
Demi memenuhi permintaan wanita yang sedang berjuang melawan penyakitnya, Shakila terpaksa menjadi istri kedua dai muda bernama Abian Devan Sanjaya.
Bagaimana kehidupan Shakila setelah menikahi Abian? ikuti terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Alquinsha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : Secercah harapan
"Mas Abian," Adiba langsung menghampiri dan memeluk Abian saat melihat Abian keluar dari ruangan tempat Shakila dirawat.
Adiba tidak mau mengatakan apa-apa pada Abian. Ia hanya ingin memeluk masnya itu sekarang. Ia berharap pelukannya dapat menjadi penyembuh bagi masnya.
"Adiba sangat mengkhawatirkan kamu, mas. Dari tadi dia terus menanyakan keadaan kamu," ucap Hanafi memberitahu Abian tentang yang dilakukan Adiba saat Abian tidak ada.
Abian menatap Adiba yang sedang memeluknya kemudian membalas pelukan adiknya itu, "mas baik-baik saja, maaf sudah membuatmu khawatir."
Adiba menggeleng dalam pelukan Abian dan tidak lama setelah itu Ia melepaskan pelukannya.
"Aku yang seharusnya meminta maaf, aku- aku-" Adiba tidak sanggup menyelesaikan ucapannya dan kembali memeluk tubuh Abian.
Abian yang bingung kenapa Adiba bicara seperti itu hanya membalas pelukan Adiba sambil menatap Adam dan orang tua mereka bergantian. Berharap ada yang menjelaskan ada apa dengan Adiba sebenarnya.
"Adiba merasa bertanggungjawab atas apa yang sudah terjadi dengan mba Shakila," ucap Adam.
Adam dan orang tua mereka tidak menyalahkan Adiba atas apa yang terjadi kepada Shakila. Karena saat itu Adiba sedang dalam situasi tidak tahu bahwa Shakila dianiaya. Tapi Adiba tetap merasa bersalah.
Andai Adiba sedikit lebih peduli dan lebih peka, pasti kejadiannya tidak akan seperti ini. Atau, paling tidak keadaan Shakila tidak akan sampai separah sekarang.
"Adiba ada di rumah saat Shakila dianiaya, tapi waktu itu Adiba sedang menemani Khansa bermain di taman belakang dan tidak tahu Shakila dianiaya," Hanafi ikut menimpali dan memberikan penjelasan pada Abian.
"Tapi seharusnya aku datang saat mendengar keributan di rumah, bukan diam dan malah asik bermain dengan Khansa," ucap Adiba masih menyalahkan dirinya.
Abian mengusap punggung Adiba untuk menenangkannya karena ini bukan kesalahannya.
"Tidak apa-apa, mas justru berterimakasih kamu sudah mengajak Khansa bermain. Soal mba Shakila, mungkin memang sudah seharusnya seperti ini."
Adiba kembali menggeleng, "tidak, mba Shakila tidak seharusnya seperti ini. Semua yang terjadi pada mba Shakila adalah salahku."
"Udahlah, dek. Memang kamu bisa melawan Nyai Aisyah kalau waktu itu kamu datang?" tanya Adam mengusap bahu Adiba untuk menenangkannya.
"Bibi saja sampai ikut terluka karena berusaha menolong mba Shakila," tambahnya.
"Iya, mamah yakin Nyai Aisyah sakit sampai berbuat hal keji terhadap menantu mamah," ucap Annisa setuju Adiba tidak salah.
Adiba datang pun tidak akan menjamin keselamatan Shakila, mungkin malah Adiba yang ikut terluka seperti yang dialami oleh pelayan mereka.
"Ya, mamah benar," ucap Abian setuju Nyai Aisyah sakit.
-
-
Abian hidup seperti duda anak satu sejak Zahra pergi dan Shakila dirawat di rumah sakit. Ia tidak lagi menitipkan Khansa pada keluarganya dan selalu membawa anaknya itu kemanapun dirinya pergi.
Abian bukan tidak bisa lagi mempercayakan Khansa pada keluarganya, tapi Ia ingin merawat sendiri putri kecilnya yang menjadi satu-satunya yang Zahra tinggalkan untuknya.
"Ansa, hari ini kita jenguk Buna lagi di rumah sakit ya?" ucap Abian pada putrinya yang sedang memakan roti sandwich buatannya.
Abian benar-benar melakukan perannya sebagai ayah sekaligus ibu untuk Khansa. Karena sekarang ibu pengganti untuk Khansa masih belum sadar dari komanya dan masih betah tertidur.
"Eum," anak kecil perempuan itu hanya mengangguk sambil terus memakan sandwich.
Khansa masih sering menanyakan ummanya, dan Abian hanya mengatakan bahwa umma Khansa sedang berada sangat jauh dari mereka.
Abian tidak bisa memberitahu Khansa bahwa ummanya sudah meninggal. Anak sekecil Khansa pasti tidak akan mengerti apa itu meninggal.
"Kamu tahu kan apa yang harus kamu katakan pada Buna nanti?"
"Iya aku ingat, baba," sahut Khansa masih sibuk memakan sandwich sampai mulutnya penuh dan kedua pipinya menggelembung.
"Anak pintar," Abian mengusap pipi menggelembung Khansa kemudian memakan roti sandwich miliknya.
Abian selalu mengajarkan Khansa untuk membisikkan kata, "Buna bangun ya, Ansa kangen sama Buna."
Setiap kali Abian mengajak Khansa mengunjungi Shakila selama satu bulan lebih Shakila koma di rumah sakit, Abian selalu meminta putrinya membisikkan itu pada telinga Shakila.
-
-
Abian dan Khansa berjalan memasuki rumah sakit sambil berpegangan tangan. Senyuman mereka cerah meskipun tujuan mereka saat ini adalah menjenguk Shakila yang masih koma.
"Assalamu'alaikum, sayang."
"Assalamu'alaikum, Buna."
Baba dan putri kecilnya itu mengucapkan salam tepat saat pintu ruangan Shakila terbuka. Mereka tidak hanya mirip dalam segi wajah, bahkan gaya bicara mereka pun mirip.
Shakila masih tertidur diatas ranjang rumah sakit. Kain hitam yang biasa menutupi seluruh tubuhnya sekarang berganti menjadi baju pasien, selimut dan kerudung berwarna senada dengan baju pasien.
Wajah Shakila bisa terlihat oleh siapapun yang memasuki ruangannya, tapi untungnya mertuanya yang sangat pengertian sudah meminta pihak rumah sakit supaya hanya perempuan yang memasuki ruangan itu.
Abian melakukan rutinitasnya seperti biasa saat mengunjungi Shakila di rumah sakit, yaitu mencium kening Shakila dan berbisik, "mas datang, sayang."
"Aku juga," Khansa mengangkat kedua tangannya supaya babanya menggendongkan dan dirinya bisa mencium Buna kesayangannya.
Anak sekecil itu bisa sangat menyayangi Shakila tentu bukan tanpa alasan. Khansa menyayangi Shakila karena Khansa bisa merasakan kasih sayang Shakila terhadapnya selama Shakila berada di dekatnya.
"Iya, sebentar," Abian mengangkat tubuh kecil Khansa kemudian mendekatkan Adiba pada Shakila.
Khansa mencium kening dan kedua pipi Shakila kemudian membisikkan sesuatu sesuai dengan yang babanya minta, "Buna bangun ya, Ansa dan baba kangen sama Buna."
Abian salah tingkah mendengar putrinya mengatakan itu, sepertinya putrinya sadar bahwa dirinya sangat merindukan Shakila.
"Iya, sayang. Mas sangat merindukan kamu, jangan terlalu lama tidurnya ya," ucap Abian menimpali ucapan Khansa.
Abian yang dulu jarang memiliki waktu dengan Shakila sekarang selalu berusaha menyempatkan dirinya mengunjungi Shakila di rumah sakit, sesibuk apapun Abian dengan pekerjaannya.
Abian datang untuk membersihkan tubuh Shakila dan melakukan perawatan lain yang dibutuhkan pasien koma. Sebelum Shakila koma, Shakila merawat dan membantu memandikan Khansa, sekarang giliran Abian yang melakukannya untuk Shakila.
Khansa disana hanya bermain-main sambil menunggu babanya yang sedang melakukan perawatan terhadap bunanya. Namanya juga anak kecil belum mengerti kesedihan orang dewasa.
Saat Abian sedang membersihkan tangan Shakila dengan handuk dan air, Abian melihat tangan itu bergerak sedikit seolah memberi respon. Abian yang melihatnya merasa semakin memiliki harapan.
"Mas tahu kamu akan bangun," Abian mencium tangan Shakila sebagai bentuk syukurnya melihat tangan istrinya itu bergerak.
Abian semakin yakin bahwa Shakila akan bangun dan kembali padanya. Mereka akan menjadi pasangan yang bahagia setelah ini.
"Tidak apa-apa, sayang. Tidak perlu dipaksa untuk bangun, mas akan selalu menunggu kamu dan merawat kamu selama kamu disini," ucap Abian menatap Shakila yang masih memejamkan matanya.
Abian kemudian mengusap kepala Shakila yang tertutup kerudung, "mas akan terus datang kesini untuk memastikan wajah mas menjadi yang pertama kali kamu lihat saat kamu bangun."
trus lanjutan sugar mommy knp gk lanjut kk