Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19.
Za sedang disibukkan dengan kegiatannya memeriksa kondisi pasiennya, sedangkan Hilda sudah siap di sampingnya untuk memasang selang infus pada pasien. Jika dalam mode bekerja seperti saat ini, Hilda tak berbeda jauh dengan Za, tak ada mimik wajah bercanda seperti yang biasa ditunjukkan gadis itu diwaktu senggang.
Za dan Hilda saling pandang saat hampir semua tim diruangan tersebut berlari keluar dengan mendorong brankar pasien.
"Sepertinya ada pasien baru." Hilda mengutarakan dugaannya.
"Sepertinya begitu." balas Za. Tapi ada sedikit yang aneh menurut Za. Pasalnya tim dokter terlihat sangat cemas sekaligus tegang.
Deg.
Jantung Za seperti berhenti berdetak melihat suaminya terbaring di atas brankar yang tengah di dorong oleh beberapa perawat memasuki ruang tindakan IGD. Za langsung beranjak, menyusul ke ruang tindakan. untungnya Za sudah selesai memeriksa pasiennya tadi, dan dilanjutkan oleh Hilda untuk memasang selang infus pada pasiennya.
"Apa yang terjadi pada tuan Mahardika?." Tanya Za dengan wajah cemasnya kepada seorang mantri yang berpapasan dengannya di depan ruang tindakan. Tak sabar menanti jawaban dari mantri tersebut Za langsung saja memasuki ruangan.
"Apa yang terjadi?." tanya Za pada siapapun yang ada diruangan tersebut asalkan ia bisa mendapat jawaban. Ada lebih dari empat orang dokter serta lima orang perawat yang bertugas pagi ini, mengisi ruangan di mana Mahardika berada.
"Tuan Mahardika mengalami insiden saat meninjau lokasi proyek." Salah seorang dokter memberi penjelasan sesuai dengan pengakuan dari asisten pribadi Mahardika.
Tanpa banyak bertanya lagi, Za langsung mendekati ranjang pasien yang kini ditempati oleh Mahardika. Tentunya reaksi Za semakin memancing keanehan di mata para rekannya, terutama dokter Heru yang turun langsung menangani pasien yang satu ini.
"Hiks....hiks....hiks....Kenapa kamu sampai bisa terluka seperti ini, mas?." Tanya Za setibanya di samping ranjang pasien.
Saking cemasnya, Za sampai tak sadar menangis dan memanggil Mahardika dengan sebutan mas, padahal biasanya di depan rekan kerjanya Za selalu menyebut Mahardika dengan sebutan tuan, sama seperti rekannya yang lain.
Di saat Za sudah menangis Mahardika justru mengulum senyum melihat reaksi istrinya yang terlihat begitu mencemaskan dirinya.
"Mas nggak papa, Cuma luka gores, sayang." Balas Mahardika sambil menggenggam tangan Zaliva.
"Nggak papa gimana, dahi mas sampai berda-rah begini" Za tidak terima Mahardika mengatakan kosa kata cuma, sementara dahinya nampak mengeluarkan da-rah. Walaupun tak banyak, tapi tetap berda-rah, bukan.
Semua yang berada di ruangan tersebut sontak saling melempar pandangan satu sama lain mendengar Mahardika memanggil Za dengan sebutan sayang.
Sepersekian detik kemudian, Za baru menyadari reaksi dan tindakannya serta panggilan sayang yang terucap dari mulut Mahardika pasti menimbulkan kecurigaan dihati rekan-rekannya. Mahardika yang menyadari situasi saat ini lantas berpikir mungkin sudah saatnya semua orang tahu bahwa Zaliva Andira adalah istrinya.
"Mungkin kalian semua terkejut mendengar panggilan saya pada dokter Za barusan, untuk itu hari ini saya ingin mengakui pada kalian semua bahwa dokter Zaliva Andira adalah istri saya." Akhirnya Mahardika mengakui secara terang-terangan dihadapan semuanya jika Zaliva adalah istrinya. Sebenarnya, sekalipun saat ini Mahardika tidak mengakui hubungan mereka karena alasan memikirkan, tapi Za yakin bahwa semua rekan kerjanya pasti sudah curiga, apalagi Mahardika mengaku istrinya merupakan salah seorang dokter di rumah sakit ini sewaktu meeting kemarin.
"Wah....Jadi dokter Zaliva ini nyonya Mahardika." Gumam salah seorang rekannya, ikut senang mendengar berita tentang hubungan Mahardika dan Za.
"Pantas saja saat meeting siang kemarin saya perhatikan tuan Mahardika sesekali melirik pada dokter Za. Saya pikir sebagai perwakilan ruangan IGD, kami telah melakukan kesalahan sampai tuan terus melirik ke arah kami, rupanya lagi melirik pujaan hati." Ujar dokter Heru sambil mengulas senyum tipisnya. Ya, sebenarnya sewaktu meeting kemarin dokter Heru menyadari gelagat Mahardika yang sesekali mencuri pandang pada Zaliva, tapi saat itu dokter Heru berpikir mungkin mereka melakukan kesalahan yang tidak disadari, akan tetapi hingga meeting selesai Mahardika tak juga memberi teguran jika memang faktanya mereka membuat kesalahan seperti apa yang disangka oleh dokter Heru. Sampai pada akhirnya hari ini dokter Heru mendapatkan jawabannya, mengapa sewaktu meeting Mahardika sering melirik ke arah mereka, ternyata pria itu melirik pada sang istri.
Za hanya dapat mengulas senyum canggung. Ya, canggung rasanya setelah semua rekannya mengetahui jika faktanya ia adalah istri dari seorang Mahardika Putra, pemilik saham terbesar di rumah sakit tersebut.
Selesai dibersihkan luka gores di dahi Mahardika diperban, dan tindakan itu dikerjakan langsung oleh dokter Heru selaku kepala ruangan IGD.
"Tuan Mahardika tidak perlu cemas, karena ini hanya luka gores kecil dan kami akan memberikan salep agar tidak sampai meninggalkan bekas." jelas dokter Heru.
"Terima kasih, dok." balas Mahardika yang kini telah merubah posisinya, duduk bersandar di bad pasien.
"Maaf, sudah membuatmu cemas, sayang." Mahardika mengusap lembut surai panjang Za.
"Lain kali lebih berhati-hati, mas!." pesan Za dan Mahardika mengangguk mengiyakan.
Pagi tadi Mahardika mengunjungi lokasi proyek pembangunan salah satu gedung yang dikerjakan oleh perusahaan Mahardika group, namun siapa sangka ketika Mahardika berkeliling lokasi proyek sebuah balok kayu yang lumayan besar jatuh dan mengenai dahinya. Untungnya saat itu Mahardika mengenakan helm pelindung kepala, sehingga benda itu hanya menggores sedikit dahinya. Jika tidak dicegah oleh Mahardika, mungkin asisten pribadinya sudah memberikan pelajaran pada pekerja yang dianggap melakukan kesalahan dalam bekerja hingga melukai tubuh berharga tuannya.
Mahardika kembali mengulum senyum. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu, yang jelas hatinya sedang bahagia. Melihat reaksi sang istri tadi, sudah cukup menjadi bukti bagi Mahardika bahwa Za mulai membuka hati untuknya.
"Sekarang mereka semua sudah tahu kalau aku istri kamu, mas." bukan apa-apa, Za hanya khawatir akan pikiran buruk dari rekan-rekan sejawat tentang dirinya, salah satunya berpikir jika ia bisa bekerja di rumah sakit ini hanya karena statusnya sebagai istri Mahardika, bukan karena berkompeten.
"Bukankah lebih baik jika mereka semua tahu, dengan begitu tidak ada lagi wanita yang berusaha mendekati suami kamu yang gantengnya kebangetan ini, sayang." balas Mahardika dengan mengulas senyum jenaka.
"Narsis banget sih..."
"Tapi benarkan, kalau suami kamu ini ganteng, iya kan?." Mahardika mengedipkan sebelah matanya.
"Sekarep mu lah, mas." keluar sudah bahasa daerah Jawa dari mulut Zaliva dan itu berhasil membuat Mahardika melebarkan senyumnya.
Tanpa diketahui oleh Zaliva ternyata di ruang staff, rekan kerjanya tengah membicarakan tentang dirinya.
"Ternyata dokter Zaliva istrinya tuan Mahardika."
"Bakal jadi berita hangat nih buat dokter Yuli."
"Iya, benar."
"Agh......Beruntung banget dokter Za bisa menjadi nyonya Mahardika. Tuan Mahardika memang Spek pria idaman, sudahlah tampan, mapan, berkarisma, di tambah lagi tidak suka jelalatan kayak kebanyakan pria di luar sana."
"Hanya dokter Za yang tahu bagaimana rasanya tuan Mahardika."
"Kamu pikir tuan Mahardika itu permen, apa?."
Terdengar obrolan di antara beberapa perawat dan juga dokter yang tengah membahas tentang hubungan Mahardika dan Za.
Berbeda dengan rekannya yang lain, Hilda tidak terlalu terkejut. Pasalnya pagi tadi ia melihat apa yang dilakukan Mahardika pada Za.
"Mereka berdua memang pasangan yang serasi." batin Hilda.
bener nih kata papa Okta,baru juga ditinggal sebentar udah sedih...
gimana nanti jika pisah beneran...