Sofia Amara, wanita dewasa berusia 48 tahun yang hanya dipandang sebelah mata oleh suami dan anak-anaknya hanya karena dirinya seorang ibu rumah tangga.
Tepat di hari pernikahan dirinya dan Robin sang suami yang ke-22 tahun. Sofia menemukan fakta jika sang suami telah mendua selama puluhan tahun, bahkan anak-anaknya juga lebih memilih wanita selingkuhan sang ayah.
Tanpa berbalik lagi, Sofia akhirnya pergi dan membuktikan jika dirinya bisa sukses di usianya yang sudah senja.
Di saat Sofia mencoba bangkit, dirinya bertemu Riven Vex, CEO terkemuka. Seorang pria paruh baya yang merupakan masa lalu Sofia dan pertemuan itu membuka sebuah rahasia masa lalu.
Yuk silahkan baca! Yang tidak suka, tidak perlu memberikan rating buruk
INGAT! DOSA DITANGGUNG MASING-MASING JIKA MEMBERIKAN RATING BURUK TANPA ALASAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAAP 31
Setelah pertemuannya dengan Riven, Sofia akhirnya tiba di dekat butiknya.
Tadi, Riven sempat menawarkan tumpangan, tapi Sofia menolak. Dia lebih nyaman naik angkutan umum.
Begitu turun dari angkutan umum dan berjalan menuju butik, Sofia dikejutkan oleh keramaian di sana.
Butiknya ramai!
Pengunjung datang silih berganti, pegawai sibuk melayani pelanggan, dan koleksi terbaru Sofia dipajang dengan sangat elegan. Hatinya merasa bangga.
Namun, kebanggaan itu langsung pupus saat seseorang tiba-tiba menegurnya dengan nada sinis.
"Oh, aku tidak salah lihat, kan? Itu Sofia!"
Sofia berhenti melangkah.
Suara angkuh itu terdengar begitu familiar.
Saat menoleh, Sofia langsung berhadapan dengan Saskia, Mikaila, dan teman-teman arisan Saskia.
Mata Mikaila penuh kebencian, menatap sang ibu. Apalagi saat semalam Vanessa mengatakan jika Sofia ini memiliki selingkuhan.
Mereka berdiri di depan butik S.A—yang ironisnya adalah butik milik Sofia sendiri. Mereka ingin berbelanja di sana karena butik itu sedang viral, tanpa tahu siapa pemiliknya.
Saskia tersenyum sinis dan melipat tangan di dada. “Apa yang kau lakukan di sini, Sofia?” tanyanya dengan nada meremehkan.
Sofia tetap tenang.
Namun, sebelum Sofia bisa menjawab, Saskia kembali berbicara. "Ah, aku tahu! Kau pasti ingin melamar pekerjaan di butik ini, kan?"
Saskia tertawa puas, dan teman-temannya ikut terkikik merendahkan.
Sofia tetap diam, menatap datar orang-orang di depannya itu.
Mikaila ikut menimpali. "Iya, Nenek benar. Sebaiknya Tante Sofia pergi saja. Aku yakin butik sebagus ini tidak akan menerima orang tua seperti dia. Lagipula, memangnya dia punya bakat apa?"
Kata-kata itu menusuk.
Bibir Sofia mengeras, tapi ekspresinya tetap datar. Dia tidak ingin membuat kekacauan terlebih pengunjung di butiknya banyak.
Sofia tidak ingin hanya masalah sepele, orang-orang malah memanfaatkan momen ini.
Seorang pegawainya yang melihat kejadian itu hampir maju untuk membela Sofia, tapi Sofia segera memberi kode dengan matanya.
Pegawai itu akhirnya mengurungkan niatnya.
Saskia tersenyum puas. "Hei, pegawai!" serunya pada salah satu staf butik Sofia, yang mencoba tadi untuk menegur.
Pegawai butik itu menoleh ragu.
"Usir perempuan ini! Dia merusak pemandangan di depan butik ini," perintah Saskia angkuh.
Mikaila tertawa kecil, seolah menikmati penghinaan itu.
Sofia tetap diam.Tanpa mengatakan apa pun, dia hanya memberi kode pada pegawainya untuk mengiyakan.
Pegawai butik itu, meski merasa tak nyaman, akhirnya berkata, "Maaf, Bu, Anda tidak boleh berdiri di sini terlalu lama."
Sofia mengangguk santai, lalu berjalan pergi. Tapi dia tidak benar-benar pergi.
Sofia memutar arah, masuk lewat pintu belakang, dan langsung menuju kantornya.
Dari dalam kantor, Sofia bisa melihat lewat kamera CCTV bagaimana Saskia, Mikaila, dan teman-temannya masuk ke butik S.A dengan senyum kemenangan.
Mereka sama sekali tidak tahu…
Bahwa butik yang sedang mereka puja-puja ini.... adalah milik Sofia. Sofia hanya menggeleng, setelah itu dia bersiap ke stasiun televisi untuk melakukan wawancara secara live.
*****
Di butik miliknya yang semakin sepi, Vanessa duduk gelisah di kursinya. Wajahnya muram, jemarinya mengetuk meja dengan tidak sabar.
Ponselnya berdering.
Begitu melihat nama di layar, Vanessa langsung menjawabnya dengan kasar.
“Bagaimana?! Kau sudah melakukannya?!” tanyanya tajam.
Suara berat dari orang suruhannya terdengar di seberang.
“Maaf, Bos … rencananya gagal.”
Darah Vanessa langsung mendidih.
“Apa?! Kenapa kau gagal sialan?!” bentaknya sambil mengepalkan tangan.
Orang itu menghela napas sebelum menjawab.
“Saya sudah mengikuti Sofia dari awal. Saya pastikan ban mobilnya kempes agar dia tidak bisa pergi dengan mudah. Semua sudah sesuai rencana … tapi—”
“Tapi apa?! Bicara yang jelas!” suara Vanessa semakin tinggi.
Pria itu melanjutkan ucapannya, “Seseorang datang menghampirinya. Seorang pria.”
Vanessa menyipitkan matanya. “Siapa pria itu?”
“Saya tidak tahu pasti. Tapi dari cara dia berjalan, dari sikapnya, dia jelas orang yang sangat berkuasa.”
Vanessa menggertakkan giginya. “Dan kau membiarkan dia mengacaukan rencanamu?!”
“Bu, bukan hanya pria itu .…” suara di seberang semakin kecil.
“Dia juga membawa pasukan tersembunyi.” Terdengar orang diseberang telfon membela dirinya.
Vanessa terkejut. “Apa? Pasukan?!”
“Ya. Mereka tidak terlihat secara langsung, tapi saya bisa merasakannya. Mereka mengawasi Sofia dari kejauhan. Jika saya tetap melanjutkan rencana ini, saya pasti tertangkap."
Wajah Vanessa memerah karena marah. “Sialan! Siapa pria itu?!”
Orang itu diam, tidak bisa menjawab.
Vanessa menggigit bibirnya. Jadi, Sofia punya pelindung?! Siapa pria itu?
Dan kenapa dia mengawasi Sofia dengan pasukan tersembunyi?!
Vanessa mencengkeram ponselnya erat. Spekulasi bermunculan di otaknya.
Ini tidak bisa dibiarkan. Sofia harus dihancurkan. Apapun caranya.
****
Dalam keadaan marah, Vanessa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Emosinya masih meluap-luap setelah mendengar kegagalan rencananya. Giginya bergemeletuk, tangannya mencengkeram setir erat.
“Sofia … Kenapa kau selalu menghalangiku?!” geramnya dalam hati.
Beberapa saat kemudian, mobil Vanessa berhenti dengan kasar di halaman kediaman Rahardian.
Tanpa menegur siapa pun, dia masuk ke dalam rumah dengan wajah gelap.
Saat itu, dia melihat Saskia dan Mikaila di ruang tamu, sibuk membuka beberapa gaun baru yang mereka beli.
Dengan nada tajam, Vanessa bertanya, “Dari mana kalian membeli semua itu?”
Mikaila, yang masih bersemangat, langsung menjawab tanpa sadar dengan penuh antusias.
“Dari butik terkenal yang lagi viral, Butik S.A itu, Ma!” katanya sambil mengagumi gaun di tangannya.
Saskia mengangguk dan menambahkan, “Koleksi di sana luar biasa. Semua desainnya sangat elegan dan berkualitas.”
Mata Vanessa langsung melotot tajam. Amarahnya kembali membara. Mereka berdua membeli dari butik Sofia?!
Namun, sebelum Vanessa bisa berkata-kata, Mikaila kembali berbicara, “Oh ya, tadi siang kami bertemu dengan Sofia di sana.”
Saskia tertawa sinis. “Ya, pasti dia mau melamar kerja. Kasihan sekali, kan? Sudah tua, tak punya uang, masih mau bekerja. Akhirnya kami usir, puas aku."
Vanessa hampir kehilangan akal sehatnya. “Mereka … mengusir Sofia dari butiknya sendiri?!” pikirnya dalam hati.
Sebelum Vanessa bisa merespons, tiba-tiba suara televisi terdengar.
Bi Sumi, yang sedang membersihkan ruang tamu, tanpa sengaja menyalakan TV.
Di layar, terlihat seorang reporter dari stasiun televisi ternama sedang mewawancarai seorang wanita elegan.
Sofia Amara.
Mikaila, Saskia, dan Vanessa langsung menoleh ke layar TV dengan penasaran.
Mata mereka membesar dalam keterkejutan.
“Hah?! Sofia?!”
Di layar, Sofia tersenyum anggun dan menjawab pertanyaan reporter dengan tenang.
“Bu Sofia, bagaimana perasaan Anda setelah butik S.A menjadi salah satu butik paling terkenal saat ini?”
Sofia tersenyum,
“Saya sangat bersyukur atas pencapaian ini. Butik S.A adalah hasil kerja keras saya dan tim saya. Kami berusaha memberikan desain terbaik untuk pelanggan kami.”
Saskia menegang.
Mikaila membeku.
Vanessa menggertakkan giginya.
“Tunggu … Jadi .…” Mikaila mulai bicara dengan suara bergetar.
"Butik S.A itu milik … Sofia?” lirih Saskia.
Saskia langsung teringat kejadian siang tadi.
Mereka menghina Sofia … Mengusirnya… Menganggapnya pengemis … Padahal Sofia adalah pemilik butik itu?!
Wajah Saskia memucat.
Mikaila tidak bisa berkata apa-apa.
Sedangkan Vanessa? Tangannya terkepal erat. Kemarahan Vanessa meledak dalam hatinya.
Sofia Amara… Kau pikir kau sudah menang? Aku akan memastikan kau jatuh. Sekali lagi.
btw,sofia cpt kmbli dong ingatannya....
org dah rebut suami org eeehh mlh mau masih jahat pula hadeh g ngaca kali ya