Sofia Amara, wanita dewasa berusia 48 tahun yang hanya dipandang sebelah mata oleh suami dan anak-anaknya hanya karena dirinya seorang ibu rumah tangga.
Tepat di hari pernikahan dirinya dan Robin sang suami yang ke-22 tahun. Sofia menemukan fakta jika sang suami telah mendua selama puluhan tahun, bahkan anak-anaknya juga lebih memilih wanita selingkuhan sang ayah.
Tanpa berbalik lagi, Sofia akhirnya pergi dan membuktikan jika dirinya bisa sukses di usianya yang sudah senja.
Di saat Sofia mencoba bangkit, dirinya bertemu Riven Vex, CEO terkemuka. Seorang pria paruh baya yang merupakan masa lalu Sofia dan pertemuan itu membuka sebuah rahasia masa lalu.
Yuk silahkan baca! Yang tidak suka, tidak perlu memberikan rating buruk
INGAT! DOSA DITANGGUNG MASING-MASING JIKA MEMBERIKAN RATING BURUK TANPA ALASAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAAP 34
Hari yang dinanti akhirnya tiba.
Di sebuah hotel mewah, suasana penuh kemegahan dan ketegangan terasa di udara.
Para tamu undangan telah memenuhi tempat duduk, sementara lampu-lampu kristal yang menggantung di langit-langit memberikan nuansa elegan.
Acara Grand Final Lomba Desain ini menyajikan pertunjukan busana sekaligus kompetisi terakhir.
Di atas panggung, sepuluh finalis berdiri dalam barisan rapi.
Sofia Amara berdiri tegak dengan wajah tenang, meski hatinya berdebar.
Di sisi lain, Vanessa Rahardian tersenyum penuh kesombongan, menatap Sofia dengan tatapan meremehkan.
“Kau pikir bisa menang dariku? Lihat saja nanti.” Vanessa membatin dengan penuh keyakinan.
Di bawah panggung, penonton sudah tak sabar menunggu acara dimulai.
Di barisan paling depan, keluarga Rahardian—Robin, Saskia, Mikaila, dan Reno—duduk dengan penuh perhatian.
Mikaila melipat tangan di dada, sesekali melirik panggung dengan tatapan sinis.
Sementara itu, di bagian belakang ruangan, Elleanor, Edward, dan Riven berdiri mengamati panggung.
Mereka tidak ingin duduk di depan karena tidak ingin menarik perhatian.
Elleanor menatap ke arah Sofia dengan penuh semangat dan keyakinan.
“Mommy pasti menang.”
Edward mengangguk setuju.
Riven, dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, menatap ke arah panggung dengan ekspresi tenang.
Namun, di balik ketenangannya, ada kebanggaan dan harapan besar untuk Sofia.
Tiba-tiba, suara MC menggema memenuhi ruangan.
“Selamat datang di Grand Final Lomba Desain Nasional! Sepuluh finalis terbaik dari berbagai kota telah hadir, dan malam ini kita akan menyaksikan siapa yang akan menjadi pemenangnya!”
Penonton bertepuk tangan meriah.
MC melanjutkan, “Pemenang dari lomba ini, juara pertama akan diberikan hadiah berupa uang tunai senilai seratus juta rupiah dan hasil rancangannya akan diberikan kesempatan untuk menggelar fashion show."
Tepuk tangan bergemuruh mendengar perkataan MC. Tak lupa media mengambil gambarnya.
Wajah para finalis penuh ketegangan. Sofia menghela napas, berusaha tetap tenang.
Vanessa tersenyum sinis, merasa sudah memenangkan kompetisi ini.
Di antara keramaian, Joni, orang suruhan Vanessa, berdiri di sudut ruangan dengan wajah dingin. Ia menunggu momen yang tepat untuk menjalankan perintah majikannya.
Lampu-lampu sorot kembali menyoroti ke arah panggung.
MC kembali berbicara dengan semangat. “Sebelum kita memulai kompetisi utama, izinkan saya memperkenalkan para juri kita malam ini. Mereka adalah enam desainer ternama dengan pengalaman bertahun-tahun di industri mode!”
Satu per satu, enam juri berdiri dan melambaikan tangan ke arah penonton saat MC memperkenalkan para juri.
"Juri pertama ada Madame Lucille, seorang desainer haute couture asal Prancis yang terkenal dengan keanggunan desainnya, berikan tepuk tangan meriah!"
"Juri kedua, Kenji Nakamura, seorang desainer Jepang yang dikenal dengan inovasi futuristik dalam karyanya."
"Juri ketiga, ada Clara Vienne, seorang desainer dari Italia yang ahli dalam perpaduan warna dan tekstur kain."
"Juri selanjutnya, ada David Montgomery, seorang desainer Amerika dengan gaya klasik modern."
"Juri kelima yaitu ada Martha Yulianto, seorang desainer Indonesia yang mendunia dengan sentuhan budaya lokalnya."
"Dan juri terakhir kita, yaitu Raymond Cheung, seorang desainer Hong Kong yang dikenal dengan teknik jahitan tangan terbaik."
Tepuk tangan menggema di seluruh ruangan.
Setelah perkenalan juri selesai, MC melanjutkan,
“Kini saatnya tantangan utama! Para finalis akan diberikan waktu untuk merancang dan menjahit desain mereka secara langsung di hadapan para juri dan penonton. Mereka harus menunjukkan kreativitas, teknik, dan ketepatan waktu. Inilah saatnya membuktikan siapa yang terbaik!”
Sepuluh peserta, termasuk Sofia dan Vanessa, segera menuju meja kerja masing-masing.
Di meja mereka telah disediakan kain, benang, jarum, mesin jahit, serta peralatan lain yang dibutuhkan.
Waktu pun dimulai.
Para peserta mulai menggambar sketsa dengan penuh konsentrasi.
Sofia mencengkeram pensilnya dan mulai menuangkan ide ke atas kertas.
Di sisi lain, Vanessa melirik Sofia dengan sinis, lalu kembali fokus pada desainnya sendiri.
Waktu terus berjalan.
Setelah sketsa selesai, para peserta mulai memotong kain dan menjahitnya sesuai desain.
Juri mulai berkeliling, mengamati setiap finalis.
Mereka berhenti di meja seorang peserta yang masih sangat muda, memberikan pujian atas inovasi desainnya.
Kemudian, mereka berjalan menuju Sofia.
Madame Lucille bertanya, “Apa konsep utama dari desain Anda?”
Sofia tersenyum tenang dan menjawab, “Saya menggabungkan elegansi klasik dengan sentuhan modern, menggunakan permainan tekstur dan potongan yang menonjolkan keanggunan seorang wanita.”
Kenji Nakamura mengangguk, terlihat tertarik dengan teknik jahitan yang digunakan Sofia.
Sementara itu, di sisi lain ruangan, Vanessa mulai merasa gelisah. Ia berusaha tetap tenang, tetapi melihat perhatian juri terhadap Sofia membuatnya semakin tidak tenang.
Juri pun terus berjalan, menilai dan menanyakan konsep setiap finalis.
Sementara itu, di sudut ruangan, Joni—orang suruhan Vanessa—duduk dengan tatapan tajam.
Saat bel berbunyi menandakan waktu telah habis, para finalis meletakkan peralatan mereka dan menarik napas lega.
MC kembali ke panggung dengan senyum semangat.
“Waktu telah habis! Kini saatnya para finalis memperlihatkan karya mereka di hadapan juri dan menjelaskan konsep desain mereka. Setiap finalis akan didampingi oleh satu model yang akan memperagakan busana mereka di panggung.”
Di belakang panggung, semua peserta sedang bersiap dengan model masing-masing.
Sofia berdiri di samping modelnya, memastikan bahwa setiap detail gaunnya sempurna. Namun, karena merasa gugup, Sofia meminta izin ke WC untuk mencuci wajahnya sebentar.
"Aku ke WC dulu ya, aku merasa gugup!"
Sang model hanya mengangguk dan keluar sebentar untuk mencari angin.
Ketika Sofia pergi dan model itu juga, seseorang berjalan mendekati hasil desainnya dengan langkah hati-hati.
Joni, orang suruhan Vanessa, mengeluarkan cutter kecil dari sakunya.
Dengan cepat, ia mengarahkannya ke kain gaun Sofia, siap merusaknya sebelum dipamerkan.
Namun, sebelum pisaunya menyentuh kain, sebuah tangan besar mencengkeram pergelangan tangannya.
“Apa yang kau lakukan?” Sebuah suara dingin terdengar di belakangnya.
Joni terkejut dan menoleh. Edward dan beberapa pria berbadan tegap berdiri di belakangnya.
"Bawa dia! Kita interogasi segera!"
Dalam hitungan detik, Joni diseret keluar dari ruangan dengan paksa tanpa menimbulkan keributan.
Sofia kembali dari WC tanpa menyadari apa yang baru saja terjadi sang model yang baru saja masuk juga tidak tahu apa-apa. Sofia hanya melihat modelnya tersenyum dan mengatakan, “Gaunnya tetap sempurna.”
Sofia pun tersenyum lega, tanpa curiga sedikit pun.
Satu per satu, para finalis dipanggil ke atas panggung untuk memperkenalkan desain mereka.
Saat giliran Vanessa tiba, ia berjalan anggun ke depan, percaya diri menjelaskan desainnya yang mengusung konsep ‘keanggunan modern’.
Para juri mengangguk, memberikan beberapa catatan, tetapi tetap terlihat puas.
Setelah Vanessa turun, MC akhirnya memanggil finalis terakhir.
“Dan finalis terakhir kita … Sofia Amara dari Butik S.A!”
Saat nama itu disebut, wajah Vanessa seketika berubah tersenyum sinis.
Vanessa menunggu Sofia panik karena gaunnya rusak. Namun, matanya membelalak ketika melihat model Sofia melangkah ke panggung dengan gaun yang masih utuh dan sempurna.
“Bagaimana bisa?!” batin Vanessa dengan panik.
Di atas panggung, Sofia berdiri anggun sambil menatap para juri dengan percaya diri.
“Desain saya ini mengusung konsep ‘Elegansi Abadi’. Saya ingin menunjukkan bahwa keindahan busana tidak hanya berasal dari tren semata, tetapi juga dari kesederhanaan, detail yang tepat, dan perpaduan warna yang harmonis.”
Para juri memperhatikan gaun itu dengan seksama.
Madame Lucille bertanya, “Kenapa memilih bahan seperti ini?”
Sofia tersenyum dan menjawab, “Karena bahan ini tidak hanya memberikan kesan mewah, tetapi juga nyaman dipakai dalam berbagai kesempatan.”
Juri lainnya mengangguk puas, terlihat terkesan dengan penjelasan Sofia.
Di antara para penonton, Elleanor, dan Riven tersenyum bangga melihat Sofia tampil begitu profesional.
Sementara itu, di sudut ruangan, Vanessa masih bertanya-tanya ke mana perginya Joni.
Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, MC kembali berbicara.
“Dan sekarang, kita akan segera masuk ke tahap penilaian!”
Kompetisi semakin menegangkan, dan Vanessa mulai merasa cemas…