NovelToon NovelToon
Menikahi Majikan Ibu

Menikahi Majikan Ibu

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat / Perjodohan / Nikahmuda / Duda / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:121.4M
Nilai: 4.9
Nama Author: Casanova

Bella gadis berusia 17 tahun, terpaksa harus menikah dengan majikan tempat ibunya (Rosma) bekerja, demi untuk membuat ikatan antara keluarganya dan si majikan. Ibunya sudah bekerja selama 8 tahun menjadi pembantu rumah tangga di tempat sang majikan, sejak ayahnya meninggal.

Barata Wirayudha, pemilik BW Group, seorang duda cerai tanpa anak, 35 tahun. Perceraiannya 8 tahun silam mengguncang kehidupannya, sehingga dia memilih meninggalkan Jakarta dan merintis kantor cabang BW Group di Surabaya.

Di kota Surabaya dia dipertemukan dengan Bu Rosma yang dipekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga. Bu Rosma banyak berjasa untuknya. Karena itu. akhirnya Bara meminta Bu Rosma dan kedua putrinya untuk tinggal bersamanya sekaligus membiayai sekolah putri-putrinya.

8 tahun tinggal di Surabaya, Bara harus kembali ke Jakarta untuk mengurus perusahaannya yang mengalami masalah. Untuk tetap menjaga hubungan dengan Bu Rosma, akhirnya Bara memutuskan menikahi salah satu putrinya.

Setelah menikah Bella ditelantarkan Bara selama 2 tahun, tidak diperlakukan selayaknya istri. Bahkan Bara seolah menghilang begitu saja. Ikuti perjalanan rumah tangga keduanya ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bah 34. Masukan dan Pencerahan

Sebuah Pajero Sport hitam sudah terparkir rapi di halaman rumah Barata Wirayudha. Laki-laki tampan dengan kemeja biru tua turun dari mobil, menebar senyuman pada barisan security. Ia adalah Kevin, si asisten pemilik rumah. Kedatangannya untuk menjemput Bella dan mengantar sang nyonya ke kampusnya yang baru.

Dari arah pintu utama, tampak Bella keluar dengan menggandeng Issabell. Gadis kecil yang meloncat kegirangan sembari tertawa menatap Mommy yang tampak cantik dengan tampilan casual. Kaos polos berwarna peach dan celana jin pensil favorit.

“Mommy pergi, ya. Icca jangan nakal di rumah,” pamit Bella, membungkuk. Menyejajarkan wajahnya dengan wajah sang gadis kecil. Dua kecupan dilabuhkan di pipi gembul putri kesayangannya, memancing gelak tawa gadis kecil yang enggan melepas genggaman pada telunjuknya.

“Bye, Mami...” Issabell melambaikan tangannya sambil tertawa kecil. Tawa kecil yang beberapa menit lalu adalah sebuah rengekan. Ya, Issabell menolak melepas mommy-nya, ia memeluk kaki jenjang Bella dan tidak membiarkan sang mommy melangkah pergi.

Namun, keras kepala Issabell melunak saat sebuah boneka lucu dijanjikan Bella.

“Bye, Icca..,” Bella ikut membalas lambaian tangan putrinya.

Senyum malu-malu terukir di wajah Bella saat bertemu muka untuk ketiga kali dengan sang asisten tampan.

Bella menganggukan kepala, berusaha bersikap ramah. Ia sudah berkenalan resmi tepat di pertemuan pertama. Namun, kemarin Bara khusus mengenalkan mereka kembali. Membuat Kevin tidak percaya. Istri yang bahkan tidak tahu alamat suaminya atau suami yang tinggal serumah dengan kakak iparnya.

“Masuk, Nyonya.” Kevin mempersilakan Bella masuk ke dalam mobil.

“Jangan panggil Nyonya. Panggil Bella saja. Aku tidak setua itu,” tolak Bella.

“Baiklah,” ucap Kevin tersenyum.

“Maaf sebelumnya ... aku tidak tahu kalau Nyonya istrinya Pak Bara.” Kevin mencoba membuka pembicaraan, meminta maaf atas kekhilafannya beberapa minggu yang lalu.

Siapa pun tidak tidak akan menyangka, bahkan akan mengeluarkan ekspresi yang sama saat mendengar Bara mengenalkan Bella sebagai istri, bukan Rissa seperti yang selama ini menjadi gosip di perusahaan. Siapa pun tahu kalau Rissa kekasih Bara dan mereka memiliki putri bersama. Begitu gosip yang beredar, walau Bara tidak pernah mengiyakan. Namun, tidak sekali pun ada penolakan dari bibirnya.

“Tidak apa-apa,” sahut Bella singkat.

Tidak mau terlalu banyak bicara yang akhirnya akan merambat ke mana-mana. Ia juga harusnya malu sebagai seorang istri bahkan mengendap-endap di perusahaan suaminya sendiri.

“Sebelumnya tinggal di Surabaya?” tanya Kevin berbasa basi. Rasanya risi dengan situasi canggung yang akan tercipta selama perjalanan dari kediaman Bara sampai ke kampus.

“Ya, Pak,” Bella ragu harus memanggil apa. Hanya panggilan itu saja yang terlintas di pikirannya.

Terlihat ia menarik napas penuh kelegaan saat sang asisten yang tidak protes atau menolak.

Perjalanan ke kampus terasa lama, keduanya memilih diam dan fokus dengan pikiran masing-masing. Mungkin karena Bella juga belum terbiasa, laki-laki tampan di sebelahnya masih terasa asing.

Setelah mengurus segala administrasi di kampus, Kevin bisa bernapas lega. Selain itu, Bella juga jadi lebih banyak bicara. Perjalanan pulang ke rumah akan lebih mencair, tidak sekaku sebelumnya.

“Pak, Kak Rissa sudah lama kerja di perusahaan?” tanya Bella tiba-tiba. Mencoba mencari tahu lebih tentang sang kakak yang sampai saat ini lebih banyak menutup diri.

“Sejak kuliah. Bukannya Pak Bara pribadi yang meminta langsung untuk memasukkan Rissa sebagai karyawan di BW Group.”

“Aku tidak terlalu mengikuti ceritanya. Aku masih kecil saat Kak Rissa meninggalkan Surabaya,” sahut Bella.

“Kak Rissa sudah lama tinggal di tempat suamiku?” tanya Bella, mengorek lebih jauh. Entahlah, ia hanya ingin mengetahui lebih banyak tentang kakaknya. Bukan tentang suaminya. Bella merasa Rissa banyak berubah, bukan seperti Rissa yang dikenal sebelumnya. Selama ia tinggal di rumah Bara, Rissa tidak mau banyak bicara.

“Tidak lama setelah Pak Bara kembali ke Jakarta, Rissa dibawa Pak Bara tinggal di rumahnya. Bersama Issabell juga,” jelas Kevin.

“Pak Kevin juga tahu tentang Issabell?” tanya Bella tiba-tiba.

“Sedikit,” jawabnya berbohong.

Kevin bahkan tahu semuanya. Lebih mengetahui jelas dibanding Bara. Sebelum Bara kembali ke Jakarta, perusahaan di bawah kepemimpinan Kevin. Ia tahu jelas, wanita seperti apa yang dititipkan Bara padanya saat itu.

“Kak Rissa punya pacar?” tanya Bella lagi.

Pertanyaan Bella sontak membuat Kevin terkejut. Laki-laki itu langsung menginjak pedal rem tiba-tiba. Bella sampai harus terdorong ke depan, hampir mengenai dashboard.

“Maaf," ucap Kevin, merasa bersalah.

“Tidak apa-apa,” jawab Bella berusaha tenang.

Efek kaget, pertanyaan yang belum sempat dijawab pun terlupakan. Kevin bisa bernapas lega, setidaknya untuk saat ini ia masih punya kesempatan menghindar. Biarkan atasannya saja yang mengurus semuanya. Ia tidak perlu ikut campur semua yang bukan ranahnya. Seorang asisten sepertinya hanya mengurus masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, bukan pribadi atasannya.

***

Kediaman Reynaldi Pratama.

Saat turun dari mobil, Bella menatap tak percaya pada bangunan mewah di depan matanya.

“Kamu sedang mengagumi hasil karya suamimu?” tanya Bara tiba-tiba. Mengejutkan Bella yang masih saja terpana menatap rumah bertingkat dengan nuansa klasik modern.

“Hah?” Bella melongo, masih tidak yakin dengan pendengarannya.

“Itu hasil tangan dingin Barata Wirayudha,” ucap Bara menunjuk bangunan megah di depannya.

“Kalau kamu menyukainya, kita bisa membangun rumah di sebelahnya. Masih ada lahan kosong.” Bara memberi ide.

Melihat istrinya tidak menjawab, Bara langsung menggandeng masuk Bella. Di pintu masuk, tampak Pram sudah menyambut mereka.

“Hai, Pram ... kapan kembali dari Austria?" sapa Bara, memeluk dan menepuk punggung Pram dengan kencang.

“Dua minggu yang lalu. Bagaimana kabarmu?” Pram bertanya balik.

“Seperti yang terlihat. Oh ya, kenalkan istriku Bella.” Bara memperkenalkan.

“Oh, kamu tidak mengundangku. Aku sampai tidak tahu kalau kamu sudah melepas masa dudamu,” ucap Pram, meledek Bara. Pertemuan terakhir mereka hanya membahas pekerjaan, tidak menyinggung kehidupan pribadi sama sekali.

“Reynaldi Pratama,” ucap Pram, menyebutkan namanya saat bersalaman dengan Bella.

“Oh ya, silakan masuk!” ajak Pram pada kedua tamunya.

“Teman-teman yang lain, sebagian sudah di dalam, Bar,” lanjut Pram.

“Bagaimana hasilnya. Kamu puas dengan rumahmu Pram?” tanya Bara.

“Istriku menyukainya,” ucap Pram singkat. Saat ini mata Pram sedang berkeliling, mencari Kailla yang sedari tadi belum keliatan sama sekali.

“Aku tinggal dulu, aku harus mencari istriku. Silakan dinikmati pestanya,” pamit Pram.

***

Pram sedang tersenyum menatap Kailla, saat Bara menghampirinya.

“Pram, sejak kapan kamu jadi pecinta wanita?” Bara menepuk pundak Pram tiba-tiba, mengagetkan si tuan rumah yang tersenyum sendirian seperti orang gila hanya karena menatap istrinya dari kejauhan.

“Kamu sendiri bagaimana? Sejak kapan seleramu berubah?” tanya Pram, mengarahkan pandangannya pada Bella.

“Aku mendengar banyak cerita istrimu dari Dave.” Bara berkata sambil terkekeh.

“Wanita itu sulit dimengerti, Bar. Lain di bibir, lain di hati,” bisik Pram tertawa.

“Sepertinya kamu sudah menamatkan jurus menaklukkan istrimu. Aku baru akan meminta rahasianya.”

“Istri kita 'kan seumuran. Siapa tahu aku bisa mendapatkan masukan dan pencerahan,” lanjut Bara lagi.

“Tidak bisa disamakan, Bar. Istrimu dan istriku 'kan beda karakter, cara menaklukkannya pasti beda,” ucap Pram bercanda.

“Memang istrimu tipe apa, Pram?” tanya Bara tersenyum usil.

“Tipe malu-malu tapi mau,” bisik Pram, tergelak menatap Bara.

Percakapan keduanya diselingi canda tawa sesekali menatap kedua istri mereka yang juga sedang mengobrol.

“Bar, coba kamu lihat para istri itu. Dengan melihat senyumnya saja aku sudah tahu apa isi otak istriku?” ucap Pram, menatap Bara yang keheranan.

“Maksudmu, Pram?” Bara tidak bisa menebak apa-apa. Ia hanya melihat istri Pram yang berbisik pada Bella, kemudian tertawa dengan menutup mulut.

“Itu artinya istriku sedang mengajari istrimu untuk membuat kepalamu pusing,” sahut Pram kembali tertawa.

“Kalau kamu tidak percaya, seminggu saja titipkan istrimu di rumahku. Aku tidak yakin, kamu masih mengenalinya,” ucap Pram.

“Hahaha. Terakhir aku melihat istrimu saat dia masih kecil sekali. Seingatku ... siapa asistennya yang dulu ... em namanya,” ucap Bara ragu.

“Donny.”

“Yup! Donny sering mengeluh kenakalannya.” Bara berkata sambil mengingat masa lalunya.

“Kadang suka ikut mertuamu ke kantor, kan? Sampai masuk ke ruang meeting,” ucap Bara mengingat masa-masa sebelum ia pindah ke Surabaya.

“Tapi ... bagaimana kamu bisa menaklukan istri senakal itu?” tanya Bara penasaran.

Terlihat Pram berbisik di telinga Bara, kemudian keduanya tertawa. Bara dan Pram adalah teman baik. Bahkan Pram juga mengenal dekat mantan istri Bara. Dulu perusahaan mereka pernah bekerja sama.

***

Sepulang dari kediaman Pram, malam harinya.

Setelah menidurkan Issabell, Bella kembali ke kamarnya. Bara yang sudah bersiap dengan akal bulusnya mengulum senyuman saat bayangan Bella muncul di balik pintu. Ia sudah menghitung mundur, menunggu detik-detik istrinya takluk padanya. Bagaimana pun, ia harus mendapatkan Bella secepatnya. Ia khawatir dengan Rissa yang bisa mengancam keutuhan rumah tangganya setiap saat.

“Mudah-mudahan aku bisa mengekor kesuksesan Pram,” ucapnya dalam hati.

“Kenapa senyum-senyum, Mas?” tanya Bella, heran. Ia sudah berbaring di sisi Bara, meletakkan guling sebagai pembatas.

“Tidak, hanya saja kamu terlihat cantik malam ini,” sahut Bara beralasan. Menatap istrinya tersenyum.

Baru saja Bella akan merespons perkataan Bara, tiba-tiba lampu di kamar mati. Bara langsung tersenyum di dalam gelap. Menunggu beberapa saat, tetapi tidak ada reaksi dari istrinya.

“Bell, kamu baik-baik saja?” tanya Bara heran. Reaksi istrinya berbeda dengan reaksi istri Pram seperti yang diceritakan sahabatnya itu.

“Ya, kenapa Mas?” tanya Bella dengan tenang.

“Kamu tidak takut gelap?” tanya Bara lagi.

“Tidak, Mas. Dulu tinggal di kontrakan sering mati lampu. Apalagi kalau Ibu tidak punya uang untuk bayar tagihan listrik. Bisa berhari-hari kami tidur tanpa lampu,” jawab Bella, sedih mengingat masa kecilnya saat tinggal di kontrakan.

“Mas ... takut gelap? Sebentar aku carikan lilin,” lanjut Bella, sudah bangkit dari tidurnya. Dengan bantuan cahaya ponsel, ia sudah bersiap keluar kamar mencari lilin.

“Bell, kamu tidak takut. Gelap seperti ini banyak setan gentayangan, loh,” ucap Bara lagi.

“Aku lebih takut denganmu dibandingkan dengan setan, Mas,” jawab Bella kesal. Ia tidak paham maksud dan tujuan Bara mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.

Bara hanya bisa mengelus dada dan mengumpat dalam hati.

***

Terima kasih.

Yang kangen Om Pram dan Kailla

1
mince
papanya icca
mince
rahmat bukan ya
MR. SREIM
Biasa
Hamida Hamida
Kecewa
Hamida Hamida
Buruk
mince
isabbel mungkin anaknya rico
mince
kok bikin sesak dadaku
Kinar
Luar biasa
Anonymous
Bosan juga baca nya,kapan bahagia nya?
Sri Aini
Napak tilas karya the best Cici.....cikal bakal the next ...keren dan bagus critanya
Abd Kadir Taha
aku kangen dengan novel ini,makanya dibaca lagi
piwka
👍👍👍
Irma kadjar
nggak pernah bosan AQ baca😘
⋆.˚mytha🦋
asli gua pengen getok pala nya si BARA bere 👊🏽🤨
⋆.˚mytha🦋
si ibu ada benernya juga si tapi ada salahnya... huuuh klu ibu jadi bella entah laaah pasti ibu juga akan ngelakuin hal yg sama bahkan lebih 🙄
⋆.˚mytha🦋
kok aku gedeg yaa lama2 liat rania yg selalu drama... gak tau diri udah di tolong bella malah ngelunjak🤨
⋆.˚mytha🦋
laaaah si bapak urat malunya udah putus kayanya... gak tau diri bgt woooiiii gak inget apa yg udah anak lu lakuin ke bara🙄
⋆.˚mytha🦋
kok gua yg geli yaa dengernya... katanya benci trus sering gontok²n tapi masih manggil HAN...LOVE...HAN...LOVE🙄
Anna Khairurr
Luar biasa
Wani Ihwani
sambal lagi apes 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!