Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan Belas
Audi mencoba menanam kembali bunga yang masih bisa dia tanam. Setelah semua beres, barulah dia masuk. Tapi, semua memang tak bisa seperti semula. Gadis itu bertekad untuk pergi saat ini juga.
Sisa bunga yang tak bisa di tanam, Audi masukan ke keranjang dan menatanya menjadi satu rangkaian bunga. Gadis itu lalu meletakan ke dalam vas.
Setelah semua dirasakan cukup, Audi masuk ke rumah. Dia melihat suaminya Bimo duduk di sofa ruang keluarga. Dia melirik saat Audi masuk, tapi gadis itu tak mengacuhkan. Dia terus masuk ke kamar.
Audi melihat putrinya Bimo sedang bermain dengan bibi. Dia lalu mendekati mereka. Ghita langsung berdiri mengejarnya minta di gendong.
"Bi, tinggalkan saja Ghita. Biar denganku. Bibi bisa kerjakan yang lain," ujar Audi.
"Apa Bu Audi mau makan? Biar bibi ambilkan. Sudah jam sembilan, apa Ibu tak mau makan dulu? Biar Bibi ambilkan," tawar bibi.
"Tak usah, Bi. Aku sudah kenyang. Tinggalkan aja aku bersama Ghita."
"Baik, Bu."
Bibi lalu berjalan menuju pintu. Belum sempat membuka pintu, Audi sudah kembali berkata.
"Bi, subuh nanti Bibi ke sini ya. Jagain Ghita. Aku mau pergi," ucap Audi dengan suara pelan.
"Ibu mau kemana? Kenapa harus subuh perginya?" tanya Bibi dengan penuh tanda tanya.
"Ada hal yang harus aku kerjakan. Aku mungkin pergi cukup lama. Bibi tolong jaga Ghita. Lakukan seperti yang biasa aku lakukan untuk Ghita. Jam makannya harus teratur. Cemilannya dan susu."
"Berapa hari Ibu pergi? Sama Bapak?" tanya Bibi lagi.
"Aku tak mau berapa hari aku akan pergi."
"Bukankah lusa ulang tahunnya Ghita, Bu. Apa Ibu tak menghadirinya?" Lagi-lagi bibi bertanya.
"Mungkin nggak, Bi. Jika Bibi merasa sedikit lelah menjaga Ghita, hubungi saja Bu Susi. Minta tolong dengannya. Bukankah sebelum aku tinggal di sini, Bibi dan Tante Susi juga yang menjaganya," jawab Audi.
"Baiklah, Bu. Semoga urusan Ibu cepat selesai dan segara kembali. Ghita hanya anteng jika dengan Ibu."
Audi tak menjawab ucapan Bibi. Dia memandangi langit-langit kamar. Mencoba menahan air mata yang akan jatuh membasahi pipinya.
Setelah Bibi pergi, Audi segera masuk kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya. Habis mandi barulah dia mulai menyusun pakaiannya. Hanya membawa seperlunya saja. Tak lupa Audi memasukan semua berkas-berkas penting miliknya.
Audi naik ke ranjang dan melihat Ghita. Dia mengecup dengan pelan wajah bocah itu.
Nak, Tante yakin kamu adalah anak yang kuat. Anak yang sudah harus menghadapi ujian hidup sejak lahir ke dunia. Banyak air mata dan perkara yang sangat-sangat menyakitkan hati. Terima kasih, Nak, sudah bertahan dan berjuang bersama Tante. Maaf apa bila Tante belum bisa jadi ibu sambung yang baik untukmu. Mengenai takdir yang telah ditetapkan Allah, dan tentang perpisahan kami, Tante dan ayahmu, kelak kau pasti akan mengerti dengan sendirinya. Tetaplah tersenyum, bidadari ku, karena Tante yakin takdir terbaik untukmu sedang menanti di depan sana.
Audi mencoba memejamkan mata. Menjelang jam empat subuh dia berharap bisa beristirahat sebelum meninggalkan rumah.
Di luar, Bimo yang melihat bibi keluar dari kamar langsung bertanya dengan wanita itu, "Bi, Audi sedang apa?"
"Menidurkan Ghita, Pak."
"Bi, antarkan makanan ke kamar buat Bu Audi. Pasti dia lapar," ucap Bimo.
"Bu Audi bilang, dia tak lapar, Pak. Mau langsung tidur aja," jawab bibi.
Mendengar jawaban bibi, Bimo lalu berdiri dan berjalan menuju ke kamar putrinya. Dia mencoba membuka pintu dengan pelan takut Audi dan putrinya telah lelap dan mengganggu nantinya. Audi memang tak pernah mengunci pintu kamar tersebut.
Bimo melihat Audi yang tidur sambil memeluk putrinya. Dia lalu menutup kembali pintu itu.
"Apa Audi kecapean kali karena membereskan bunga-bunga itu? Jika tidak aku keraskan, takutnya dia akan ngelunjak dan merubah semua yang ada di rumah ini," ucap Bimo bermonolog pada dirinya sendiri.
Bimo lalu berjalan masuk ke kamarnya. Dia duduk di tepi ranjang. Memandangi foto pernikahannya dengan Rani. Dia menarik napas dalam.
"Apa sikapku dengan Audi terlalu keras selama ini? Aku hanya ingin membentengi diri untuk tidak jatuh cinta dengannya. Aku tak mau jika nanti aku mencintainya, aku jadi terlalu posesif dan takut akan lebih menyakitinya dengan rasa cemburuku," gumam Bimo dalam hatinya.
Bimo lalu berbaring dan mencoba memejamkan mata. Satu jam berlalu. Matanya belum bisa terpejam.
"Apa aku minta maaf saja?" Kembali Bimo bermonolog pada dirinya sendiri.
Bimo lalu bangun dan berjalan menuju pintu. Saat dia ingin membukanya, kembali keraguan itu datang.
"Aku meminta maaf saat ulang tahun Ghita saja. Di sana akan aku ungkapkan semua keinginanku agar kami memulai semua dari awal. Aku akan menjadi suami seutuhnya untuk Audi. Sebelumnya kami akan mengunjungi makam Rani, mengatakan semuanya."
Bimo akhirnya kembali ke ranjang dan membaringkan tubuhnya. Dia memejamkan matanya berharap akan segera terlelap.
**
Jam tiga dini hari, Audi terbangun. Dia melihat Ghita masih terlelap. Tadi malam bocah itu sempat terbangun dan kembali tidur setelah minum susu.
Audi masuk kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah rapi dia keluar menuju kamar bibi. Kebetulan wanita itu baru saja terbangun.
"Bi, aku mau pergi. Tolong jaga Ghita. Kalau Bapak tanya, katakan saja Bibi tak tau kapan aku pergi. Bilang saja saat ke kamar aku sudah tak ada," ucap Audi.
"Sebenarnya Bu Audi mau kemana? Kenapa Pak Bimo tak boleh tau?" tanya Bibi dengan wajah sedih.
"Aku ada urusan, Bi. Jika aku pamit dengan Bapak, nanti tak diizinkan. Mohon maaf jika aku ada salah," ucap Audi. Dia lalu memeluk bibi.
Setelah itu Audi kembali ke kamar. Dia mengecup pipi Ghita secara pelan.
"Selamat tinggal, Sayang. Suatu hari nanti saat kita bertemu lagi, mungkin kamu sudah tak ingat lagi dengan Tante. Tapi, percayalah Nak, aku sangat menyayangimu. Berat rasanya meninggalkan kamu. Aku berharap kamu dapat ibu sambung yang baik. Bahagia selalu, Nak," bisik Audi di telinga bocah itu.
Audi menghapus air mata yang jatuh membasahi pipinya. Dia lalu berjalan meninggalkan kamar itu tanpa menoleh lagi. Dia takut hatinya kembali ragu jika melihat wajah Ghita. Taksi yang dia pesan telah menunggu dihalaman rumah. Audi lalu segera masuk. Bibi melihat hingga taksi menghilang. Setelah itu masuk ke kamar Ghita lagi. Bibi menghapus air matanya yang jatuh membasahi pipi.
Dalam taksi, tangis Audi akhirnya pecah. Dia tak bisa menahannya lagi.
Maaf Bim, aku mundur. Aku pergi bukan karena rasa itu hilang, tapi aku menghargai sikapmu denganku. Aku tidak bisa memaksa seseorang untuk memberikan feedback yang baik. Terima kasih karena telah menerima aku, dan terima kasih telah singgah. Maaf aku sudah berusaha memberikan yang terbaik, tapi akhirnya aku gagal. Hari ini adalah hari terakhir aku mengagumi kamu, semoga kamu dipertemukan dengan pilihan terbaik. Percayalah, wanita itu tidak akan mudah menyerah dalam hal mempertahankan sebuah hubungan, tapi ketika dia memutuskan untuk pergi, dia pasti sudah berdebat dengan dirinya sendiri hingga ribuan kali. Sampai pada akhirnya dia memilih mundur dan pergi.
Bu Dewi seperti bisa jadi mama mertua yang baik untuk menantunya... Dan Daniel juga tipe suami yang hangat untuk keluarga nya...
😆😆😆😆
selamat bahagia ya Bimo karena telah membuang batu berlian untuk Daniel...