NovelToon NovelToon
Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Hijrah Raya Dan Gus Bilal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: sha whimsy

" Kamu adalah alasan kenapa aku mengubah diriku, Gus. Dan sekarang, kamu malah mau meninggalkan aku sendirian?" ujar Raya, matanya penuh dengan rasa kecewa dan emosi yang sulit disembunyikan.

Gus Bilal menatapnya dengan lembut, tapi tegas. "Raya, hijrah itu bukan soal aku atau orang lain," ucapnya dengan suara dalam. "Jangan hijrah karena ciptaan-Nya, tetapi hijrahlah karena Pencipta-Nya."

Raya terdiam, tetapi air matanya mulai mengalir. "Tapi kamu yang memotivasi aku, Gus. Tanpa kamu..."

"Ingatlah, Raya," Bilal memotong ucapannya dengan lembut, "Jika hijrahmu hanya karena ciptaan-Nya, suatu saat kau akan goyah. Ketika alasan itu lenyap, kau pun bisa kehilangan arah."

Raya mengusap air matanya, berusaha memahami. "Jadi, aku harus kuat... walau tanpa kamu?"

Gus Bilal tersenyum tipis. "Hijrah itu perjalanan pribadi, Raya. Aku hanya perantara. Tapi tujuanmu harus lebih besar dari sekadar manusia. Tujuanmu harus selalu kembali kepada-Nya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha whimsy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecelakaan

Blaze membuka matanya perlahan, melihat jam dinding yang menunjukkan jam 2 dini hari. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, merasakan beratnya kepalanya setelah terbangun dari mimpi yang entah mengapa terasa sangat nyata.

“Aghh...” Dia mengeluh sambil merenggangkan tubuhnya. Dengan perasaan gelisah yang mendorongnya untuk bergerak, ia beranjak dari tempat tidurnya.

Entah mengapa, ia merasa perlu mencari angin segar di luar. Ia mengambil jaketnya yang tergantung di kursi dan mengenakan helm sebelum melangkah keluar dari kamarnya. Suara langkah kakinya menggema di dalam rumah besar yang sepi itu, mengingatkannya bahwa ia adalah satu-satunya penghuni rumah yang lengkap dengan segala fasilitas, namun terasa hampa tanpa kehadiran orang lain.

Blaze menuruni tangga dengan hati-hati, berharap tidak membuat suara berisik. Begitu tiba di pintu depan, ia membuka pintu dengan perlahan, seolah takut akan menggangu ketenangan malam. Udara malam menyambutnya dengan sejuk, membangkitkan semangatnya untuk melangkah keluar.

Di luar, bulan bersinar terang, memantulkan cahaya di sepanjang jalan setapak. Blaze menarik napas dalam-dalam, merasakan kesegaran udara malam yang seolah menghapus segala beban yang ada di pikirannya. Dia berencana untuk naik motor dan menjelajahi jalanan yang sepi, merasakan kebebasan yang sudah lama tidak ia rasakan.

Saat ia menghidupkan mesin motor, suara deru mesin membangunkan keheningan malam. Blaze memacu motornya, melaju pelan di bawah sinar bulan. Rasanya, setiap putaran roda adalah pelarian dari kebisingan pikirannya yang terus berputar. Ia ingin menemukan ketenangan dalam perjalanan ini, menjauh dari bayang-bayang yang membayanginya.

Di tengah perjalanan, Blaze mengingat semua kisah hidup nya, di usia tujuh tahun wanita yang sangat ia nantikan kehadirannya meninggalkan nya pergi bersama pria lain. Sementara papa nya depresi karena merasa dikhianati. Dari kecil ia diasuh oleh sang kakek. Dirinya tumbuh menjadi sosok yang pendiam, mudah marah, dan hidup sesukanya. Saat usianya menginjak 15 tahun kakek nya meninggal. Dia menjadi pewaris harta dan rumah besar itu. Tapi apa gunanya semua itu? Kalau dirinya selalu merasa kesepian.

"Untuk apa semua ini?" pikir Blaze, merenungkan harta dan rumah yang tidak bisa mengisi kekosongan di dalam jiwa. "Apa artinya semua ini jika aku selalu merasa sendiri?"

Saat motornya melaju melewati jalanan yang sepi, ia berharap menemukan sebuah tempat, seseorang, atau bahkan sekadar momen yang bisa membantunya meraih kembali kehangatan yang hilang. Dalam hati, ia bertekad untuk mencari kebahagiaan yang selama ini terasa jauh darinya. Ketenangan malam menjadi saksi, semoga perjalanan ini membawanya kepada jawaban yang selama ini ia cari.

Saat disebuah persimpangan dia hilang kendali ia menabrak sebuah truk besar yang belum sempat menginjak rem. Truk itu pun juga menabrak sebuah pohon dipinggir jalan, sementara Blaze terpental jauh dari motor nya dan berguling guling diatas rerumputan sampai akhirnya kepala nya tersantuk batu besar.Dapat ia rasakan genangan air ditubuh. Sakit yang teramat sangat menjalari tubuhnya, namun kesadarannya mulai mengabur. Ia berusaha membuka mata, tetapi pandangannya gelap.

Di dalam keheningan malam, suara detak jantungnya terasa sangat keras di telinga, semakin melemah seiring detik berlalu. Ia terbaring diam, merasakan dinginnya jalanan yang seolah menghisap sisa-sisa kehidupannya. Dalam kesakitan itu, pikirannya melayang kembali ke masa kecilnya, memori-memori yang menyakitkan dan kesepian yang selalu ia rasakan.

Dalam sekaratnya, terlintas bayangan wajah ibunya, wanita yang dulu pernah ia cintai dan rindukan. Meski dipenuhi rasa kecewa, jauh di lubuk hatinya, ia masih ingin merasakan pelukan dan kehangatan yang tak pernah ia dapatkan. "Apa aku akan berakhir seperti ini, sendirian?" pikirnya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Seorang pria tua dengan rambut putih, wajah bijaksana yang sudah keriput mengenakan pakaian jubah putih, berdiri di hadapannya seraya tersenyum hangat.

" Ka.. Kek? "

Blaze terpaku, tidak percaya pada sosok yang kini berdiri di hadapannya. Pria tua itu mengangguk pelan, senyumnya penuh kehangatan dan kebijaksanaan, seakan menyimpan ribuan cerita yang belum sempat diceritakan. Wajahnya memancarkan kedamaian, membuat Blaze merasa nyaman meskipun hatinya masih diliputi kebingungan. Dia menjulurkan tangannya seakan-akan ingin mengajak nya.

" Kakek blaze mau ikut kakek aja, blaze capek, " Kata Blaze dan dibalas dengan anggukan oleh kakek.

Pria tua itu tetap tersenyum lembut, matanya menyiratkan kasih sayang yang mendalam. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menyentuh bahu Blaze, memberikan sentuhan yang menenangkan. Sentuhan itu seperti membawa kehangatan yang lama hilang, seakan menghapus sedikit demi sedikit rasa sakit yang telah mengakar dalam hati Blaze.

"Kamu sudah cukup kuat, Blaze. Tidak ada lagi yang perlu kamu buktikan," kata sang kakek dengan suara rendah yang penuh ketulusan.

Blaze merasakan air matanya mengalir, bercampur dengan dinginnya angin malam. "Kakek… aku lelah. Aku sudah mencoba, tapi kenapa rasanya tetap kosong?"

Kakek mengangguk, seolah memahami setiap luka yang Blaze simpan. "Kadang, kita hanya perlu mengikhlaskan beban yang tak bisa kita pikul lagi. Mari, Nak. Jalan ini tak perlu kamu lalui sendirian."

Dengan pelan, Blaze menggenggam tangan sang kakek. Detak jantungnya yang melemah terasa sedikit lebih damai. Bersama pria tua itu, ia merasa ada harapan, seberkas cahaya di balik kegelapan. Mungkin, akhirnya ia bisa menemukan kedamaian yang selama ini ia cari.

Di bawah cahaya rembulan yang menyinari jalanan sepi itu, Blaze perlahan menutup mata, mengiringi dirinya ke keabadian dalam pelukan kasih yang selama ini ia rindukan.

Dalam keheningan yang abadi, Blaze merasakan beban yang selama ini menghimpit dadanya perlahan menghilang. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar damai, seakan segala luka dan kesepiannya dihapus oleh kehangatan yang tak lagi asing.

Di dunia yang tak terlihat, ia berjalan berdampingan dengan sang kakek, sosok yang selama ini menjadi pelindung dalam hidupnya. Di sisi pria tua itu, Blaze merasakan dirinya ringan, terbebas dari segala rasa sakit dan kekecewaan.

"Kakek… apakah semua ini nyata?" tanya Blaze dengan suara lirih.

Sang kakek mengangguk sambil menatap ke depan, seolah memberi Blaze pandangan menuju sebuah tempat yang penuh kedamaian. "Ini adalah tempat di mana semua bebanmu hilang, Nak. Di sini, kamu tak perlu mencari lagi. Kamu sudah menemukan tempatmu."

Blaze menoleh ke belakang, melihat sekilas bayangan kehidupannya yang penuh dengan kesepian, kebingungan, dan pencarian yang tak pernah berakhir. Namun kini, semuanya tampak kecil dan jauh, seolah hanya bayangan yang tertinggal.

Ia menoleh kembali kepada kakeknya, yang tersenyum lembut. "Kek, terima kasih untuk segalanya."

Pria tua itu hanya tersenyum, menepuk bahu Blaze dengan penuh kasih, seolah menyampaikan bahwa kini Blaze telah mencapai tempat yang ia cari selama ini. Dengan langkah yang mantap, mereka berjalan bersama, meninggalkan kenangan yang dulu menghantui Blaze, menuju cahaya yang hangat dan penuh ketenangan.

Di dunia fana, hanya kesunyian malam yang tersisa, dan cahaya bulan menjadi saksi terakhir perjalanan Blaze. Dalam kepergiannya, ia menemukan jawaban dan kehangatan yang selama ini ia impikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!