Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03. Tidur Dengan Saya?
Dirga tidak pernah memikirkan pendapat orang lain tentang dirinya selama ini. Bagaimana pun orang menilai, toh pria itu tidak meminta makan pada mereka.
Namun, ketika Gista mengatakan jika Renatta menganggap dirinya sebaik Richard, hati Dirga pun bersorak. Ia yang tadinya enggan meminjamkan uang pada Gista, pun langsung berubah pikiran.
Dirga tidak mau jika Gista mengadu pada Renatta, dan membuat penilaian sang kakak ipar berubah buruk pada dirinya. Maka dari itu, pria berusia tiga puluh lima tahun, yang berstatus duda tanpa anak itu pun setuju untuk membantu Gista.
Anggista Anggraini.
Dirga membaca nama yang tertera di atas sebuah kertas putih yang di berikan oleh orang suruhannya. Selain untuk mencari keberadaan sang kakak ipar, Dirga juga menyelidiki latar belakang dari Gista.
“Jadi dia berasal dari kalangan menengah ke bawah. Dan hanya memiliki seorang ayah yang hanya bekerja serabutan?” Gumam Dirga sembari membaca informasi yang tertera pada kertas putih itu.
Sudut bibir pria itu terangkat. “Ternyata Renatta memang gadis yang baik. Dia mau berteman dengan kalangan bawah. Pantas saja kakak rela melajang hingga berusia empat puluh tahun.” Imbuh pria itu lagi.
Andai sang mantan istri juga memiliki sifat yang sama dengan Renatta, sudah di pastikan hari ini mereka masih berada dalam ikatan rumah tangga yang bahagia.
Ah, Dirga jadi teringat kembali dengan mantan istri yang telah tega mengkhianatinya. Bahkan sehari setelah hari jadi pernikahan mereka yang ketiga tahun.
Tak seharusnya Dirga membandingkan gadis sebaik Renatta dengan Ellena, sang mantan istri.
Pria itu pun mengalihkan pikiran dengan kembali bekerja. Banyak dukomen menumpuk di atas meja yang harus ia tangani, mengingat sang kakak sepupu sedang tidak berkonsentrasi dalam bekerja.
“Beginilah nasib menjadi bawahan.” Decak Dirga. Ia selalu mendapat limpahan pekerjaan ketika Richard sedang sibuk mengurusi urusan pribadinya.
Entah kapan ia bisa bersantai menikmati hari-harinya di kantor. Mungkin ketika Richard sudah pensiun? Dan saat itu tiba, yang ada dirinya akan semakin sibuk karena menggantikan sang kakak menjadi pimpinan Wijaya Group.
Dirga menghela nafas kasar.
Dirinya dan Richard merupakan ahli waris ketiga keluarga Wijaya. Sepasang sepupu itu menggantikan posisi yang sebelumnya di tempati oleh ayah masing-masing.
Richard menggantikan papa Jonathan sebagai pimpinan, sementara Dirga menggantikan posisi papa Jordan sebagai wakilnya.
Seharusnya, papa Jordan yang menjabat sebagai pimpinan Wijaya Group ketika papa Jonathan pensiun. Namun, mama Dirga mengalami sakit keras dan diharuskan untuk melakukan pengobatan dalam jangka panjang, yang membuat sang papa memilih mundur dan menyerahkan tampuk kepemimpinan pada sang keponakan.
“Maaf, pak.” Suara lembut seorang wanita mengalihkan perhatian Dirga dari dokumen yang ada di hadapannya.
Pria itu memutar bola matanya dengan malas ketika melihat Melissa—sekretaris Richard berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.
“Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?” Tanyanya dengan nada tak bersahabat.
Dirga tidak menyukai sekretaris sang sepupu. Terlalu suka menebar pesona. Untungnya ia dan Richard tak terperangkap oleh wanita itu.
“Maafkan aku, pak. Pintu ruangan anda sedikit terbuka. Jadi aku—
“Lain kali, meski terbuka dengan lebar pun kamu harus tetap ingat mengetuk pintu. Ini kantor, bukan rumah pribadimu.” Potong pria itu dengan cepat.
Beginilah jadinya jika Richard terlalu sering bolos kerja. Sekretarisnya menjadi besar kepala dan tidak mengerti sopan santun.
“Sekali lagi maafkan aku, pak.” Ucap Melissa penuh sesal.
“Sudah. Katakan apa kepentinganmu datang kemari?”
Wanita itu kemudian mendekat ke arah meja kerja Dirga, lalu meletakan dua buah map berwarna hitam.
“Laporan dari Manager keuangan.” Beritahu Melissa.
Dirga pun mengangguk paham kemudian meminta wanita itu untuk pergi dari ruangannya.
“Lihat saja nanti, pak Dirga. Kamu pasti akan jatuh dalam pesonaku.” Gerutu Melissa sembari meninggalkan ruangan wakil direktur itu.
\~\~\~
Malam harinya.
Gista menjadi harap-harap cemas ketika Dirga tidak muncul di kafe hingga pukul delapan lewat tiga puluh menit. Bagaimana jika pria itu tidak datang?
Memang mereka sudah membuat janji temu di sebuah apartemen. Namun, Gista tidak yakin dirinya berani datang ke tempat itu sendirian.
“Kamu mencari siapa, Ta?” Tanya salah satu rekan kerjanya.
Gelagat Gista yang selalu melihat ke arah pintu masuk kafe membuat temannya menjadi penasaran.
“Tidak. Aku hanya memperhatikan pengunjung yang datang. Sepertinya, malam ini tidak seramai biasanya.” Kilah gadis itu.
Rekan Gista pun mengangguk setuju. Malam ini suasana kafe memang sedikit lengang dari malam-malam sebelumnya.
Pukul sembilan lewat lima belas menit, Dirga pun akhirnya datang ke tempat itu. Membuat Gista menghela nafas lega.
Ia harus segera mendapatkan pinjaman uang itu. Sebab tadi siang Gista mendapati sang bapak berada di rumah dalam keadaan babak belur karena ulah preman bayaran rentenir itu.
Dua jam berlalu.
Kafe telah tutup dan semua pekerja pun sudah kembali pulang. Sementara Gista masih berada di tempat parkir tempat itu.
Gadis itu memeriksa ponselnya. Saat itu pula sebuah pesan masuk dari Dirga diterimanya.
“Ikuti mobil saya.”
Kepala Gista memutar untuk mencari keberadaan mobil mewah milik sang atasan. Ia pun bergegas menaiki sepeda motornya ketika melihat Dirga melaju keluar dari halaman kafe.
*Menempuh perjalanan selama kurang lebih dua puluh menit, mobil Dirga pun berbelok memasuki halaman sebuah gedung tinggi menjulang. Gista masih dengan setia membuntuti dengan motor matic* nya. Hingga sang atasan memarkirkan kereta besinya di basemen apartemen itu.
“Tinggalkan helm kamu disini. Dan jangan lupa kunci motornya.” Perintah Dirga sambil berlalu.
Gista menurut. Ia kemudian mengekori langkah pria berusia tiga puluh lima tahun itu masuk ke dalam lift.
Hening tercipta di dalam kotak besi berjalan itu. Gista sesekali mengamati papan angka, ke lantai berapa mereka akan berhenti.
“Ayo.”
Gista tersentak ketika pintu lift sudah terbuka. Ia dengan cepat mengikuti langkah lebar Dirga. Pria dewasa itu sudah berdiri di depan sebuah unit, kemudian menempelkan kartu pada gagang pintu.
“Silahkan masuk.” Pria itu meminta Gista untuk masuk lebih dulu. Ia pun menyusul setelah menutup pintu.
Gista tercengang. Baru kali ini ia berada di dalam sebuah apartemen. Ruangan itu, tidak seperti yang pernah ia lihat di media sosial. Namun lebih luas, mewah dan memiliki tangga penghubung ke lantai atas.
Mungkin tempat itu adalah apartemen bertipe penthouse. Gista pun menduga dalam hatinya.
“Sampai kapan kamu akan berdiri disana?”
Suara maskulin Dirga membuyarkan kekaguman Gista atas kemewahan apartemen itu. Pria itu sudah duduk di atas sofa, dengan kaleng minuman bersoda di tangan kanannya.
Gista menelan ludah kasar, dengan ragu ia melangkah mendekati sang atasan.
“Jadi, kamu sangat memerlukan uang itu segera?” Tanya Dirga saat Gista baru saja mendaratkan bokongnya di atas sofa yang berseberang dengan pria itu.
Gista menganggukkan kepalanya.
“Lalu, bagaimana cara kamu membayar hutangmu nanti pada saya? Uang seratus lima puluh juta itu cukup banyak. Dan kamu masih berstatus mahasiswa tingkat akhir. Yakin kamu bisa melunasinya nanti?” Tanya Dirga lagi.
Gista menghela nafasnya kasar. Apa mungkin ia di permainkan oleh adik ipar Renatta ini?
“Jangan berpikir saya mempermainkan kamu. Kresek ini— Dirga menunjuk kantong kresek berwarna hitam di atas meja di hadapannya. “Isinya adalah uang yang kamu minta. Saya hanya memastikan saja. Apa saya memberikan pinjaman pada orang yang bisa di percaya? Terlepas dari kamu adalah sahabatnya Renatta.” Imbuh pria itu lagi.
Gista salah. Dirga bisa membaca apa yang ada di pikirannya.
“Saya mau melakukan apapun yang bapak minta.” Jawab gadis itu dengan tegas.
“Contohnya?”
“Saya mau menjadi asisten rumah tangga tanpa di gaji.”
“Lalu? Darimana kamu akan mencari uang untuk biaya hidup? Ingat. Kamu mahasiswa tingkat akhir. Perlu banyak biaya untuk kelulusan nanti.”
Gista kembali menghela nafasnya. Yang Dirga katakan memang benar adanya. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain selain menawarkan dirinya.
Ya. Menawarkan dirinya.
“J-jika bapak mau, s-saya bersedia—
“Tidur dengan saya?”
...****************...