[HOT!]
Catherine dulunya adalah murid kutu buku yang polos dan kerjaannya hanya belajar di perpustakaan. Namun suatu hari, dia terlibat taruhan dengan Bastian. Mereka mereka memulai sebuah taruhan gila dan semenjak itu hidup Catherine benar-benar berubah drastis. Bastian mengajarinya hal-hal aneh dan liar yang tidak pernah Catherine ketahui ataupun coba sebelumnya.
Intinya, Bastian dan Catherine adalah teman di atas ranjang.
Hubungan mereka hanya sebatas sebagai teman yang saling memanfaatkan untuk memuaskan nafsu.
Tidak kurang, tidak lebih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Luka dan Sentuhan Aneh
“Dia bisa mati,” ujar Catherine memperingati Bastian.
Akhirnya mereka melakukan kontak mata. Catherine bisa mendapati tatapan amarah milik Bastian. Pria itu terlihat begitu asing dimatanya sekarang, bukan seperti Bastian yang ia kenal. Bastian yang ini tidaklah jahil dan tengil, tetapi Bastian yang ini terlihat menyeramkan.
“Dia pantas mati,” desis Bastian pelan.
Catherien mengeratkan genggamannya pada pistolnya sebelum berusaha menarik fokus Bastian untuk menatap dirinya.
“Kalau kau memang ingin mendapatkan hukuman, tolong jangan libatkan aku. I am begging you Bastian,” pinta Catherine akhirnya, bahkan tanpa ia sadari matanya mulai memerah nyaris menangis.
Richard yang terkapar lemah di bawah menyaksikan perdebatan kecil itu sebelum tertawa kecil diakhiri suara ringisannya karena luka yang terdapat para area bibirnya itu.
“Lihat, sudah kubilang kan, hubungan kalian sekedar dari orang asing.”
Richard tampak menatap tertarik terhadap interaksi diantara keduanya itu. Jarang-jarang ia melihat Bastian bisa lepas kendali hanya karena seorang murid culun di kampus mereka. Padahal nyatanya ada lebih banyak wanita seksi yang selalu siap sedia menyambut Bastian di atas ranjang mereka.
Catherine akhirnya beralih menatap Richard. Padahal Catherine sudah berniat menolong nyawa pria itu sekarang tetapi tampaknya Richard memang hobi mencari masalah dan memancing emosi orang.
Catherine kemudian bangkit berdiri disusul Bastian. Catherine akhirnya menginjak kaki Richard sekali membuat pria itu menjerit kesakitan.
“Kau pria atau bukan, kenapa kepo dengan hubungan orang seperti ibu-ibu komplek hah? Bahkan melawanku saja kau kalah,” ujar Catherine akhirnya, mengutarakan kekesalan yang sedari ia tahan.
Sedangkan Richard yang tergeletak lemah di bawah hanya bisa diam menahan malu bercampur kaget sebab Catherine berani juga menghinanya secara terang-terangan begini. Richard tidak menyangka Catherine akan seberani itu, ia pikir Ccatherine adalah tipe yang malu-malu.
Richard kemudian dengan sedikit kesusahan bangkit berdiri. Pria itu tampak mengusap bibirnya dan seketika jemarinya langsung kotor akan darah.
Richard kemudian berbalik untuk menatap lekat ke arah Catherine, “Bastian itu pria br*ngsek,” ujar Richard seakan memepringatkan Catherine.
“Iya, tapi dia tidak sebr*ngsek dirimu,” balas Catherine lagi.
“Kau akan menyesalinya, aku sudah memperingatimu.”
“Aku tidak akan menyesal,” balas Catherine dengan lebih kuat lagi sebelum akhirnya melempar pistol itu ke arah Richard yang berakhir mengenai kepalanya.
“Ambil pistolmu itu dan belajar lagi lain kali sebelum melawanku,” ujar Catherine yang cenderung menghina dan menginjak harga diri pria itu sebelum akhirnya Richard pergi dari sana denganc epat.
Bastian hanya tersenyum miring melihat keberanian Catherine itu.
“What an interesting girl,” gumam Bastian yang merasa bangga akan Catherine.
“Kau mau kemana?” tanya Bastian saat melihat Catherine hendak berjalan keluar dari ruangan karatenya setelah wanita itu selesai mengganti pakaian karatenya itu dengan pakaian biasanya di awal.
Bastian masih menyandarkan dirinya ke dinding dengan segala luka mengerikan yang ada di wajahnya itu. Pria itu terlihat sangat santai sekarang, tidak terlihat seperti seseorang yang habis berkelahi besar.
Catherine hanya berdiam diri, mengabaikan pria itu. Lebih tepatnya Catherine masih marah atau barangkali kesal dengan sikap kekanak-kanakan mereka. Berkelahi secara membabi buta seperti itu benar-benar tidaklah terlihat keren apalagi dewasa.
Walaupun Catherine menghargai pengorbanan Bastian yang membantunya lolos dari Richard.
“Masih marah?” tanya Bastian akhirnya karena Catherine tak kunjung membalas perkataannya.
“Cath?” panggil Bastian lagi yang masih di abaikan.
Catherine sudah hendak berjalan keluar sebelum akhirnya wanita itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik untuk menatap Bastian.
“Kau suka berkelahi?” tanya Catherine kepada Bastian sembari melipat tangannya.
“Kau juga suka,” balas Bastian jujur.
Terlalu jujur dan tidak bisa membaca kondisi, seharusnya di kondisi seperti sekarang Bastian itu membujuk Catherine agar tidak marah, tapi yang pria itu lakukan malahan memancing keributan.
“Kau suka tubuhmu penuh dengan luka?” tanya Catherine lagi.
“Aku ini seorang pria, luka seperti ini tidak seberapa,” balas Bastian lagi yang tak mau kalah.
“Benarkah?” tanya Catherine dengan nada menantangnya, ia kemudian berjalan mendekat ke arah Bastian kemudian menekan sekali luka yang berada pada sudut bibir pria itu membuatnya meringis sedikit.
Oke, sepertinya Bastian lupa hukum mengenai para wantia yang selalu benar. Mereka para kaum hawa tidaklah pernah salah.
“Sakit kan?”
Bastian hanya bisa termenung, menyadari kesalahannya.
“Jangan marah lagi,” bujuk Bastian akhirnya dengan nada bicaranya yang lebih lembut, tidak seperti di awal-awal yang seperti ingin mengajak untuk berselisih kata.
“Kenapa meladeni pria seperti itu?” tanya Catherine lagi kepada Basstian, jujur ia benar-benar takut melihat perkelahian mereka tadi.
Catherine memang terbiasa d engan kekerasan karena ia sendiri juga menekuni bidang bela diri. Catherine juga terbiasa melihat perkelahian seperti itu, sekalipun luka darah. Tetapi entah kenapa melihat Bastian dalam keadaan luka seperti ini membuatnya takut setengah mati.
“Karena dia membuatku emosi,” jawab Bastian jujur.
“Dia itu memiliki penyakit jiwa, jangan perdulikan orang seperti itu,” ujar Catherine layaknya seorang ibu yang memperingati anaknya untuk tidak berlari-larian di taman akrena takut terjatuh.
Come on, Bastian bukanlah anak kecil lagi. Dan juga Richard bukanlah lawan yang berat baginya. Tetapi melihat Catherine yang marah besar seperti ini, Bastian menebak bahwa wanita itu khawatir kepadanya. Lebih percaya diri sedikit tidak apa-apa kan?
“Baiklah aku salah,” ujar Bastian sebelum mengulum senyumnya, cenderung menahan tawanya.
‘Kenapa?” tanya Catherine yang melihat tingkah aneh pria itu.
“Jangan bilang kau sedang khawatir kepadaku?” tanay Bastian berniat menggoda Catherine.
Catherine terdiam sejenak, lantaran terlalu kaget dengan kaliamt eprcaya diri milik Bastian itu.
“Kalaupun kau mati di tangan Richard tadi, sepertinya aku akan menjadi orang pertama yang merayakannya. Setidaknya hutangku itu akan lunas,” ujar Catherine lagi yang kini disambut Bastian dengan raut kagetnya.
“Dasar, kaliamtmu itu terlalu pedas,” protes Bastian.
“Kalau begitu obati aku,” pinta Bastian lagi kepada Catherine.
“Obati sendiri.”
“Please?” mohon Bastian sembari melembutkan nada bicaranya, bahkan sembari mengedipkan matanya beberapa kali. Entah kenapa sikap pria itu berubah menjadi manja.
“Tunggu disini sebentar, aku akan pergi mengambil kotak p3k dulu,” ujar Catherine kemudia hendak beranjak pergi dari sana sebelum terhenti karena kalimat selanjutnya dari Bastian.
“Tidak perlu.”
Catherine menautkan alisnya, “Tidak perlu?” Catherine balik bertanya.
Basstian kemudian segera melepas jaket yang sedang ia pakai kemudian memakaikannya pada tubuh Catherine sebelum menarik tudung kepalanya untuk menutupi wajah Catherine. Ukuran jaket Bastian itu sangatlah besar, menenggelamkan tubuh Catherine didalamnya.
“Ke kamar asramaku saja, disana lengkap.”