"Putuskan anak saya sekarang juga! Saya sudah menyiapkan sosok laki-laki yang lebih pantas buat dia daripada kamu yang hanya seorang montir."
"Maaf Pak, tapi anak anda cintanya cuma saya."
Satya Biantara, seorang pria yang hanya bekerja sebagai montir tiba-tiba malah di buat jatuh cinta oleh seorang gadis dari keluarga kaya, dia lah Adhara Nayanika.
"Mas Bian, kita kawin lari aja yuk!"
"Nggak ah capek, enak sambil tiduran."
"Mas Biaaaaannn!!"
Follow IG : Atha_Jenn22
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Jenn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Arsen melaporkan apa yang di dengarnya pada Dhanu, Dhanu sendiri merasa murka. Pria paruh baya itu kini sedang duduk dengan amarah yang ia tahan-tahan. Dia menunggu kepulangan Dhara. Dan benar saja tidak berapa lama Dhara pun pulang, terlihat rona bahagia di wajah Dhara.
"Dhara! Sini kamu, Papa mau bicara!"
Dhara yang hendak langsung ke kamar pun mengurungkan niatnya itu, dia langsung mendekat ke arah sang Papa.
"Ada apa ya Pa?" tanya Dhara.
"Putuskan pacar kamu itu sekarang atau Papa buat dia celaka! Silahkan pilih salah satu!" ucap Dhanu tegas.
Dhara menatap sang Papa tak percaya, "Pa, bukannya kemarin Papa ijinin Dhara menjalin hubungan dengan pria yang Dhara cintai, tapi kenapa sekarang Papa berubah? Sampai Papa mencelakai pria yang Dhara cintai, Papa harus siap Dhara benci!" ancam Dhara, gadis itu menatap sang Papa sengit.
Setelah mengatakan itu Dhara lalu pergi ke kamarnya, gadis itu tak membiarkan sang Papa mengucapkan sesuatu. Dhara langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjangnya, tubuh Dhara bergetar menandakan bahwa gadis itu menangis.
Ponsel Dhara berdering, tak ada niat sama sekali gadis itu untuk menjawab panggilan itu. Sampai akhirnya saking lelahnya dia menangis, Dhara pun berakhir ketiduran.
gadis itu menggeliat, tangannya meraba-raba mencari dimana keberadaan ponselnya. Matanya melebar saat melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari nomor Aletta, Bian, bahkan ada beberapa pula dari nomer yang tak dikenal. Dhara mencoba menghubungi Aletta kembali.
[Ta, lu ken__]
[Lu kemana aja gila? Gue sampai frustasi telponin lu tahu nggak Ra!]
[Emang ada apa sih Ta, gue baru banget bangun tidur]
[Di saat lu enak-enak tidur, Mas Bian lu sedang bertaruh anatar hidup dan mati]
[Maksud lu apa Ta?] Dhara langsung menegakkan duduknya.
[Sekarang lu datang ke rumah sakit xxx, gue nggak bisa jelasin di telepon]
Tanpa menunggu lama Dhara langsung mematikan sambungan teleponnya, gadis itu bergegas keluar tanpa memoles wajahnya, jangankan memoles cuci muka saja tidak. Pikiran Dhara sudah tidak tenang.
Saat dia turun dari tangga, Dhara berpapasan dengan Papanya. Gadis itu sama sekali tak mau menyapa dan menatap sang Papa.
"Jangan pernah anggap perkataan Papa hanya gertakan semata Dhara." setelah mengatakan itu Dhanu menaiki tangga lagi tanpa menoleh ke arah Dhara. Dhara sendiri sejenak terpaku sampai akhirnya tersadar lagi dan buru-buru keluar dari rumahnya.
Sementara itu Bhumi dengan raut wajah khawatir sedang menunggu di depan ruang tindakan. Pria itu menjadi saksi saat sang sahabat di tabrak dengan begitu kencang oleh sebuah mobil, membuat tubuh Bian terpental sampai beberapa meter.
"Please Sat! Lu harus kuat Sat, banyak mimpi kita yang belum tercapai Sat, lu juga pengen bahagiain Bapak sama Ibu kan Sat, lu nggak kasihan kalau lihat Ibu nangis Sat, tolong yang kuat Sat," Bhumi tak bisa lagi menahan tangisnya, sudah setengah jam lebih dan Bian belum di tangani dengan maksimal.
Dnegan napas yang terengah-engah Dhara akhirnya sampai ke rumah sakit itu, Dhara dapat melihat Bhumi yang duduk menunduk dan di sampingnya ada Aletta yang juga menemaninya.
"Ta, Mas Bian gimana?" tanya Dhara, Aletta menggeleng, air mata Dhara kini menggenang di pelupuk matanya.
Dhara berjalan ke arah pintu, dia dapat melihat kondisi Bian dari celah pintu. Gadis itu membekap mulutnya agar tangisnya tak pecah saat itu juga, Aletta langsung mendekat dan memeluk Dhara.
"Ta, Mas BIan__"
"Lu tahu apa yang harus lu lakuin Ra, dia harus di operasi segera tapi sepertinya pihak rumah sakit sengaja mengulur-ulur waktu, lu pasti tahu apa penyebabnya kan?"
Dhara memejamkan matanya, dia ingin sekali berteriak dan marah pada sang Papa jika memang ini adalah ulahnya. Dhara menepi, gadis itu langsung menghubungi Papanya.
[Iya ada apa sayangnya Papa? Perlu bantuan kah?"
[Pa, kenapa Papa tega mencelakai orang lain hanya demi kepentingan Papa sendiri, kenapa Pa?!]
[Papa hanya ingin membuat kamu nurut kembali, menjadi anak Papa yang manis dan mau mendengar apa yang Papa inginkan]
[Tapi tidak dengan mempertaruhkan nyawa orang lain begini Pa. Pa, Dhara mohon tolong mudahkan Mas BIan agar cepat di tangani Pa, dia juga seorang putra kebanggan orang tuanya Pa, Dhara mohon Pa]
[Tapi semuanya tidak gratis Dhara, kamu harus membayarnya dengan mahal]
[Baiklah, Dhara akan jadi anak yang baik dan penurut untuk Papa]
[Good girl]
Setelahnya Dhanu mematikan secara sepihak, tidak lama kemudian Bian di bawa keluar, Dhara tak bisa lagi menahan air matanya saat melihat tubuh BIan yang penuh darah, gadis itu berlari dang memegang tangan BIan.
"Mas Bian, kamu pasti kuat," ucap Dhara, hanya itu yang bisa ia ucapkan, tangannya terus menggenggam erat tangan Bian. Bian membuka matanya sedikit, pria itu tersenyum menatap Dhara.
"Jangan nangis, aku nggak apa-apa," ucap Bian lirih. Genggaman tangan Bian terpaksa harus Dhara lepaskan saat Bian di bawa masuk kedalam ruang operasi. Dhara langsung terduduk lemas di depan pintu ruangan tersebut.
Aletta langsung memeluk Dhara, Dhara sendiri langsung menangis di pelukan sahabatnya itu.
"Papa gue kenapa jahat banget Ta, kenapa dia dengan teganya mencelakai seseorang demi kepentingannya sendiri, kenapa Ta? Kenapa gue harus terlahir jadi keluarga yang tak punya belas kasih seperti itu."
"Apa di mata mereka cinta harus setara, apa semenakutkan itu hubungan jika tak setara."
Aletta hanya diam, sebab dia sudah merasakan bagaimana kejamnya seorang Dhanu Wiratmaja. Tapi tak bisa ia pungkiri cintanya pada sang putra tetap sama besarnya dengan rasa sakit yang ia dapatkan.
Sedangkan di kediamannya, Risa menatap suaminya dengan tatapan kecewa.
"Mama kenapa menatap Papa seperti itu?"
"Sampai kapan Papa terus ikut campur urusan asmara anak kita, apa Papa tidak ingin mereka bahagia dengan pilihannya sendiri? Apa Papa merasa bahagia kalau sudah bisa mengontrol perasaan mereka?"
"Mama kenapa sih? Tumben-tumbenan Mama seperti ini? Papa hanya ingin anak-anak kita mendapat yang terbaik, ini semua juga demi masa depan mereka agar semakin cerah Ma, Papa melakukan ini bukan hanya demi keuntungan Papa tapi demi mereka juga."
"Mama rasanya sedih Pa, Mama tahu kalau Pandhu menjalin hubungan dengan sahabat Dhara dan akhirnya Papa membuat gadis itu merasakan kesusahan dalam hidupnya. Dan kini dengan teganya Papa juga memupuskan perasaan Dhara, hanya karena pria yang ia cintai hanya seorang pria biasa, bukan dari kalangan seperti kita, tapi siapa yang bisa mencegah rasa itu ada Pa. Apa Papa ingin anak kita tak merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya?"
"Ma kalau mereka berkecukupan mereka akan bahagia, Papa jamin itu," kekeh Dhanu.
Risa menghela napas saat mendengar jawaban sang suami, tanpa berkata apa-apa lagi Risa memilih meninggalkan suaminya begitu saja.
/Sob//Sob/