Wilda Sugandi adalah seorang istri yang baik hati dan menurut pada sang suami, Arya Dwipangga. Mereka sudah menikah selama 5 tahun namun sayang sampai saat ini Wilda dan Arya belum dikaruniai keturunan. Hal mengejutkan sekaligus menyakitkan adalah saat Wilda mengetahui bahwa Arya dan sahabat baiknya, Agustine Wulandari memiliki hubungan spesial di belakangnya selama ini. Agustine membuat Arya menceraikan Wilda dan membuat Wilda hancur berkeping-keping, saat ia pikir dunianya sudah hancur, ia bertemu dengan Mikael Parovisk, seorang CEO dari negara Serbia yang jatuh cinta padanya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membalas Hinaan Karena Tidak Terima
Selepas Zulaikha pergi dengan langkah angkuhnya, Mikael masih berdiri di tempatnya, menatap warung nasi uduk dan gorengan itu dengan perasaan campur aduk. Hatinya dipenuhi rasa iba terhadap Wilda, namun di sisi lain, ia ragu untuk mendekati wanita itu. Kata-kata Zulaikha yang merendahkan Wilda masih terngiang di telinganya. Mikael menghela napas panjang. Ia ingin sekali menghampiri Wilda dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, ia tidak tahu harus memulai dari mana. Ia juga tidak ingin Wilda merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Mikael dalam hati.
Matanya terus tertuju pada Wilda yang masih sibuk melayani pelanggan. Wanita itu tampak tegar dan sabar menghadapi semua yang terjadi. Senyumnya masih terukir di wajahnya, meskipun Mikael tahu, hatinya pasti sedang terluka.
Tiba-tiba, ponsel yang ada di saku celananya berdering. Mikael segera mengangkat teleponnya.
"Halo?"
"Mikael, kamu di mana? Ada meeting penting yang harus kamu hadiri sekarang juga," suara sekretarisnya terdengar tergesa-gesa dari seberang telepon.
Mikael melihat jam tangannya. Ia terkejut, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia memang harus segera kembali ke kantor.
"Baik, saya segera ke sana," jawab Mikael.
Ia kemudian menutup teleponnya dan menatap warung nasi uduk dan gorengan itu sekali lagi. Hatinya masih belum tenang, namun ia harus pergi sekarang.
"Aku akan kembali lagi, Wilda," janji Mikael dalam hati.
Ia kemudian berjalan menuju mobilnya dan segera melajukan kendaraannya menuju kantor.
Selama perjalanan, pikiran Mikael terus tertuju pada Wilda. Ia tidak bisa melupakan tatapan mata wanita itu yang terlihat sedih dan terluka. Mikael ingin sekali membantu Wilda, namun ia tidak tahu bagaimana caranya.
"Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi," tekad Mikael.
Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan kembali lagi ke warung nasi uduk dan gorengan itu. Ia ingin mengenal Wilda lebih dekat dan menawarkan bantuan jika wanita itu membutuhkannya. Mikael yakin, di balik ketegaran Wilda, ada luka yang sedang ia sembunyikan. Dan Mikael ingin menjadi seseorang yang bisa menyembuhkan luka itu.
****
Nurjannah, yang sejak tadi mendengar dengan jelas setiap hinaan yang dilontarkan Zulaikha kepada Wilda, berusaha untuk tetap tenang dan menahan diri. Ia tidak ingin membuat keributan di depan para pelanggan yang sedang makan di warungnya. Nurjannah tahu betul bagaimana sakitnya hati Wilda mendengar perkataan ibu mertuanya itu. Sebagai seorang ibu, ia sangat tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu.
"Wanita itu sudah keterlaluan," gerutu Nurjannah dalam hati. Ia mengepalkan tangannya, menahan amarah yang sudah memuncak.
Setelah warung nasi uduk dan gorengan tutup dan semua pelanggan sudah pergi, Nurjannah tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia sudah bertekad untuk melabrak Zulaikha dan membalas semua hinaan yang telah ia lontarkan kepada Wilda.
"Aku tidak akan membiarkan anakku diperlakukan seperti itu," kata Nurjannah dengan nada marah. Ia kemudian mengambil tasnya dan bergegas keluar rumah, mencari keberadaan Zulaikha.
Nurjannah tidak tahu di mana Zulaikha berada. Ia hanya berharap bisa segera menemukan wanita itu dan meluapkan semua amarahnya. Nurjannah sudah tidak peduli lagi dengan sopan santun. Ia hanya ingin membela anaknya yang telah dihina dan direndahkan oleh ibu mertuanya sendiri.
"Zulaikha harus mendapatkan pelajaran," gumam Nurjannah sambil terus berjalan mencari Zulaikha.
Sementara itu, Wilda yang melihat ibunya pergi dengan wajah marah, merasa khawatir. Ia tahu ibunya pasti akan mencari Zulaikha untuk membalas perbuatan wanita itu. Wilda tidak ingin ibunya terlibat masalah dengan Zulaikha. Ia takut kejadian ini akan semakin memperburuk hubungan antara keluarganya dan keluarga Arya.
"Ibu, jangan lakukan ini," kata Wilda dalam hati. Ia berharap ibunya bisa menahan diri dan tidak bertindak gegabah.
Wilda kemudian mencoba menghubungi ibunya melalui telepon, namun panggilannya tidak dijawab. Ia semakin khawatir dan cemas. Wilda tidak ingin ibunya melakukan sesuatu yang akan ia sesali nanti.
"Aku harus mencari Ibu," kata Wilda dengan panik.
Ia kemudian berlari keluar rumah, mencari ibunya yang sudah pergi melabrak Zulaikha. Di sisi lain, Nurjannah akhirnya menemukan Zulaikha sedang berada di sebuah restoran mewah. Tanpa ragu, Nurjannah langsung menghampiri wanita itu dan melabraknya di depan banyak orang.
"Zulaikha, kamu benar-benar keterlaluan! Berani-beraninya kamu menghina anakku di depan umum!" kata Nurjannah dengan suara keras.
Zulaikha yang tidak menyangka akan dilabrak oleh Nurjannah, terkejut dan malu. Ia mencoba untuk membela diri, namun Nurjannah tidak memberinya kesempatan. Nurjannah terus saja memarahi Zulaikha dan mengungkapkan semua kekesalan yang sudah ia rasakan.
Kejadian itu menjadi tontonan banyak orang yang ada di restoran tersebut. Zulaikha yang merasa malu dan terpojok, akhirnya hanya bisa terdiam dan menahan amarahnya.
****
Di saat yang sama, tak jauh dari tempat itu, Agustine secara kebetulan sedang berada di restoran yang sama. Ia melihat dengan jelas bagaimana Nurjannah melabrak Zulaikha di depan banyak orang. Agustine, yang selama ini menyimpan dendam pada Wilda dan keluarganya, melihat kejadian ini sebagai peluang emas untuk membalas dendam.
"Ini kesempatan yang bagus untuk membuat Zulaikha berpihak padaku," gumam Agustine dalam hati. Ia kemudian menghampiri Nurjannah dan Zulaikha yang masih berdebat.
"Maaf, Bu Nurjannah, Bu Zulaikha," kata Agustine dengan nada pura-pura menyesal.
"Saya mohon, jangan bertengkar seperti ini. Ini tempat umum, tidak baik dilihat orang."
Nurjannah yang masih diliputi amarah, tidak mempedulikan perkataan Agustine. Ia terus saja memarahi Zulaikha.
"Kamu tidak tahu apa-apa, Agustine! Zulaikha sudah menghina anak saya di depan banyak orang!" kata Nurjannah dengan suara tinggi.
Agustine berpura-pura terkejut. "Menghina bagaimana, Bu?" tanyanya dengan wajah penasaran.
Nurjannah kemudian menceritakan semua hinaan yang dilontarkan Zulaikha kepada Wilda. Agustine mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali mengangguk-angguk.
Setelah Nurjannah selesai bercerita, Agustine menoleh ke arah Zulaikha. Ia melihat wanita itu tampak malu dan kesal. Agustine kemudian berkata dengan nada lembut, "Bu Zulaikha, saya mengerti perasaan Ibu. Tapi, saya rasa, Ibu tidak seharusnya mengatakan hal itu kepada Wilda. Dia juga seorang wanita yang punya perasaan."
Zulaikha yang merasa mendapat dukungan dari Agustine, sedikit tenang.
Ia kemudian berkata, "Kamu benar, Agustine. Saya memang sudah keterlaluan. Saya minta maaf."
Agustine tersenyum dalam hati. Ia berhasil membuat Zulaikha berpihak padanya. Sekarang, ia tinggal memanfaatkan situasi ini untuk mencapai tujuannya.
"Bu Zulaikha, saya tahu Ibu sangat ingin Arya bahagia. Saya juga ingin Arya bahagia. Oleh karena itu, saya mohon, restui hubungan kami. Saya berjanji akan membuat Arya bahagia," kata Agustine dengan nada memohon.
Zulaikha terdiam sejenak. Ia menatap Agustine dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, akhirnya ia mengangguk setuju.
"Baiklah, Agustine. Saya merestui hubungan kalian. Saya percaya, kamu bisa membuat Arya bahagia," kata Zulaikha.
Agustine sangat senang mendengar jawaban Zulaikha. Ia kemudian berterima kasih kepada wanita itu dan berjanji akan segera menikahi Arya.
"Terima kasih, Bu. Saya janji tidak akan mengecewakan Ibu," kata Agustine.