Sebuah Seni Dalam Meracik Rasa
Diajeng Batari Indira, teman-teman satu aliran lebih suka memanggilnya Indi, gadis Sunda yang lebih suka jadi bartender di club malam daripada duduk anteng di rumah nungguin jodoh datang. Bartender cantik dan seksi yang gak pernah pusing mikirin laki-laki, secara tak sengaja bertemu kedua kali dengan Raden Mas Galuh Suroyo dalam keadaan mabuk. Pertemuan ketiga, Raden Mas Galuh yang ternyata keturunan bangsawan tersebut mengajaknya menikah untuk menghindari perjodohan yang akan dilakukan keluarga untuknya.
Kenapa harus Ajeng? Karena Galuh yakin dia tidak akan jatuh cinta dengan gadis slengean yang katanya sama sekali bukan tipenya itu. Ajeng menerima tawaran itu karena di rasa cukup menguntungkan sebab dia juga sedang menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya di kampung. Sederet peraturan ala keraton di dalam rumah megah keluarga Galuh tak ayal membuat Ajeng pusing tujuh keliling. Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyai Gendeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gatal!
Ajeng pergi bekerja seperti biasanya. Ia sudah tiba di klub malam tempat ia bekerja tepat pukul sebelas malam. Malam ini, Ajeng hanya berharap satu hal, Galuh tidak akan datang ke klub malam itu dan mengacaukan lagi pekerjaannya. Sebenarnya, Galuh juga tidak mengacaukan Ajeng, tetapi setiap kali ada Galuh di tempat dia bekerja, Ajeng rasanya tidak bebas.
Lelaki itu seperti sedang memperhatikannya secara diam-diam. Bukannya dia kepedean, tapi memang beberapa kali sering kedapatan oleh Ajeng, Galuh sedang melihatnya dengan begitu lekat, apalagi ketika ada beberapa pelanggan yang sering memesan minum kepadanya dan bercanda cukup lama dengan Ajeng, maka Galuh akan memasang tampang yang tidak enak dilihat sama sekali.
Setiap kali Ajeng memprotes hal itu, Galuh selalu berkilah dan ia mengatakan bahwa itu hal yang wajar karena walaupun mereka akan terlibat dalam pernikahan pura-pura nantinya, tetap saja orang-orang tahu itu adalah pernikahan sungguhan dan dia tidak ingin harga dirinya sebagai seorang suami nantinya malah jatuh karena membiarkan istrinya asyik bercanda dengan laki-laki lain sebegitu akrabnya.
"Alah! Bilang aja lo emang nggak pengen lihat gue seneng," ungkap Ajeng dengan segala kekesalannya kepada Galuh pada waktu itu.
"Bukan kayak gitu, lo tau sendiri kan gue ini dari keluarga terhormat, dari keluarga bangsawan. Jadi kalau istri gue tingkahnya kayak lo gini, ya gue bakal diomongin sama orang-orang," sanggah Galuh.
Kalau sudah mengatakan alasan seperti itu, Ajeng malah tidak bisa melawan karena apa yang dikatakan Galuh adalah benar. Galuh bukan orang biasa, ia terlahir dari keturunan bangsawan Jawa juga dikenal sebagai seseorang yang memiliki kedudukan penting di perusahaan keluarganya.
Dan ada yang tidak boleh dilupakan oleh Ajeng, karena Galuh adalah sosok yang sangat populer di mana-mana. Namanya selalu diperbincangkan oleh orang-orang. Jadi ya wajar saja kalau Galuh ingin menjaga harkat dan martabatnya sebagai seorang suami yang tidak mengizinkan Ajeng untuk bercanda dengan laki-laki lain, tapi masalahnya saat ini, mereka pun belum menikah tetapi laki-laki itu sudah begitu otoriter terhadap dirinya.
"Gue tuh cuma ngomong buat kebaikan elo aja. Jadi selama lo nanti jadi istri bohongan gue, lo juga nggak tertekan dengar omongan orang-orang. Lo bisa bertahan kan selama berapa bulan untuk jadi istri yang baik dan dengar kata suami lo nanti." Begitu gertak Galuh lainnya yang semakin membuat Ajeng bungkam ketika.
Nah, malam ini Ajeng berharap kalau tidak ada ada Galuh juga ke klub malam itu atau kalau memang a ingin datang ke klub malam itu, ia tidak perlu dekat dengannya. Ajeng ingin menjalani pekerjaannya seperti biasa dan tidak diawasi.
Beda halnya ketika Galuh ada di klub malam dengan Ajeng yang sedang bekerja, lelaki itu terasa sedang mengulitinya hidup-hidup ketika sedang melihatnya melayani para pelanggan dan itu benar-benar mengganggu Ajeng.
Sudah hampir dua jam berlalu, Ajeng bisa bernapas lega sepertinya Galuh memang tidak datang malam ini. Dia berseru di dalam hati. Dia bisa lebih leluasa melayani para pelanggannya. Namun, ternyata dugaannya salah. Galuh kali ini datang juga sesuai seperti harapannya. Lelaki itu tidak menyapa dirinya, ia malah sibuk berjoget dengan seorang perempuan dan mereka tampak begitu akrab. Perempuan itu juga sangat seksi. Ajeng mengenalnya sebagai salah satu bidadari di klub malam ini dalam artian perempuan itu banyak dikenal oleh orang-orang karena kecantikan dan kemolekan tubuhnya.
Ajeng sewot dong, kok Galuh aja yang boleh ngelarang dia ini dan itu, sementara Galuh berbuat seenaknya. Jadi sembari mengocok batu es yang ada di dalam shaker, Ajeng menatapi lelaki itu dengan pandangan yang sangat tajam. Galuh cuek saja diperhatikan sebegitu tajam oleh Ajeng. Dia malah semakin gencar menggoda Ajeng dengan memeluk perempuan yang saat ini dengan bergoyang dengannya.
"Mau ngapain sih lo kemari lagi?" Ajeng berdecak sebal sembari mempersiapkan beberapa minuman yang baru saja dipesan oleh pelanggan yang baru datang. Galuh menghampirinya lagi.
"Kan gue udah bilang, lo itu nggak ada hak buat larang-larang gue ke sini. Ini itu tempat umum, kenapa juga gue masih dengerin omongan lo yang gak ngebolehin gue datang ke tempat ini. Kalau mau kerja ya udah kerja aja," balas Galuh tak mau kalah.
"Egois banget ya lo. Lo nggak izinin gue bercanda sama cowok-cowok yang mesan minuman ke gue, padahal itu memang profesi gue sebagai seorang bartender di sini. Terus dengan dalih sebagai calon suami yang gak mau nantinya bakal dibikin malu oleh istrinya, kalau kelakuan gue kayak gitu coba berkaca dengan diri lo sendiri emangnya lo udah baik? Lo itu bener-bener cowok yang murahan! Lo ngerti murahan nggak sih?"
Mendengar itu, Galuh jadi berang. Dia mendekat ke arah Ajeng. Sepertinya kata-kata murahan yang digunakan oleh Ajeng tadi menyinggung perasaannya.
"Enak aja lo bilang gue murahan. Gue mahal! Gini-gini walaupun gue banyak deket sama cewek, gue kan nggak pernah sembarangan jalan sama mereka."
"Lo itu kegatelan. Lihat nggak sih lo peluk sini peluk sana maksudnya apa pengen bikin gue cemburu? Nggak bakal!"
Merasa sedang diawasi oleh beberapa staf klub malam yang semakin curiga kepada Galuh dan Ajeng akhirnya Ajeng pergi ke belakang, ke sebuah lorong yang memang sedikit sepi dan jarang dilewati oleh orang-orang itu selalu mengikutinya.
"Inget ya, lo nggak usah berlaga seolah-olah gue ini adalah calon istri lo yang sungguhan. Ingat, kita tuh cuman pura-pura dan gue yang bisa aja biarin lo buat bermesraan sama perempuan lain kayak tadi. Kenapa lo nggak bisa ngelakuin itu buat gue? Kita ini belum juga nikah loh, tapi lo udah sebegitunya ngatur-ngatur hidup gue!"
"Ngatur apaan sih? Gue cuman bilang tata krama dalam keluarga gue. Itu kayak gini calon istri gue itu kayak gini, biar apa? Biar nanti lo juga nggak bakalan malu ketika ketemu dengan keluarga besar gue. Mereka itu penuh dengan maner. Lo harus tahu satu hal, keluarga gue itu beda dengan keluarga orang biasanya. Mereka sangat menjunjung tinggi yang namanya nilai sopan santun, makanya gue ngajarin elo nggak kecentilan sama cowok lain."
"Eh, lo nggak ngaca emangnya lo nggak kecentilan sama perempuan lain? Dari tadi yang kita bahas muter-muter disitu aja, tapi lo terus-terusan marahin gue. Gue ini itu, tapi lo nggak sadar kalau lo sendiri kayak gitu!"
Baru saja Galuh hendak menjawab, Ajeng sudah menghentakkan kaki dan hendak pergi meninggalkannya tetapi Galuh segera mendekati perempuan itu lalu ia menyerahkan sebuah kunci kepada Ajeng. Ajeng menatapnya dengan tidak mengerti.
"Apaan nih?" tanya Ajeng.
"Mobil buat lo udah gua parkirin di luar. Buat lo, gue beliin kan gue udah janji selama jadi pacar bohongan, gue bakal tanggung semua fasilitas buat lo termasuk uang jajan dan juga mobil.
Ajeng menggeleng, hendak menolaknya, ia membuka mulutnya untuk menjawab dan menolak, tetapi Galuh sudah pergi berlalu dengan Ajeng yang hanya bisa termenung dan terpaksa menerima kunci mobil itu.