Amora Kiyoko, seorang gadis yatim piatu yang lembut hati, menjalani hidup penuh cobaan. Ia tinggal bersama bibinya, Tessa, dan sepupunya, Keyla, yang memperlakukannya dengan kejam.
Di tempat lain, Arhan Saskara, CEO muda PT Saskara Group, tengah menghadapi masalah di perusahaannya. Sikapnya yang dingin dan tegas membuat semua orang segan, kecuali sahabatnya, Galang Frederick.
Hari itu, ia ada pertemuan penting di sebuah restoran, tempat di mana Amora baru saja bekerja sebagai pelayan.
Namun, saat hendak menyajikan kopi untuk Arhan, Amora tanpa sengaja menumpahkannya ke tangan pria itu. Arhan meringis menahan sakit, sementara Galang memarahi Amora, "Kau ini bisa kerja atau tidak?!"
Penasaran kelanjutan cerita nya, yuk ikuti terus kisahnya, beri dukungan dan votenya🙏🏻😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Up 5
Setelah sampai di rumah, Arhan langsung disambut oleh ibunya, Rara, yang sedang menerima tamu.
"Mama," sapanya, suaranya datar.
“Eh, Arhan ! Kamu datang, Nak. Kebetulan sekali,” ujar Rara sambil tersenyum. “Kenalkan, ini teman Mama, Pak Johan dan istrinya, Tante Emely.”
Arhan mengangguk sopan. “Arhan, Om, Tante.”
“Oh ya, Han, ini anak mereka, Kinanti,” tambah Rara, memperkenalkan seorang perempuan muda yang duduk anggun di sebelah Emely.
“Kinanti,” ujar gadis itu sambil tersenyum malu.
“Mama, Arhan capek. Mau ke kamar dulu,” potong Arhan, mencoba menghindar.
Namun, Rara menghentikannya. “Arhan, bisa nggak kamu bersikap lebih sopan sama calon istrimu?”
Arhan berhenti sejenak, menoleh dengan alis terangkat. “Calon istri? Sejak kapan Arhan punya calon istri?”
Rara tersenyum tipis, tetapi nadanya tegas. “Kamu sudah 25 tahun, Arhan. Selama ini kamu hanya sibuk bekerja tanpa memikirkan masa depanmu. Mama sudah memutuskan untuk menjodohkan kalian.”
“Mama, jangan bercanda. Arhan sudah dewasa. Arhan bisa cari sendiri,” jawabnya dengan suara yang mulai meninggi.
“Mau sampai kapan, hah? Sampai Mama mati, iya?” balas Rara, suaranya bergetar emosi.
“Mama…” Arhan memejamkan mata, berusaha menenangkan diri.
Melihat situasi memanas, Kinanti mencoba tersenyum menenangkan. “Tidak apa-apa, Tante. Kinan mengerti kok.”
Namun, Arhan memilih pergi tanpa menghiraukan panggilan ibunya yang terus terdengar di belakangnya.
Malam itu, Arhan melampiaskan emosinya dengan memesan minuman di sebuah klub. Tanpa sadar, malam semakin larut, dan dia meninggalkan tempat itu dalam keadaan setengah mabuk. Meski sempoyongan, Arhan berhasil pulang ke apartemennya.
Saat masuk, dia melihat Amora tertidur di sofa dengan piyamanya. Tanpa kata, Arhan mendekatinya, dan tanpa sadar mencium bibirnya.
“Kak… Kakak mabuk?” Amora terbangun, suaranya terdengar panik.
Namun, Arhan tidak menjawab. Dengan mata yang masih diliputi kabut alkohol, dia mendekati Amora lebih jauh, hingga semua batasan yang ada hancur malam itu. Amora hanya bisa menahan tangis, tak mampu melawan.
Pagi harinya, Arhan terbangun dengan kepala berat dan kenangan samar tentang apa yang terjadi semalam. Saat matanya melihat bercak darah di seprai, tubuhnya membeku. Dari kamar mandi, terdengar suara tangisan.
“Amora…” Arhan memanggil pelan sambil mengetuk pintu.
Tangisan di dalam semakin keras.
Arhan membuka pintu dengan hati-hati dan melihat Amora terduduk di lantai, menangis tersedu-sedu.
“Kenapa? Kenapa Kakak lakukan ini ke aku?” isaknya.
Arhan berlutut di depannya. “Maafkan aku, Amora. Aku mabuk, aku tidak sadar apa yang kulakukan…” Dengan hati-hati, dia memeluk Amora yang masih terisak.
“Hiks… hiks… Aku takut, Kak. Bagaimana kalau aku hamil?” suaranya gemetar.
Arhan menggenggam tangannya erat. “Jangan takut. Aku janji, aku akan bertanggung jawab. Tapi kumohon, jangan menangis. Hatiku sakit melihatmu begini.”
Amora mendongak, menatapnya dengan mata basah. “Apa Kakak serius?”
“Iya, aku serius. Aku mencintaimu, Amora,” jawab Arhan mantap.
Mata Amora membesar. “Kakak bilang apa?”
“Aku mencintaimu, Amora,” ulang Arhan sambil tersenyum kecil.
Tangis Amora kembali pecah, tapi kali ini bercampur haru. “Aku tidak menyangka… cinta aku tidak bertepuk sebelah tangan…”
“Sudah, sekarang kita kembali ke kamar. Kalau terus di sini, kamu bisa kedinginan,” ujar Arhan sambil membantu Amora berdiri.
Namun, Amora meringis kesakitan. “Akh…, ini sakit…”
Arhan langsung menggendongnya dan membawanya ke tempat tidur.
“Aku janji, aku akan menikahimu segera,” kata Arhan tegas.
Amora terdiam. “Bagaimana dengan orang tua Kakak?”
“Besok aku akan membawa kamu menemui Mama,” jawabnya tanpa ragu.
“Tapi, Kak—”
“Sudah, jangan pikirkan apa-apa dulu. Sekarang makan. Aku sudah memesannya tadi,” potong Arhan, mengusap kepala Amora lembut.
“Terima kasih,” bisik Amora pelan.
Di sebuah supermarket, Zeline tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria.
“Eh, maaf,” ujar pria itu.
“Iya, gue juga minta maaf,” balas Zeline, lalu keduanya saling memandang.
“Kamu…”
“Lo…”
“Saya Galang,” pria itu memperkenalkan diri.
“Gue Zeline,” jawab Zeline. “Lo tangan kanannya Tuan Muda, kan?”
Galang mengangguk. “Iya. Dan kamu, gadis yang kerja di restoran milik Tuan Muda, kan?”
Zeline terkejut. “Restoran itu milik Tuan Muda?”
“Iya. Bagaimana kalau kita ngopi dulu?” tawar Galang sambil tersenyum.
“Emm… boleh, kalau nggak ngerepotin,” jawab Zeline sedikit ragu.
“Tidak sama sekali. Mari,” ajak Galang, berjalan lebih dulu.
“Terima kasih,” kata Zeline sambil mengikutinya.
mohon dukungan like dan vote nya 🙏🏻😁