"Aliza suka kak diva!!"
"gue gak suka Aliza!!"
"kak diva jahat!!"
"bodo amat"
apakah seorang Aliza akan melelehkan hati seorang ketua OSIS yang terkenal dingin dan cuek itu?atau Aliza akan menyerah dengan cintanya itu?
"Aliza,kenapa ngejauh?"
"kak diva udah pacaran sama Dania"
"itu bohong sayang"
"pret"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akuadalahorang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
fitnah chapter 21
Di dalam kelas, suasana pagi terasa santai.
Aliza duduk bersandar di tembok sambil video call bersama Diva, seperti kebiasaannya. Teman-temannya sudah terbiasa melihat Aliza asyik mengobrol dengan Diva. Ia tertawa kecil melihat tingkah Gavin dan Bagas yang sibuk bercanda dengan gaya konyol mereka. Teman-temannya pun ikut tertawa saat melihat layar ponsel Aliza.
"Gue punya berita booming!" seru Cesya tiba-tiba, sambil meletakkan ponselnya di meja.
"Apa tuh?" tanya Velyn, penasaran.
Cesya menatap mereka sambil mengangguk. "Haira dibully," katanya.
"Kenapa? Gara-gara culun?" tebak Velyn.
Cesya menggeleng. "Enggak tahu pasti. Tapi katanya karena dia deket sama Kak Diva," timpalnya.
Mendengar itu, Aliza tertawa kecil. "Nggak ngotak, bjir," ucapnya.
"Heh, logikanya gini: lo deket sama Kak Diva, terus Dania yang suka Kak Diva pasti nyari ribut sama lo. Kayaknya gitu," jelas Velyn.
Mereka semua terdiam, mencerna perkataan Velyn.
"Tapi nggak mungkin se-obses itu, kan?" ujar Zia sambil tersenyum hambar.
"Iya sih... tapi entahlah, mungkin aja," balas Cesya bingung.
Suasana hening seketika saat Bu Naomi masuk ke kelas.
"Selamat siang, anak-anak," sapanya.
Semua murid langsung merapikan meja untuk memulai pelajaran. Namun, Bu Naomi memanggil perhatian Aliza.
"Aliza, bisa ikut Ibu ke ruang Kepala Sekolah?"
Semua mata tertuju pada Aliza.
"Lo bikin masalah apa, sampai dipanggil ke kepsek?" bisik Zia kaget.
Aliza hanya menggeleng, tanda ia sendiri tidak tahu alasannya. Dengan rasa penasaran, Aliza mengikuti Bu Naomi. Dalam perjalanan, ia berpikir keras. Apa yang terjadi? Gue kan nggak bikin masalah apa-apa... pikirnya.
Saat tiba di depan ruang Kepala Sekolah, Aliza melihat Haira, Diva, dan Nathan berdiri dengan wajah serius. Tapi ia hanya melewati mereka dan masuk ke ruangan.
"Masuk!" ujar suara tegas Kepala Sekolah dari dalam.
Aliza duduk di depan meja Kepala Sekolah yang tampak sedang memijat keningnya. Rasa gugup menyelimuti Aliza.
"Kenapa Bapak memanggil saya?" tanya Aliza hati-hati.
"Saya sudah capek dengan kelakuan kamu, Aliza," ucap Kepala Sekolah dengan nada tegas.
Aliza mengerutkan kening, bingung. "Maaf, Pak. Maksud Bapak apa? Saya tidak merasa melakukan kesalahan."
Kepala Sekolah berdiri, membuat Aliza semakin gugup. "Kamu sudah membully anak saya sampai masuk rumah sakit!" tuduhnya.
Mendengar itu, Aliza terkejut. "Pak, saya tidak pernah melakukan hal seperti itu. Ini fitnah!" tegas Aliza.
"Fitnah dari mana, Aliza? Anak saya sendiri yang bilang!" Kepala Sekolah menaikkan nada suaranya.
Aliza tersenyum kecil, tidak percaya dengan tuduhan itu. "Ada bukti, Pak, kalau saya yang melakukannya?" tanyanya tenang.
Kepala Sekolah terdiam, tidak bisa menjawab.
"Kenapa diam, Pak? Mana buktinya?" desak Aliza.
Kepala Sekolah tetap tidak memberikan jawaban.
"Kalau sudah ada bukti, panggil saya lagi. Jangan asal menuduh," ucap Aliza, lalu keluar dari ruangan tanpa menunggu izin.
Kepala Sekolah hanya bisa mengepalkan tangannya dengan kesal. "Sialan," gumamnya pelan.
Aliza menangis sambil memeluk Diva erat.
“Gak suka difitnah... hiks...” isaknya.
Diva mengelus rambut Aliza dengan lembut, sesekali mencium puncak kepalanya untuk menenangkan. Nathan, yang berdiri tak jauh dari mereka, memperhatikan wajah Aliza yang memerah akibat tangisan. Haira hanya diam, menyaksikan Diva memeluk Aliza tanpa berkata apa-apa.
“Kenapa?” Aliza menatap Nathan dengan wajah cemberut, matanya masih basah.
Nathan terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.
“Abang udah tahu, kan?” tanyanya dengan suara parau.
Nathan menghela napas. “Iya, udah tahu...”
“Aliza gak ngelakuin itu, Bang! Kenapa mereka nuduh Aliza? Aliza gak salah...” ucapnya dengan penuh emosi, tatapan matanya menusuk Nathan. Diva mengusap punggung Aliza dengan lembut, mencoba menenangkannya.
“Abang juga gak tahu, Za...” jawab Nathan perlahan. “Aliza terakhir ketemu Carissa kapan?” tanyanya.
“Aliza belum ketemu lagi sejak dihukum, Bang,” jawab Aliza sambil menggelengkan kepala.
Nathan mengangguk paham. Diva pun perlahan melepas pelukan Aliza, lalu memegang wajahnya yang masih basah oleh air mata. Ia menatap Aliza dengan penuh perhatian.
“Sekarang kamu ke kelas dulu, ya. Biar aku yang urus masalah ini. Kamu fokus aja belajar, biar naik kelas,” ucap Diva lembut namun tegas.
Aliza mengangguk pelan, lalu berbalik pergi meninggalkan mereka.
“Kak Di–” Haira mencoba berbicara, namun Diva langsung memotongnya.
“Bisa pergi ke kelas,” ucap Diva dingin.
Haira hanya menunduk dan mengangguk, lalu bergegas pergi dari sana tanpa banyak bicara.
Sepulang sekolah, Aliza tanpa basa-basi langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Carissa dirawat. Tangannya mengepal, penuh amarah atas fitnah yang dilontarkan kepala sekolah kepadanya. Teleponnya berdering, nama Diva muncul di layar, tetapi Aliza mengabaikannya. Fokusnya hanya satu: segera tiba di rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit, Aliza langsung berlari menuju ruangan Carissa yang sebelumnya diberitahukan oleh Cesya melalui grup sekolah. Saat menaiki lift, Aliza melihat Haira keluar dari lift di depannya. Aliza tertegun, bingung dengan keberadaan Haira di rumah sakit. Haira menunduk, berusaha menghindari tatapan Aliza.
"Haira!" panggil Aliza.
Haira berhenti, menoleh dengan gugup. Dia terlihat ingin berlari, tetapi Aliza cepat menahan tangannya.
"Lepasin, Aliza..." Haira memohon, suaranya terdengar panik.
"Kenapa lo panik? Tenang aja... Gue cuma mau nanya, lo ngapain di—"
"Aku habis nengok saudara, Aliza. Lepas!" potong Haira cepat.
Namun, semakin Haira berusaha menghindar, semakin curiga Aliza dibuatnya. Aliza menarik tangan Haira agar tidak pergi.
"Lepas, Aliza!"
"Apa yang lo lakuin di sini, sih?! Kenapa lo panik banget? Kalau lo cuma nengok saudara, kenapa harus segugup ini? Gue cuma nanya doang!"
Haira menggigit jarinya, raut wajahnya semakin panik.
"Enggak! Aku enggak panik!" seru Haira, lalu berlari meninggalkan Aliza tanpa menjelaskan apa pun.
Telepon Aliza kembali berdering. Dia menjawab dengan nada kesal.
"Drrtt... Kenapa sih, Ces? Gue lagi di rumah sakit!"
Belum selesai bicara, Aliza menengok dan melihat Diva berdiri di belakangnya.
"Diva?!" Aliza terkejut, lalu berlari menghampiri dan memeluk Diva erat.
"Kenapa ke sini, hm? Tanpa bilang sama aku dulu," tanya diva sambil menatap Diva penuh tanya.
"Maaf," jawab Diva singkat sambil menarik tangan Aliza.
"Mau ke mana?"