Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Hah, kalian banyak bacot ya? Daripada ngurus hidup orang, mending ngurus hidup masing- masing aja," ucapku.
"Gue memang rakus, terus apa masalahnya sama kalian? Gue juga gak ganggu orang yang ada disini?" tanyaku heran.
"Naura-
"Udah deh, gue gak mau lagi berurusan sama kalian berdua. Please jangan ganggu hidup gue lagi, urusan kita udah selesai!" aku langsung meninggalkan mereka berdua.
Aku duduk kembali ke kursi dan duduk dengan perasaan kesal.
"Cih, mereka itu benar-benar sampah!" batinku kesal.
Seorang pelayan membawa sebuah nampan berisi minuman. Aku mengambilnya lalu meminumnya. Aku baru sadar kalau yang aku minum adalah wine.
"Tunggu, ini wine? Huh, gak papa deh. Lagian cuma minum segelas aja, gak bakalan ngaruh," ucapku lalu menghabiskan segelas wine mahal itu.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba kepalaku mulai terasa pusing.
"Aduh, kenapa kepala gue pusing banget ya? Apa gara-gara minum wine? Tapi kan aku cuma minum segelas aja?" tanyaku heran.
Wine yang disediakan ternyata memiliki kadar alkohol yang sangat tinggi lebih tinggi daripada wine yang biasanya yang sering di minum. Kalau tidak kuat minum, maka akan mudah mabuk.
Kepalaku benar-benar sangat pusing tujuh keliling. Pandangan ku juga sudah kemana-mana. Aku berusaha menyadarkan diri agar tidak terlalu mabuk.
"Aku harus memuntahkannya lagi," ucapku.
Aku berdiri lalu berjalan menuju toilet yang ada di rumah itu. Dunia terasa berputar-putar dan aku terasa melayang di udara. Jalan dengan sempoyongan tak beraturan. Aku mencari toilet tapi keberadaannya entah di mana.
"Di mana sih toiletnya?" tanyaku.
Bruk
Aku menabrak seseorang.
"Maaf," aku menunduk meminta maaf pada orang itu.
Aku mendongak ke atas dan melihat seorang pemuda tampan dengan balutan kemeja putih. Walaupun samar-samar tapi aku masih bisa melihatnya sedikit jelas.
"Ada apa denganmu? Kau mabuk?" tanya pria itu dengan suara khasnya.
"Suara ini, sepertinya tidak asing?" batinku merasa familiar dengannya.
"Huh, aku mau pergi ke toilet! Apakah kamu tau dimana toiletnya?" tanyaku dengan kepala yang terasa pusing sekali. Rasanya aku sudah tidak kuat dan akan tumbang tapi aku terus bertahan.
"Aku akan membantumu kesana," dia mencoba memegang bahuku dan berniat membantuku berjalan. Namun aku langsung menepisnya karena takutnya dia bukan orang baik.
"Maaf, aku bisa jalan sendiri! Kamu bantu aku cari toiletnya aja," ucapku waspada.
"Baiklah, aku akan membantumu! Tapi sebelumnya, aku bukan orang mesvm seperti yang kau pikirkan," ucapnya.
"Ayo lewat sini," dia berjalan di depan dan aku mengikutinya.
"Masuklah, kita sudah sampai!" ucapnya.
"Oh, terima kasih sudah membantuku,"
"Hmm,"
Aku langsung buru-buru masuk ke dalam.
"Naura, sepertinya kamu mabuk berat? Aku tidak menyangka bisa bertemu dengannya disini," ucap pria itu.
Ponsel pria itu berbunyi dan ia langsung pergi dari sana.
Aku memuntahkan seluruh isi perutku. Rasanya sangat tersiksa kala aku memaksakannya. Tapi jika tidak begitu, aku bisa mabuk berat. Setidaknya aku bisa menghilangkan sedikit pengaruh dari alkohol yang sangat tinggi itu.
Setelah beberapa menit di dalam sana, aku segera keluar. Saat keluar, pria itu sudah pergi entah kemana.
"Cowok tadi siapa ya? Kok kayak kenal? Dari Suaranya kayak pernah dengar? Tapi siapa ya?" tanyaku penasaran.
Setelah memuntahkannya, pusingku mulai mereda tapi masih tetap pusing. Pandanganku mulai bisa di kontrol dan tidak sempoyongan lagi.
Aku berjalan menuju ke tempat acara itu. Saat hendak kembali, aku berhenti sejenak saat melihat Revandra bergandengan tangan dengan seorang wanita.
Aku bersembunyi di balik dinding.
"Revandra? Siapa cewek yang ada di sampingnya?" tanyaku penasaran.
"Apakah Revandra bohong soal dia gak punya pacar?" tanyaku heran.
Perempuan itu adalah Naila anak dari Mr, Deon. Dia adalah seorang model cantik yang lumayan terkenal. Dia memiliki pendidikan yang tinggi di luar negeri. Prestasinya juga tidak kalah gemilang di bidang permodelan. Beberapa kali memenangkan ajang yang membuat namanya kian bersinar.
Naila sangat menyukai Revandra. Sebanyak apapun usaha yang di lakukannya untuk mendapatkannya, Revandra sama sekali tidak tertarik padanya. Tapi Naila tidak pernah putus asa. Dia terus-menerus mencoba meluluhkan hati beku Revandra.
Mr. Deon juga sangat mendukung Naila untuk bisa menjadi kekasih Revandra. Dia berharap Revandra bisa menjadi menantunya.
"Rev, besok kita dinner yuk!" ajaknya dengan senyuman manis.
Langkah Revandra terhenti. Dia melihat ke arahnya dengan tatapan tajam. Dia melepaskan tangan Naila yang sedari tadi menggandengnya.
"Naila, tolong jangan berlebihan!" ucap Revandra.
Di sisi lain, aku masih sangat penasaran dengan perempuan itu.
"Mereka ngomong apa ya? Kayaknya serius banget?" tanyaku penasaran.
Aku dibuat kaget saat perempuan itu memeluk Revandra dengan erat.
"Revandra, aku tuh cinta mati sama kamu! Tolong buka hati kamu buat aku!" ucap Naila.
"Lepaskan aku Naila!" pintah Revandra dengan tatapan dingin.
"Enggak mau!" tolaknya.
Revandra mencengkram bahunya dan mendorongnya menjauh hingga ia hampir jatuh ke lantai.
Awwww
"Revandra, kenapa kamu kasar?" tanya Naila.
"Jangan pernah dekati aku lagi! Aku tidak suka dengan perempuan yang kegatelan sepertimu," ucap Revandra kesal.
"Wah, kenapa dia begitu kasar pada perempuan itu?" tanyaku kaget.
"Emangnya apa sih yang kurang dari aku? Padahal banyak yang laki-laki suka sama aku karena aku tuh cantik dan model terkenal. Tapi kenapa kamu gak suka sama aku?" tanya Naila heran.
"Karena kau bukan tipeku," jawabnya dingin.
Aku sangat kepo dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
"Mereka ngomongin apa sih? Kok si Revandra keliatan marah gitu? Terus si cewek malah nangis?" tanyaku heran.
"Huh, apa mereka beneran ada hubungan ya?" tanyaku penasaran.
"Aduh, kepala gue kok pusing lagi sih? Padahal tadi udah hilang, eh malah balik lagi?" aku memegang kepala yang terasa pusing.
Karena kepalaku yang terasa pusing dan juga pandanganku yang mulai agak pudar, aku pun keluar dari tempat persembunyian. Namun langkahku terhenti kala tepat saat aku keluar Revandra sudah berada di depanku.
Aku menoleh ke atas melihat wajah Revandra yang datar dan dingin. Melotot tajam ke arahnya dengan perasaan yang ambigu.
"Revandra!?" ucapku kaget.
"Kau menyusul ku? Kenapa kau bersembunyi di balik dinding ini?" tanyanya.
"Enggak, aku tadi abis dari toilet terus gak sengaja ngeliat kamu sama cewek itu," ucapku.
"Kamu melihat semuanya?" tanya Revandra.
"Iya," jawabku.
"Kamu sama diam-
Belum selesai bicara, tiba-tiba kepalaku semakin terasa pusing.
Awwww
"Naura, apa yang terjadi padamu?" tanya Revandra.
"Kepalaku pusing banget," ucapku.
Revandra mencium sesuatu dariku. Dia mengangkat tubuhku dan membawaku keluar dari sana.
Revandra memasukkanku ke dalam mobil dan membawaku pulang.
"Seberapa banyak kau minum?" tanya Revandra.
"Hah, aku hanya minum segelas aja," jawabku.
"Tidak kuat minum, kenapa malah minum wine?" tanya Revandra.
"Tadi aku kira itu sirup, eh pas aku minum ternyata wine. Daripada sayang jadinya ku habiskan aja," ucapku.
"Oh iya, kamu sama perempuan tadi ada hubungan ya?" tanyaku.
"Tapi kamu bilang kamu gak punya pacar dan gak mau pacaran? Tapi kok tadi gandengan sama perempuan itu?" tanyaku heran.
"Dia bukan siapa-siapa," jawab Revandra.
"Masa sih? Terus tadi aku liat kalian kayak lagi ribut gitu? Ada masalah apa?" tanyaku.
"Bukan apa-apa," jawabnya singkat.
"Huh, percuma aja aku tanya beribu kali pun dia gak bakal jujur," batinku kesal.
"Kau terlalu banyak bertanya? Apakah kepalamu itu sudah tidak pusing lagi?" tanya Revandra.
"Udah mendingan kok," jawabku.
"Oh iya, mulai besok ada guru pembimbing yang datang ke rumah," ucapku.
"Guru pembimbing?"
"Iya, maaf baru ngasih tau sekarang. Sebentar lagi aku sidang kelulusan jadi aku harus cepat-cepat nyiapin skripsi," ucapku.