Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Baru
Miko terdiam dengan pikiran yang berkelana, mencoba mencerna ucapan pria tua di sebelahnya. Sesekali matanya mengedar, menatap semua orang yang tersenyum kepadanya.
Ada perasaan hangat yang kini bersemayam dalam benaknya. Perasaan yang dulu hanya bisa Miko bayangkan jika melihat teman-temannya berkumpul dengan yang namanya keluarga.
Miko tidak pernah mengalami hal itu dan jujur dia sering iri karena dia hanya memiliki ibu tanpa tahu siapa keluarga besarnya.
Namun makin menjelang dewasa, Miko sadar, mungkin telah terjadi sesuatu pada ibunya di masa lalu hingga dia tidak pernah bertemu dengan keluarga besarnya. Hingga pemikiran Miko terbukti sejak dirinya tahu, tentang hubungan sang Ibu dengan putra dari keluarga miliarder ini.
"Sudah selesai makannya?" tanya pria tua yang sedari tadi begitu semangat menemani Miko.
Miko pun mengangguk dan dia masih merasa sangat canggung.
"Lebih baik kamu langsung istirahat," ucap Hendrick. "Ayo, ikut Kakek, Kakek akan tunjukan kamarmu."
Miko segera melempar tatapan pada sang ibu yang duduk di seberang meja. Begitu melihat sang ibu mengangguk pelan, Miko baru bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah Hendrick.
"Om Hendrick kelihatannya sangat bersemangat sekali," celetuk Ben begitu dua pria beda usia itu menjauh.
"Beda banget yah, sikapnya Om Hendrick ke Kelvin," sahut Jeni.
"Mungkin itu yang dinamakan naluri," Rena ikut bersuara.
"Yah, memang, naluri tidak bisa dibohongi," Amelia pun ikut bersuara. "Sekarang kamu bisa merasakan bedanya kan, Will?"
William mendengus tanpa ingin membalas ucapan Ibunya.
"Setelah ini, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Amelia lagi pada sang anak.
"Tidak ada rencana apapun," balas William nampak begitu santai, tapi jawabannya sukses membuat kening Amelia berkerut.
"Berarti kamu akan terus membiarkan Seruni sebagai wanita lajang yang memiliki anak?" Amelia menatap tajam anaknya.
"Oh, itu," William agak gelagapan. "Setelah urusan perceraianku dengan Renata selesai, aku kan menikahinya, Mommy jangan khawatir."
"Ya Mommy khawatir lah. Udah sangat lama kamu menelantarkan mereka," balas Amelia tegas.
"Iya, Mommy, iya, kali ini aku akan tanggung jawab penuh. Tenang aja," balas William.
Sementara Seruni masih terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa karena dia sendiri masih tak menyangka dengan semua yang dia lewati hari ini.
Sedangkan di tempat lain, Miko dibuat takjub dengan kamar yang akan menjadi tempat tidurnya. Kamarnya sangat luas dengan segala perlengkapannya khas laki-laki.
"Semua yang ada di dalam kamar ini milik kamu," ucap Hendrick. "Untuk baran-barang lainnya, kamu tinggal bilang saja apa yang kamu butuhkan. Atau kamu bisa beli sendiri."
"Beli sendiri?" Miko agak terkejut.
Hendrick tersenyum, lalu dia berjalan ke arah meja yang ada di sana. Hendrick meraih sebuah amplop yang bentuknya cukup mewah dan menyerahkannya pada Miko.
"Ini, buat jajan kamu," ucap Hendrick.
Miko menerima amplop yang bertuliskan nama sebuah bank ternama dengan kening berkerut. Begitu Miko melihat isinya, mata Miko langsung melebar.
"Ini..." Miko cukup syok. Sedangkan Hendrick malah tersenyum.
"Pinnya ada di dalam amplop juga, kamu bisa ubah sesukamu," ujar Hendrick lagi. "Ya sudah, sekarang, kamu minum obat dan istirahatlah. Karena besok, ada hal lain yang harus kamu lakukan."
Miko menangguk dan setelahnya sang kakek pergi meninggalkan anak muda itu.
"Wow!" Miko begitu takjub menatap kartu hitam yang selama ini hanya dimiliki para miliader. Bukan itu saja, miko juga dibuat kagum dengan semua yang ada di kamar itu.
"Aldo dan Didi pasti syok berat nih, kalau tahu aku punya barang bagus kaya gini, hihihi," gumam Miko sembari memperhatikan seperangkat komputer dengan segala aksesorisnya.
Di sana juga ada ponsel yang harganya sangat fantastis. Belum lagi beberapà kebutuhan pria yang Miko tahu harganya di luar nalar.
"Kalau sudah kaya gini, aku harus bagaimana?" gumam Miko sembari duduk di tepi ranjang yang kasurnya super empuk dan lembut. Miko pun terdiam dengan pikiran yang cukup semrawut.
####
Detik demi detik pun terlewati, dan kini hari telah berganti lagi. Hari ini Miko sudah terlihat lebih segar dengan penampilan yang membuat dirinya semakin terlihat tampan.
Begitu keluar kamar dan menuruni anak tangga, Miko disambut hangat oleh keluarga barunya yang menunggu di meja makan. Entah kenapa, kali ini, Miko merasa sangat terharu dengan penyambutan mereka.
Seperti biasa, dua pria yang dipanggil Kakek, meminta Miko untuk duduk di antara mereka. Kedua kakak beradik itu nampak bersemangat dengan adanya cucu yang sebenarnya sudah tidak layak diperlakukan seperti anak kecil.
"Hari ini kamu berangkat ke kampus?" tanya Rena. "Apa kamu sudah benar-benar pulih?"
Miko mengangguk. "Sudah, Nek," jawab Miko canggung.
"Ya syukurlah," balas Rena. "Kalau ada yang macam-macam lagi, lawan aja."
"Rena..." seru Amelia. Rena sontak cengengesan.
"Ibu semalam ke kamarku apa?" tanya Miko pada wanita yang duduk di seberang meja. Seruni hanya mengangguk.
"Ibumu semalam pengin ngobrol sama kamu, tapi kamu sudah tidur," jawab Amelia. "Jadi dia ngobrol sama Nenek," terangnya. "Kenapa? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?"
Miko menggeleng.
"Kamu jangan mengkhawatirkan ibumu," William ikut bersuara. "Di sini dia aman."
Kali ini Miko tercenung beberapa saat dan melempar tatapan pada ibunya beberapa saat.
"Maaf sebelumnya," Miko menatap sang kakek. "Apa saya boleh, ngajak teman-teman main ke sini?" tanya Miko.
"Oh, tentu," jawab Hendrick. "Silahkan, bawa semua teman-temanmu untuk main jika mau."
"Terima kasih," senyum Miko pun terkembang.
Pagi itu Miko lewati dengan penuh kehangatan.
Hingga tiba saatnya anak itu harus berangkat ke kampus. Meski ada sedikit rasa takut, Miko berusaha meyakinkan diri kalau semuanya akan baik-baik saja.
Beberapa menit kemudian, mobil yang mengantar Miko nampak memasuki area kampus. Kedatangan mobil tersebut sontak menjadi perhatian semua mata yang ada di sana.
Mobil yang digunakan untuk mengantar Miko termasuk mobil mewah dan tidak semua orang bisa memilikinya, karena produksinya yang sangat terbatas.
"Miko?" semua mata sontak terperanjat kala mereka menyaksikan Miko keluar dari mobil tersebut. "Bagaimana Miko bisa menggunakan mobil itu?"
Berbagai komentar pun langsung berkumandang, dan tatapan mereka cukup membuat Miko agak risih.
"Tuan, nanti kalau mau pulang tinggal telfon saja ya?" ucap sang supir, membuat beberapa orang yang mendengarnya semakin syok.
"Tuan? Miko dipanggil Tuan?" gumam mereka.
Setelah Miko mengiyakan, mobil pun meluncur meninggalkan area kampus. Miko menghela nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Dengan menyemangati diri sendiri, Miko mulai melangkah, dan berusaha bersikap tenang meski dia sadar saat ini sedang menjadi pusat perhatian.
"Masih berani, kamu menampakan diri di kampus ini?" celetuk seseorang kala Miko memasuki teras kampus.
Miko hanya menatapnya sinis dan dia memilih mengabaikannya.
"Cih! Belagu! Kamu pikir, kamu siapa? Dasar, anak pelakor!"
Langkah Miko terhenti dan tangannya terkepal erat.
dikhianati org yg disayang memang amat sangat sulit sembuh, cinta 100% akan berubah menjadi benci 1000%