Tiga gadis desa yang memiliki pemikiran sama, tidak mau menikah muda layaknya gadis desa pada umumnya. Mereka sepakat membuat rencana hidup untuk mengubah citra gadis desa yang hanya bisa masak, macak dan manak di usia muda, menjadi perempuan pintar, santun, dan mandiri.
Nayratih, dan Pratiwi terlahir dari keluarga berada, yang tak ingin anak mereka menikah muda. Kedua orang tua mereka sudah berencana menyekolahkan ke luar kota. Terlebih Nayratih dan Pratiwi dianugerahi otak encer, sehingga peluang untuk mewujudkan citra perempuan desa yang baru terbuka lebar.
Tapi tidak dengan, Mina, gadis manis ini tidak mendapat dukungan keluarga untuk sekolah lebih tinggi, cukup SMA saja, dan orang tuanya sudah menyiapkan calon suami untuk Mina.
Bagaimana perjuangan ketiga gadis itu mewujudkan rencana hidup yang mereka impikan? ikuti kisah mereka dalam novel ini.
Siapkan tisu maupun camilan.
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERCYDUK
"Resign? Nay dan Tiwi tak percaya kalau ternyata Mina sudah resign dari toko ini. Penjaga toko roti itu pun tak tahu alasan pasti, yang jelas pasca ayahnya operasi Mina mengajukan resign.
"Kata kamu dia masih kerja dengan Bu Bosnya, Wi?" tanya Nay sembari menyeruput vanila latte, dengan melihat keadaan toko.
Tiwi menunduk lesu. "Iya, dia bilang masih sama bu bosnya, cuma di apartemen, Nay. Kan kamu udah aku ceritain."
"Apa mungkin bu bosnya punya usaha lain, dan Mina diajak ke usaha itu?"
Tiwi mendadak lemes, ia hanya bisa mengaduk jus semangkanya dengan beberapa kali menghela nafas pendek.
"Dia itu mencurigakan banget, Nay!"
"Iya aku paham, apalagi akhir-akhir ini dia dekat sama kamu, prasangka kamu pasti karena kedekatan kalian."
"Kalau kamu?"
Nay menggeleng, "Udah menjauh dengan sendirinya. Mungkin karena kesibukkan kuliah, aku jadi gak kepikiran Mina lagi. Kamu tahu sendiri kan, kalau aku sudah ilfeel sama seseorang bakal cepat buat lupa."
"Terus sekarang?"
"Aku hanya mau memastikan dengan mata kepalaku sendiri, apa yang dibilang mamaku benar. Dia punya latar belakang buat jadi pelakor."
"Nay itu kejam sekali tahu."
"Aku paham, Wi. Tapi aku gak bakal lupa soal itu."
"Harus gimana kita?"
"Chat aja! Kalau udah kayak gini gak usah basa-basi, Wi, demi kebaikan bersama."
Tiwi hanya bisa diam, tapi mengambil ponsel juga.
Min maaf.
Satu pesan dikirim Tiwi namun tak kunjung dibalas, bahkan sampai keesokan harinya pesan tersebut masih centang abu.
Sepanjang hari Tiwi murung memikirkan sang sahabat, mau bagaimana pun ia sudah menganggap Mina saudara. Tiwi tahu bagaimana strugglenya Mina buat kuliah.
"Diminum!" ucap seseorang laki-laki, tiba-tiba menyodorkan satu cup jus di meja Tiwi.
Arjuna, Siska, Tiwi dan Gio spontan melihat jus itu lalu menatap si pemberi yang berjalan keluar kantin.
"Penggemar baru, Wi?" tanya Gio penasaran, nih cowok lambeh nyinyir kampus kayaknya. Kepo banget urusan orang.
Tiwi hanya mengedikkan bahu, otaknya masih mumet, enggan memikirkan hal yang gak penting tentang pemberi jus. "Minum aja kalau mau?" ucapnya sambil ketik pesan yang sepertinga panjang banget.
"Eh aku mau tanya!" tiba-tiba Tiwi bertanya dengan wajah serius.
"Apa?" hanya Siska yang menanggapi, Gio sibuk dengan tugas yang belum ia selesaikan, sedangkan Arjuna sibuk dengan laptopnya.
"Ciri pelakor itu gimana?"
"Kamu?" tanya Arjuna, Gio dan Siska kompak. Semua menatap Tiwi dengan penuh kecurigaan.
"Ck, ya gak lah! Ngapain aku jadi pelakor, diam aja banyak yang naksir."
"Sombong!" cetus Arjuna kemudian kembali ke laptop.
"Heleh, jangan-jangan kamu menutupi, Wi. Pura-pura tanya gimana, nyatanya kamu tercyduk Reta!" ujar Gio yang langsung dipelototin Tiwi.
"Bener-bener!" Siska si kompor meleduk.
"Heh, aku tanya beneran ya. Ya bukan gimana-gimana, sahabatku mencurigakan, wajar dong aku ingin tahu faktanya."
"Teman yang mana?" tanya Siska sembari mengingat teman yang dimaksud Tiwi, perasaan teman dekat Tiwi hanya dirinya, iya masak Siska yang dimaksud. "Bukan gue kan, Wi!"
Spontan Tiwi menonyor kening Siska, "Ya kali kamu, Sis! Seharian kamu sama aku."
"Ya kan malam bisa aja!" cetus Siska sembari terkikik.
"Kayaknya kalau kamu ngomong gini, enggak deh Sis!" Gio menyahut, padahal mata dan tangan sedang sibuk menyalin.
"Maksudnya?"
"Pelakor itu cirinya diem, jangan sampai semua orang tahu kalau dirinya pelakor."
"Ooo! Terus?"
"Penampilannya drastis seketika, berbeda dengan biasanya!" lanjut Gio berlagak suhu.
"Wah, benar! Tampilan teman aku berubah total, yang nempel di badannya sekarang branded semua!" Tiwi teringat penampilan Mina yang berubah total tempo hari.
"Fix, teman kamu pelakor!" ujar Gio sambil menunjuk Tiwi dengan bolpoin.
"Tapi kayak gak mungkin, Gi. Kita sepakat buat mewujudkan cita-cita, tidak pacaran, dan gak melakulan hal yang negatif."
"Prinsip itu kalah dengan uang!"
Jleb, ucapan Gio sangat masuk akal. Bisa jadi, karena ayah Mina kemarin butuh uang banyak, lalu Mina berkorban demi pengobatan sang ayah. Apalagi wajah dan suara Mina penuh penyesalan dan kekecewaan, meski punya barang branded dan kehidupannya semakin baik, tak membuatnya bahagia. Sadar kalau apa yang ia lakukan melukai hati nurani.
"Terus?" ucap Tiwi sambil menyeruput minuman Arjuna tanpa sengaja. Ia mau mendengar lagi pendapat Gio tentang pelakor.
"Kok kamu minum punyaku, Wi!" ucap Arjuna langsung menarik cup minumannya dengan kesal.
Tiwi meringis, "Sori, sengaja. Kamu minum ini aja!" Tiwi menyodorkan minuman yang diberi pengagumnya tadi.
"Kenapa gak kamu sendiri?"
"Ya elah, Jun. Kamu tahu kan arti waspada, nah aku waspada aja kalau dia kasih jampi-jampi di minuman ini, terus aku cinta mati sama dia."
Arjuna hanya menghela nafas pendek, kesal, lalu mengambil minuman itu dan meminumnya. Tiba-tiba, "Tunggu!" ucap Arjuna sok serius.
"Kenapa-kenapa? Minuman itu bereaksi?" Tiwi berseloroh dengan menatap Arjuna serius, sedangkan Siska hanya melebarkan lubang hidungnya, Gio cukup menggelengkan kepala.
"Kayaknya Kak Dean ganteng banget yah?" Arjuna sengaja memuji si pemberi minuman yang katanya memberi jampi-jampi.
"Oh, secepat itu bereaksi?" Tiwi percaya dengan akting Arjuna. Bahkan sampai menarik lengan Arjuna agar menghadap dirinya.
"Somplak!" Gio memukul kepala Tiwi dengan gulungan kertas tugas. "Mau aja dikerjain Arjuna!"
Arjuna tertawa ngakak, "Hidup di zaman kapan sih, yuk Gi balik!" ajak Arjuna kemudian merapikan laptop dan tasnya. Tinggal Siska dan Tiwi.
"Kalau dipikir-pikir, Arjuna sebenarnya naksir lo kali, Wi!" ujar Siska menatap Gio dan Arjuna melangkah keluar kantin.
Tiwi mengangguk, "Iya udah pernah bilang kok."
"Hah? Kapan?"
"Habis malam inagurasi."
"Eh bilang bagaimana?"
"Kepo ah, yuk balik!" ujar Tiwi mengajak balik kelas karena kurang 10 menit lagi kuliah sesi 2 dimulai.
"Gimana, Wi! Gue penasaran, laki sekalem Arjuna gimana naksirnya, gimana tipenya."
"Kayaknya kamu naksir Arjuna ya?"
"Suer enggak, gue punya pacar di Jakarta kali. Kita LDR."
"Wah, bahaya tuh. LDR kalah sama yang dekat sih!"
"Sialan lo, Wi!" ujar Siska dibalas tawa oleh Tiwi.
Semenjak itu Siska sering mengamati interaksi Arjuna kepada Tiwi. Terlihat melindungi, tapi pura-pura gak peduli. Setiap duduk pun Arjuna akan berada di dekat Tiwi. Kalau pun Tiwi datang terlambat, Arjuna akan pindah, di belakang Tiwi atau di samping. Pokoknya harus berada di dekat Tiwi.
Sedangkan Tiwi, dia gadis berprinsip. Sekali bilang enggak buat pacaran, dia menerapkannya tanpa pura-pura. Biasanya cewek kalau ditaksir cowok ada perasaan suka tapi ditutup-tutupi tapi overakting di depan cowok itu. Namun, Tiwi enggak. Ia bersikap biasa pada semua. Bahkan untuk chat yang tidak berhubungan dengan kuliah, tidak ia tanggapi.