NovelToon NovelToon
Menanti Cahaya Diujung Kesedihan

Menanti Cahaya Diujung Kesedihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: Meindah88

Asmaralda, seorang gadis buta yang penuh harapan menikah dengan seorang dokter. Suaminya berjanji kembali setelah bertemu dengan orang tua, tapi tidak kunjung datang. Penantian panjang membuat Asmaralda menghadapi kesulitan hidup, kekecewaan dan keraguan akan cinta sejati. Akankah Asmaralda menemukan kebahagiaan atau terjebak dalam kesepian ???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.32

Seorang pria di ruangan tunggu, cemas dan gelisah menunggu hasil operasi ayahnya yang belum juga ada kabar. Tak ada tanda-tanda selesai dan ia merasa semakin terjepit di sela ketidakpastian.

Rasa cemas menyatu dengan frustasi, ditambah kekhawatiran akan keberadaan ibunya, Rani, yang belum kunjung tiba setelah tersesat di rumah sakit ini.

"Kenapa ibu belum juga datang? Apakah dia baik-baik saja?" ia bertanya dalam hati, seraya mencoba meredakan rasa cemas yang menggebu.

Dalam kesendirian di ruangan itu, ia merasa tersudut, merasa seolah semua beban telah diembannya.

Pria yang terpojok itu, Dr. Abrisam, dokter yang selama ini membantu menyelamatkan pasien. Namun, ia sendiri tak mampu berbuat apa-apa di saat sang ayah membutuhkan pertolongan.

Sang dokter yang saat ini terbelenggu dalam perasaan antara harapan dan ketakutan. Hatinya merasa terhempas antara rasa percaya dan rasa khawatir yang berkeliaran di benak.

"Apakah ayah akan baik-baik saja? Bisakah saya bersandar padanya, percaya bahwa hasil yang terbaik akan kami terima? Ataukah saya harus berlarut dalam kecemasan yang melilit di hati?"

Kemelut perasaan ini tak henti bergulir, menghantui pikiran hingga tak mampu lagi menenangkan hati.

Hanya ada doa dan harapan yang mampu di lantunkan dalam heningnya ruangan itu, semoga tak lama lagi ayah David keluar dengan selamat dan sehat, serta sang ibu segera tiba dalam keberadaan. Sebuah keajaiban yang kini tengah ia nantikan.

Tak lama kemudian, seorang dokter muncul keluar dari ruangan operasi. Abrisam tanpa menahan rasa cemasnya, segera menghampiri dengan perasaan yang tak menentu. Dalam hatinya bergemuruh pertanyaan demi pertanyaan mengenai kondisi ayahnya. "Apakah ayah baik-baik saja? Apakah semuanya berjalan lancar?"

Namun, sebelum rasa penasarannya terjawab, ia merasakan suaranya bergetar saat ia mengutarakan pertanyaannya pada sang dokter, "Bagaimana kondisi ayah saya, Dok? Apakah semuanya baik-baik saja?" Suasana haru biru mulai menyelimuti hati Abrisam, karena ini adalah pertama kalinya ia merasakan kehilangan yang sangat dekat dengan dirinya.

Seraya menunggu jawaban dokter, Abrisam berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan tidak larut dalam kesedihan yang mendalam. Dia hanya bisa berharap yang terbaik untuk ayahnya, karena dia sadar bahwa takdir adalah kehendak yang tak bisa ia tolak.

" Tenanglah, operasi Tuan David berjalan lancar," jawab dokter Alvaro tersebut tanpa basa-basi. 

Dr. Abrisam dan Dr. Alvaro telah terikat dalam  persahabatan yang kuat sejak zaman mereka sebagai mahasiswa kedokteran. 

Kini, di saat yang mendesak, Dr. Alvaro dengan tulus menawarkan bantuan tangan pertamanya untuk merawat ayah Dr. Abrisam yang sedang terbaring lemah di Singapura. Mendengar tawaran mulia dari sahabatnya itu, senyum haru dan penuh terima kasih merekah di wajah Dr. Abrisam, matahari pun seolah ikut tersenyum, menyinari kedua sahabat yang bersatu dalam ikatan emosi yang mendalam.

" "Terima kasih banyak, Dokter. Saya tidak tahu harus membalas budi Anda," ucap Abrisam dengan sangat terharu. Hatinya merasa sangat bersyukur, kala diberikan pertolongan dalam kesulitan seperti ini. Tak ada kata yang bisa mengungkapkan betapa terharunya ia saat ini. "Tidak usah berterima kasih, kawan. Kita adalah teman, dan tidak perlu saling membalas. Cukup kita saling tolong menolong saat mendapati kesulitan," jawab Dokter Alvaro, membals ucapan Abrisam. 

 Abrisam semakin terharu mendengar jawaban sahabatnya. Dirinya ak hanya merasa terbantu, tapi juga diberi semangat oleh sahabat baiknya ini. 

"Mungkin ini yang dinamakan teman sejati," ucap Abrisam. Tanpa sadar, tangannya langsung memeluk Dokter Alvaro, menggenggam erat erat dalam rangkulan, meneguhkan ikatan persahabatan mereka yang terjalin erat dalam keadaan suka maupun duka.

Langkah kaki seseorang dari belakang menggema dalam kesunyian, membuyarkan lamunan Abrisam yang tengah merengkuh sahabatnya. 

Dengan hati yang berdebar, ia perlahan melepaskan pelukannya dan berbalik untuk menghadapi sosok yang mendekat. 

"Mama... sudah sampai?  Mama baik-baik saja kan ?" Rani, dengan wajah pucat pasi dan mata yang sembab, tertegun sejenak, seakan waktu berhenti berdetak.

 "Apa yang terjadi pada Ayahmu, Nak?" suaranya bergetar, penuh dengan kekhawatiran yang telah menggerogoti relung hatinya. 

Menyadari kerisauan yang menyelimuti ibunya, Abrisam meraih lengan Rani dengan lembut dan mengecupnya penuh kasih. 

"Operasi Ayah berjalan lancar, Ma," katanya, sambil mencoba menenangkan gelombang kecemasan yang mungkin menghantui pikiran ibunya. Kedua mata mereka bertemu, penuh dengan harapan dan kelegaan yang baru saja bertaut di antara derai air mata.

Ia tahu betapa menegangkan situasi saat ini, dan ia ingin memberikan kekuatan untuknya. "Kita bersyukur pada Tuhan karena semuanya berjalan lancar," tambah Abrisam lagi.

Mata ke-duanya saling beradu, kini penuh dengan harapan dan kelegaan yang bersemi di antara tetesan air mata yang berlinang. "Alhamdulillah, terima kasih ya, Dok," ujar mama Rani dengan suara lirih namun penuh rasa syukur. Seakan kami mengucapkan syukur bersama atas keselamatan Ayah. 

Dalam hati, ia pun berjanji akan selalu ada untuk mereka berdua, karena ia tahu betapa berartinya kebahagiaan yang bisa diukir melalui kebersamaan keluarga ini.

" Sama-sama, Nyonya. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik dan ahamdulillah alam telah semesta mendukung." jawab dokter Alvaro terdengar bijak.

***

Abrisam dan ibunya sedang menunggu David, ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit. Mereka bergantian menjaga David untuk kenyamanan bersama. 

Beberapa pengawal menawarkan diri untuk membantu  menjaga, namun Abrisam merasa lebih tenang jika ia sendiri yang mengawasi. Bukan karena tidak mempercayai pengawal tersebut, tetapi sebagai putra pewaris, ia tidak ingin ayahnya merasa ditinggalkan oleh anaknya sendiri.

Di tengah-tengah keheningan, Rani teringat dengan perempuan yang ditemuinya di rumah sakit yang sama. Ia memandang wajah sang putra, seolah menelisik sesuatu misterius yang disembunyikan oleh putranya tersebut.

" Kenapa menatap ku seperti itu, Ma?" heran Abrisam.

" Tidak, Nak. Mama hanya berpikir, andai saja ayahmu sudah sembuh, kamu bisa segera pulang dan menikah dengan Hana," ucapnya, mencari kata-kata yang tepat. 

"Jangan khawatir, Ma. Saya dan Hana pasti akan menikah. Kita perlu fokus pada kesembuhan ayah dulu," jawab Abrisam dengan nada ringan. 

Rani menatap wajah putranya, yakin bahwa Abrisam sengaja menunda pernikahannya dengan Hana. 

"Sayang, bolehkah Mama meminjam ponselmu? Saya ingin menelepon," ucapnya. Abrisam mengerutkan kening, "Sejak kapan Mama menggunakan ponsel saya? Bukankah Mama punya ponsel sendiri?" 

"Baterai ponsel Mama habis, tidak bisa digunakan untuk menelepon," jawabnya dengan lembut. Abrisam mengambil gawai itu dan memberikannya kepada sang Mama.

Menjauh pelan dari sang putra lalu seakan-akan mencari nomor seseorang untuk menelepon. Tidak ada yang tahu bahwa ia sedang mencari informasi tentang foto yang pernah dilihatnya beberapa bulan yang lalu.

" Ma, Abi mau keluar sebentar," izinnya pada sang mama.

Melihat itu Rani masuk ke dalam ruang rawat suaminya dan masih memegang ponsel putranya.

Sementara Abrisam kini menelusuri lorong rumah sakit, entah ia mau kemana. 

Seorang pria dari kejauhan menatapnya lalu menghampiri.

" Anda Dr. Abrisam kan ?" ucap pria itu sambil mengulurkan tangan tangan.

" Iya, betul, anda mengenal ku ?" 

" Tentu saja, Dok. Tiga tahun yang lalu, anda yang pernah merawat saya saat kecel4kaan.

Dokter Abrisam mengangguk berusaha mengingat pasien tersebut.

" Nama saya Bram, pemilik perusahaan xxx Jakarta. Andai saat itu Dokter tidak menolong nyawa saya, entah apa jadinya keluargaku." ucapnya sedikit menjelaskan tentang dirinya.

1
Tata Hayuningtyas
emang ga jodoh Hana SM Abi...wong Abi masih punya istri makanya ada aja halangan nya...egois bgt Hana mikirin diri sendiri
Tata Hayuningtyas
cerita nya bagus tapi up nya kelamaan
Rayta Nya Firman
double up thor
Meindah88: Sama2😊
Nikma: makasih banyak ya kak, uda ngebolehin numpang promosii. semoga karya kakak juga makin banyak pembacanya🤗✌️
total 4 replies
Desi Ragiel Nst
br eps ¹ . uda lgsung nusuk jatung thor..
Meindah88: terimakasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!