Ariella, seorang wanita muda yang dipilih untuk menjadi pemimpin organisasi pembunuh terkemuka setelah kematian sang mentor. Kejadian tersebut memaksanya untuk mengambil alih tahta yang penuh darah dan kekuasaan.
Sebagai seorang wanita di dunia yang dipenuhi pria-pria berbahaya, Ariella harus berjuang mempertahankan kekuasaannya sambil menghadapi persaingan internal, pengkhianatan, dan ancaman dari musuh luar yang berusaha merebut takhta darinya. Dikenal sebagai "Queen of Assassins," ia memiliki reputasi sebagai sosok yang tak terkalahkan, namun dalam dirinya tersembunyi keraguan tentang apakah ia masih bisa mempertahankan kemanusiaannya di tengah dunia yang penuh manipulasi dan kekerasan.
Dalam perjalanannya, Ariella dipaksa untuk membuat pilihan sulit—antara kekuasaan yang sudah dipegangnya dan kesempatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jauh dari bayang-bayang dunia pembunuh bayaran. Di saat yang sama, sebuah konspirasi besar mulai terungkap, yang mengancam tidak hanya ker
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Dalam Bayang-Bayang Kebenaran
Hening malam membungkus markas persembunyian Ariella dan timnya, namun suasana di dalam penuh ketegangan. Liana mengetik dengan cepat di laptopnya, sementara Alex mondar-mandir seperti harimau terkurung. Ariella duduk di sudut, menatap peta digital di meja. Matanya penuh determinasi.
“Komandan,” suara Liana memecah keheningan, “aku berhasil mengatur sinyal palsu. Dalam waktu 24 jam, Leonard akan yakin bahwa kita menyerang fasilitas senjata mereka di utara.”
Ariella mengangguk. “Bagus. Itu akan memberikan kita cukup waktu untuk menyusup ke markas utama mereka.”
Alex menghentikan langkahnya. “Tapi bagaimana jika mereka tidak termakan umpan? Bagaimana jika mereka tetap berjaga di markas utama?”
“Kalau begitu, kita akan bertarung,” jawab Ariella tegas. “Kita tidak punya pilihan lain. Leonard harus dihentikan, dan Rael...” Dia berhenti sejenak, menggenggam alat komunikasi yang ditinggalkan Rael. “Aku akan membuatnya membayar untuk apa yang telah dia lakukan.”
Liana menatap Ariella dengan ragu. “Komandan, kau yakin Rael benar-benar berkhianat? Bagaimana jika dia punya alasan?”
Ariella menatap Liana tajam. “Alasan apa pun tidak membenarkan pengkhianatan.”
---
Rael berdiri di balkon, memandang ke arah gurun yang luas. Malam itu dingin, tapi pikirannya jauh lebih dingin. Dia memikirkan Ariella, Liana, Alex, dan anggota tim lainnya. Mereka adalah keluarganya selama bertahun-tahun, tetapi kini dia telah menjadi musuh mereka.
“Rael,” suara Leonard memanggilnya dari dalam.
Rael berbalik dan melihat Leonard berdiri dengan senyuman dingin. “Apa yang kau pikirkan, temanku?”
Rael menggeleng. “Hanya mencoba memahami langkah berikutnya.”
Leonard mendekat, menepuk bahunya. “Kau terlalu banyak berpikir. Kau sudah melakukan bagianmu. Kini, biarkan aku yang menyelesaikannya.”
“Dan keluargaku?” Rael menatap Leonard dengan tatapan tajam.
Leonard tertawa kecil. “Sabar, Rael. Kesabaran adalah kunci kemenangan.”
Rael menghela napas. Dia tahu Leonard tidak sepenuhnya jujur, tapi dia tidak punya pilihan lain.
---
Hari berikutnya, rencana Ariella berjalan sesuai harapan. Leonard telah mengalihkan sebagian besar pasukannya ke fasilitas di utara, meninggalkan markas utama dengan penjagaan yang lebih sedikit.
Ariella memimpin timnya menyusup ke kompleks tersebut di malam hari. Dengan langkah senyap, mereka melumpuhkan kamera keamanan dan penjaga di pintu masuk.
“Liana, pantau sistem mereka. Aku ingin tahu setiap langkah musuh,” bisik Ariella.
Liana mengangguk, menyambungkan perangkatnya ke sistem keamanan markas. “Aku masuk. Ada banyak data di sini, Komandan. Sepertinya ini pusat operasi mereka.”
“Cari data tentang senjata mereka, serta informasi apa pun tentang Leonard,” perintah Ariella.
Sementara Liana bekerja, Alex dan beberapa anggota tim lainnya mengawasi lorong. Mereka tahu bahwa meskipun penjagaan berkurang, bahaya tetap mengintai.
---
Saat Ariella memeriksa ruangan di dekat pusat data, dia mendengar suara langkah kaki. Dia segera mengarahkan pistolnya ke arah pintu, siap menembak. Namun, saat pintu terbuka, sosok yang muncul membuatnya terpaku.
“Rael,” bisiknya pelan.
Rael berdiri di sana, tanpa senjata di tangannya. Tatapannya penuh rasa bersalah.
“Ariella, aku tidak punya waktu untuk menjelaskan,” katanya cepat. “Tapi kau harus pergi sekarang. Leonard tahu kalian di sini.”
Ariella tidak menurunkan senjatanya. “Berhenti bermain-main, Rael. Kau pikir aku akan mempercayaimu setelah semua yang kau lakukan?”
“Aku tidak punya pilihan!” seru Rael, suaranya terdengar putus asa. “Leonard memegang keluargaku. Dia mengancam akan membunuh mereka jika aku tidak membantunya.”
Ariella menatapnya tajam, mencoba mencari kebenaran di balik kata-katanya. Tapi sebelum dia bisa menjawab, suara alarm tiba-tiba terdengar.
“Komandan!” suara Liana terdengar di radio. “Kita ketahuan! Mereka mengirim pasukan ke arah kita!”
Ariella segera mengambil keputusan. “Rael, jika kau ingin membuktikan kesetiaanmu, ikutlah dengan kami dan bawa kami keluar dari sini.”
Rael mengangguk cepat. “Ikuti aku. Aku tahu jalan rahasia.”
---
Rael memimpin mereka melalui lorong-lorong sempit di kompleks tersebut, sementara pasukan Leonard mulai mengepung. Suara tembakan dan langkah kaki bergema di seluruh tempat.
“Arah ini!” seru Rael, membuka pintu menuju tangga bawah tanah.
Namun, saat mereka hampir mencapai pintu keluar, sekelompok pasukan musuh muncul di depan mereka. Pertempuran sengit pun tak terhindarkan.
Ariella melompat ke samping, menembak dengan presisi ke arah musuh. “Liana, bawa data itu keluar! Jangan biarkan mereka merebutnya!”
Liana mengangguk dan berlari ke arah lain, membawa hard drive yang berisi informasi penting.
Rael membantu Ariella menembak musuh, membuktikan bahwa dia masih bisa diandalkan. Namun, Ariella tetap waspada. Dia tahu bahwa kepercayaan tidak bisa diberikan begitu saja.
“Rael, jika kau berbohong tentang keluargamu, aku sendiri yang akan menghabisimu,” ucap Ariella dingin saat mereka berlari.
“Aku tidak bohong!” balas Rael dengan nada tegas.
---
Setelah pertempuran sengit, tim akhirnya berhasil keluar dari kompleks. Tapi perjuangan mereka tidak tanpa korban. Salah satu anggota tim mereka tertembak dan tewas di tempat.
Ariella menggertakkan gigi, menahan kemarahan dan rasa bersalah.
“Kita berhasil mendapatkan data, tapi harga yang kita bayar terlalu besar,” katanya dengan suara berat.
Rael menunduk, merasa bersalah atas semua yang terjadi.
“Kita akan bicara nanti,” ucap Ariella tajam padanya. “Sekarang, fokus untuk bertahan hidup.”
Tim bergerak menuju tempat persembunyian baru, membawa data yang mungkin menjadi kunci untuk menghancurkan Leonard. Namun, bayangan pengkhianatan dan keraguan masih menggantung di antara mereka.
Dan bagi Rael, perjalanan ini adalah kesempatan terakhir untuk menebus kesalahannya—atau kehilangan segalanya untuk selamanya.