Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Bersama
Aleen diam dikamarnya setelah selesai mandi. Dia terlihat gugup memikirkan malam pertama dengan Dev.
"Duh, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku diam disini saja? Atau aku harus turun untuk makan malam?".
Batin Aleen diselimuti kebingungan karena statusnya dan Dev yang telah berubah.
Tok tok tok
Aleen berjingkut saat pintu kamarnya diketuk seseorang.
"Ah! Apa itu Dev?"
"Si-siapa?".
Suara Aleen terdengar gugup dan panik.
"Ini Bibi, Non"
"Haah... ada apa Bi?.
Aleen menghela napas lega mendengar kalau itu pebantunya.
"Makan malamnya sudah Bibi siapkan".
"Baik, Bi. Nanti saya turun".
Bibi pun langsung pergi setelah tujuannya selesai.
Tok tok tok
"Ada apa lagi Bi?", tanya Aleena yang mengira kalau itu Bibi lagi.
"Ini aku!"
Aleena kembali panik mendengar suara Dev. Dia langsung berdiri dan membukakan pintu.
Ceklek
"Ya, Dev. A-ada apa?".
Aleen bertanya dengan gugup namun Dev tetap tenang dihadapan Aleena.
"Kenapa kamu tidak langsung pindah ke kamarku? Kamu lupa kalau sekarang kamu sudah jadi nyonya rumah ini? Kamu tidak harus tidur dikamar tamu lagi".
Dev langsung bicara tanpa masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Pembawaannya yang tenang membuat dia terlihat sangat menawan.
"Itu... apa aku harus langsung pindah ke kamarmu?".
Aleen bertanya dengan wajah yang imut dan menggemaskan.
"Apa itu masih harus dijelaskan lagi?",ujar Dev dengan senyum tipis dibibirnya.
Sesaat Aleen terdiam mendengar jawaban Dev.
"Ba-baiklah. Aku akan meminta Bibi memindahkan barangku ke kamarmu. Eh, apa kamu masih belum mandi? Bibi bilang makan malamnya sudah disiapkan".
Akhirnya Aleen setuju untuk pindah ke kamar Dev. Setelah itu dia sadar kalau Dev belum mengganti bajunya.
"Ya, aku belum mandi. Aku baru selesai menelpon".
Dev menunduk melihat penampilannya sendiri sebelum menjawab pertanyaan Aleen.
"Kalau begitu, aku akan siapkan air untukmu mandi".
"Baiklah"
Aleen dan Dev pun berjalan bersama menuju kamar Dev.
"Masuklah".
Dev mempersilahkan Aleen masuk setelah membuka pintunya. Aleen memperhatikan setiap sudut kamar Dev yang tampak simpel tanpa banyak dekorasi disana.
"Kamar mandinya disebelah sana"
Dev menunjuk pada kamar mandi karena Aleen akan menyiapkan air untuknya mandi.
"Euh... ".
Aleen mengangguk lalu melangkahkan kaki kesana.
"Bahkan kamar mandinya pun tertata rapih"
Gumam Aleen melihat kamar mandi Dev. Dia langsung membuka keran air yang ada di bathup dan mengisinya.
Sementara itu Dev mulai membuka pakaian dan bersiap mandi. Dia hanya mengenakan jubah mandi dengan bagian dada yang sedikit terbuka.
Aleen selesai mengisi air dan berjalan menghampiri Dev. Pandangannya terkunci pada dada Dev tang terlihat berotot.
"Waah. Dada Dev terlihat berotot"
Aleen tiba-tiba membayangkan dada Dev yang sixpack
"Ah tidak-tidak. Apa yang aku pikirkan. Dasar otak mesum"
Aleen mencaci dirinya sendiri sambil menggelengkan kepala berkali-kali.
"Kenapa? Apa kamu baik-baik saja?"
"Ah ya! Aku sudah mengisi airnya. Kamu bisa langsung mandi setelah itu turun kebawah untuk makan. Aku akan menunggu disana".
Aleen menjelaskan pada Dev dengan cara bicara yang cepat karena gugup sebelum dia pergi dari hadapan Dev.
"Baiklah. Terima kasih".
Dev tersenyum melihat sikap Aleen.
"Sama-sama!".
Aleen menanggapi sambil berlalu pergi dari hadapan Dev dengan langkah kaki yang cepat, sedangkan Dev berjalan menuju kamar mandi.
"Aleen, Aleen, memalukan sekali. Bagaimana kamu bisa bersikap memalukan seperti itu dihadapan Dev, padahal kamu selalu bersikap baik dihadapan Angga. Dasar bodoh bodoh bodoh!".
Aleen yang merasa malu terus mencaci dirinya sendiri sambil memukul-mukul kepalanya.
"Ada apa Non? Apa Non baik-baik saja?"
Aleen kembali terkejut setelah dipergoki oleh pembantunya.
"Bibi... Mengagetkan saja", ujar Aleen sambil memegang dadanya sendiri.
"Maaf, Non. Bibi tidak bermaksud mengejutkan Non".
Bibi bicara dengan sangat lembut sambil tersenyum.
"Oh iya, Bi. Tolong bereskan barang-barangku dan pindahkan ke kamar Dev ya!"
Bibi menatap heran pada Aleen.
"Kenapa ... non pindah ke kamar Den Dev?"
Aleen menatap Bibi dan tersenyum sebelum dia berbisik.
"Aku dan Dev sudah menikah. Kami sudah resmi jadi suami istri"
Aleen menjelaskan lebih rinci pada pembantunya.
"Benarkah? Selamat ya Non. Semoga Nona dan tuan Dev bahagia selamanya"
Bibi mengucapkan selamat setelah Aleen menganggukkan kepala memberikan kepastian.
"Terima kasih banyak ya Bi. Tolong bantu bereskan ya Bi. Aku dan Dev akan makan dulu"
"Baik, Non. Tenang saja. Bibi akan bereskan semuanya dan menyimpannya langsung dikamar tuan Dev".
Bibi terlihat semangat menjalankan perintah dari Aleen.
"Kenapa sekarang Bibi memanggilnya tuan? Biasanya Bibi memanggilnya den Dev?"
Aleen bertanya dengan senyum lembut dibibirnya.
"Karena sekarang kita sudah menetap disini dan Bibi juga sudah bekerja dirumah ini, maka tuan Dev adalah majikan Bibi"
"Ya sudahlah terserah Bibi saja mau memanggilnya apa. Aku keruang makan dulu, mungkin sebentar lagi Dev selesai mandi"
"Baik, Non"
Aleen berjalan menuju ruang makan sementara Bibi ke kamar Aleen.
Tak berselang lama, Dev turun untuk makan malam. Aleen terus menatap Dev yang baru selesai mandi dengan rambut masih setengah basah. Dia terus menatapnya bahkan tanpa berkedip sekalipun.
"Ada apa denganmu? Kenapa terus menatapku?".
Dev bertanya setelah dia duduk di kursi sebelah Aleen
"Eh, ti-tidak, tidak papa".
Aleen tersadar panik mendengar suara Dev. Dia menjawab pertanyaan Dev dengan cepat sambil menggelengkan kepala.
"Besok kita akan makan malam dengan keluargaku. Jadi setelah pulang kerja, kita langsung kerumah utama saja".
Dev menjelaskan saat Aleen mengambilkan nasi untuknya.
"Apa ada sesuatu yang harus aku perhatikan?" tanya Aleen dengan sungguh-sungguh.
"Tidak ada. Cukup perhatikan aku saja".
Dev tersenyum tipis saat dia menanggapi Aleen. Ucapannya benar-benar membuat Aleen tersipu malu.
"Untuk apa aku memperhatikanmu?".
Aleen berusaha menanggapi dengan biasa saja meskipun terlihat kalau dia sedang salah tingkah.
Makan malam diantara mereka pun berlangsung tenang. Sesekali mereka melakukan percakapan biasa disela waktu makan. Setelah selesai, mereka berjalan menuju kamar Dev.
Terlihat Aleen sangat gugup saat ini. Tangannya berkeringat dan dia menjadi aga kaku.
"Apa kamu baik-baik saja?"
Dev bertanya dengan sikapnya yang tenang.
"Tidak. Aku tidak baik-baik aja. Aku angat gugup sekarang".
Aleen menanggapi dengan terus terang dan nada bicara yang sedikit menja.
"Aleen, aku memang memintamu untuk tidur denganku, tapi aku tidak akan melakukan hal yang macam-macam padamu sampai kamu memang siap untuk melakukannya denganku. Aku melakukan ini agar kita bisa semakin dekat dan tidak canggung lagi. Aku janji kalau aku tidak akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan"
Aleen menatap Dev yang sedang menjelaskan tujuannya dengan seksama. Dia benar-benar memperhatikan setiap ucapan Dev.
"Benarkah?", tanya Aleen memastikan.
"Ya", ujar dengan anggukan kepala perlahan.
"Terima kasih Dev"
"Kalau begitu sekarang kita tidur"
Dev dan Aleen pun tidur diatas tempat tidur yang sama. Mereka benar-benar hanya tidur saja.