Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titik Balik
Bab 21: Titik Balik
Dunia yang baru dibentuk pasca-kejatuhan Khalid tidaklah sempurna. Setelah pertemuan pertama dengan beberapa pemimpin faksi, Kael merasa seperti ia sedang memegang pedang bermata dua. Setiap langkah mereka terasa penuh dengan ketegangan, dan meskipun semua orang menyatakan ingin menjaga kedamaian, Kael tahu bahwa semua itu hanyalah topeng. Di bawah permukaan, kepentingan pribadi dan ambisi tersembunyi yang jauh lebih besar. Ini bukanlah sebuah perjalanan untuk menyelamatkan dunia, melainkan pertarungan untuk mendominasi.
Pertemuan demi pertemuan mereka lakukan, menjelajahi faksi-faksi besar dan kecil yang berusaha mengisi kekosongan kekuasaan. Masing-masing pemimpin memperkenalkan diri mereka dengan janji-janji manis, menawarkan aliansi yang tampaknya saling menguntungkan. Namun, Kael tidak mudah tertipu. Setiap kalimat yang diucapkan terasa penuh dengan kalkulasi, dan setiap tatapan yang diberikan menyimpan makna tersembunyi.
Namun, ada satu faksi yang menarik perhatian Kael lebih dari yang lain—Faksi Putih, yang dipimpin oleh seorang wanita muda bernama Lady Aelina. Faksi ini tidak seperti yang lain. Mereka bukanlah kelompok yang didorong oleh ambisi besar untuk menguasai, melainkan lebih tertarik pada menjaga keseimbangan dan membantu orang-orang yang terlupakan. Mereka adalah kelompok yang berfokus pada pemulihan dan memperbaiki kerusakan yang ditinggalkan oleh perang dan penguasa tirani. Meskipun demikian, Kael tetap merasakan ada sesuatu yang ganjil tentang mereka.
"Lady Aelina tampaknya terlalu baik untuk menjadi kenyataan," kata Rian suatu malam, setelah mereka menyelesaikan pertemuan dengan Faksi Putih. "Tapi kita tidak bisa hanya berpegang pada prasangka. Apa yang kita lihat sekarang mungkin tidak sesuai dengan kenyataan."
Kael mengangguk, pikirannya sedang sibuk mengingat setiap pertemuan yang telah mereka lakukan. "Aku tahu. Dia berbicara tentang perdamaian, tetapi kadang-kadang kata-kata itu bisa menutupi ambisi yang lebih besar. Kita harus berhati-hati."
Aria menatap Kael dengan cemas. "Kau merasa terancam oleh mereka?"
"Tidak, aku hanya merasa... ada sesuatu yang belum terungkap," jawab Kael, ragu-ragu. "Lady Aelina bukanlah tipe orang yang langsung terbuka tentang niat sebenarnya. Aku ingin memastikan kita tahu apa yang sebenarnya dia inginkan."
Malam itu, Kael tidak bisa tidur. Pikiran tentang Faksi Putih terus mengganggu benaknya. Meskipun niat mereka tampak mulia, Kael merasakan ada semacam bayangan yang membayangi setiap kata yang diucapkan. Ada sesuatu yang salah, tapi ia tidak bisa mengidentifikasi apa itu.
Di tengah kebingungannya, Kael memutuskan untuk bertindak. Ia akan bertemu dengan Lady Aelina secara pribadi, mencoba menggali lebih dalam tentang siapa dia sebenarnya dan apa yang sebenarnya ada di balik kata-katanya. Keputusan itu bukan tanpa risiko—Lady Aelina adalah seorang pemimpin yang dihormati, dan bertindak tanpa persetujuan bisa membuat Kael kehilangan sekutu yang berharga. Namun, Kael merasa bahwa ini adalah langkah yang harus diambil untuk menjaga dunia dari kemungkinan ancaman yang tidak terlihat.
Pagi berikutnya, Kael mengumpulkan timnya dan memberitahukan mereka tentang rencananya. Rian dan Aria mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Kami akan ikut, bukan?" tanya Aria dengan suara tenang, meskipun matanya mengisyaratkan kecemasan.
"Tidak," jawab Kael tegas. "Aku akan pergi sendiri. Aku tidak ingin memberi kesan bahwa kita mencoba memaksa mereka untuk berbicara. Aku akan mencari tahu sendiri apa yang tersembunyi di balik kata-kata indah mereka."
Rian mengangkat alis. "Ini berbahaya, Kael. Jika apa yang kau duga benar, kita bisa menghadapi lebih banyak musuh, bukan hanya dari luar, tetapi dari dalam."
"Aku tahu risiko ini," jawab Kael. "Tapi kadang-kadang, kita harus siap mengambil langkah besar untuk mencegah malapetaka lebih besar."
Kael berangkat ke markas Faksi Putih beberapa jam kemudian. Perjalanan itu terasa panjang meskipun jaraknya tidak terlalu jauh. Pikiran Kael melayang ke banyak kemungkinan—apakah Lady Aelina benar-benar seperti yang dia duga, ataukah dia hanya seorang pemimpin yang terjebak dalam dunia yang penuh tipu daya? Apakah dia berusaha mendamaikan dunia, ataukah dia hanya menunggu saat yang tepat untuk merebutnya?
Saat Kael tiba di markas Faksi Putih, ia disambut dengan keramahan yang hangat, namun tidak ada kebahagiaan yang tampak dalam dirinya. Lady Aelina menyambutnya dengan senyum yang tidak sepenuhnya tulus, namun cukup untuk membuatnya merasa diterima. Mereka duduk di ruang besar, dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah, jauh dari keramaian dan kekacauan dunia luar.
"Saya senang Anda datang, Kael," kata Lady Aelina, suaranya lembut namun tegas. "Kami di sini berkomitmen untuk perdamaian dan rekonstruksi. Saya tahu kita memiliki tujuan yang sama—untuk menyembuhkan dunia ini."
Kael mengangguk pelan. "Itu yang saya harapkan. Tapi saya harus jujur, saya juga khawatir. Semua faksi tampaknya memiliki tujuan yang mulia, tetapi saya merasa ada sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang belum terungkap."
Lady Aelina memandangnya dengan tatapan penuh perhatian. "Apa yang Anda khawatirkan, Kael? Apa yang Anda temukan dalam perjalanan Anda?"
Kael menatapnya lama. "Saya hanya ingin memastikan bahwa niat Anda benar-benar untuk menjaga keseimbangan. Saya takut, jika kita tidak berhati-hati, kita akan terjebak dalam perang baru. Saya tidak ingin dunia ini hancur lagi."
Lady Aelina menunduk sejenak, kemudian mengangkat kepala. "Kael, saya mengerti ketakutan Anda. Tetapi jangan salahkan kami hanya karena kami ingin dunia yang lebih baik. Setiap langkah yang kami ambil adalah untuk mencegah sejarah terulang."
Kael menatapnya tajam, mencoba membaca gerak tubuh dan ekspresinya. "Lalu mengapa Anda merasa perlu bersembunyi? Kenapa tidak mengungkapkan segala sesuatu sejak awal?"
Lady Aelina tersenyum tipis, namun ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Kael merasa lebih waspada. "Kadang-kadang, kebenaran harus disampaikan dengan hati-hati, Kael. Dunia ini tidak bisa dipaksa berubah dalam semalam. Saya hanya ingin memastikan bahwa kita memiliki waktu yang cukup untuk mengubahnya."
Kael terdiam. Meskipun kata-katanya tenang, ada nuansa yang mengusik. Kael merasa bahwa pertemuan ini baru saja membuka babak baru dalam perjalanannya. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan Lady Aelina mungkin hanya bagian kecil dari teka-teki yang lebih kompleks. Dunia ini lebih rumit dari yang ia kira.
Kael berdiri dan memberikan senyum kecil. "Saya harap Anda benar, Lady Aelina. Saya benar-benar berharap Anda benar."
Namun, saat ia meninggalkan markas Faksi Putih, hati Kael tetap dipenuhi keraguan. Dunia ini masih penuh dengan teka-teki yang harus dipecahkan, dan langkahnya ke depan akan semakin berat. Kael tahu bahwa ia harus lebih berhati-hati, karena ancaman yang lebih besar mungkin saja sedang menunggu di balik setiap senyum yang tampaknya penuh harapan.