NovelToon NovelToon
Asupan Lorong Kehidupan

Asupan Lorong Kehidupan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Preman / Penyelamat
Popularitas:500
Nilai: 5
Nama Author: Miftahur Rahmi

Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyelidikan

Saat Hasan hendak berbalik pulang, pandangan tertuju pada sebuah kantong plastik ukuran besar. Hasan tergerak mendekati dan membukanya. Betapa terkejutnya Hasan saat membuka kantong itu. Dia melihat ada boneka yang sama persis dengan yang menerornya dan Eva. Dia juga melihat sepasang jubah hitam, ada yang putih, berlumuran tinta seperti darah dan anyir.

Disana juga terdapat sepatu bot yang berlumuran lumpur. Hasan mengerutkan keningnya. Dia juga melihat ada beberapa lembar kain berwarna merah. Hasan mengenggam tangannya dengan geram.

Dia mengambil kantong itu, dan mengetuk pintu rumah Zainab dengan kuat dan berteriak.

"Keluar pembunuh! Keluar." teriak Hasan. Berkali-kali Hasan mengetuk dan menendang pintu dengan cukup keras.

 Saat pintu dibuka, Hasan seketika terjatuh saat dirinya hendak menendang lagi, pintunya terbuka. Hasan menatap Heru dan Zainab dengan tajam. Dimatanya asa linangan air mata. Dia tidak menyangka, mantan istrinya meneror dirinya. Hasan berdiri dengan diam. Dia melemparkan kantong plastik itu didepan suami istri itu. Membuat dua suami istri itu bingung.

"Kau bilang kau tidak meneror kami, tapi ini apa hah?" bentak Hasan dengan suara serak.

Dia menahan tangis. Dia terpukul saat mengetahui bahwa mantan istrinya adalah yang menerornya selama ini.

Heru membuka kantong itu, dia mengerutkan keningnya.

"Apa ini? Maksudnya apa?" tanya Heru bingung.

"Itu adalah barang yang selalu istrimu pakai saat meneror aku dan istriku..." jelas Hasan dengan emosi.

Zainab tersenyum dingin. "Kami tidak tahu menahu tentang itu. Tidak usah mencoba bermain-main Hasan... Kau jelas sudah tidak bahagia sekarang! Apa kau mencoba mengusik keluargaku? Iri ya?" tanya Zainab dingin.

Hasan mengepal tangannya geram. Dia merasa harga dirinya terhina.

"Mengaku kalah saja lah Hasan. Kau sudah tidak berdaya lagi... Dosa-dosa masalalu mu telah menghantuimu." Zainab tersenyum tipis.

"Kau..." Hasan mengertakkan giginya. Dia menunjuk wajah Zainab dengan emosi.

Heru menghadang Hasan yang hendak menyerang Zainab.

"Hasan, aku tahu hidupmu saat ini sedang kacau... Tapi jangan bawa kami dalam masalahmu." ujar Heru mendorong Hasan menjauhi sang istri.

"Coba intropeksi diri sendiri dan pikir siapa saja yang pernah kau lukai dimasa lalu hingga sekarang? Musuhmu bukan hanya Zainab, tapi mungkin saja bisa anak-anakmu sendiri, si Joni yang suka kau ambil uangnya." jelas Heru dingin.

"Dikehidupan ini semua orang bisa jadi musuh. Awasi sekitarmu dulu, baru menuduh orang yang tidak memiliki urusan denganmu lagi. Tolong jangan kaitkan kami dengan masalah mu ini."

Heru melangkah maju, wajahnya penuh kecurigaan.

"Hasan, aku tahu hidupmu kacau. Tapi jangan bawa-bawa kami dalam masalahmu."

Zainab tersenyum dingin memeluk mesra sang suami didepan mantan suaminya.

"Sudahlah Hasan. Terima saja! Kau sudah kalah. Hidupmu hancur dan itu salahmu sendiri, bukan orang lain." mereka kembali masuk ke dalam rumah. Hasan berdiri kaku. Tubuhnya bergetar.

Hasan memutuskan pulang dengan rasa sakit, kecewa dan amarah.

Hasan pulang, dengan banyak pikiran. Dia mengusap-usap wajahnya dengan kasar. Dia teringat Eva. Tidak ada rumah bagi mereka lagi. Rumah yang mereka anggap rumah, justru menjadi penjara. Dia meletak jaketnya di sofa. Dia meneguk tuak yang dia beli dijalan.

Bayangan masa lalu terus mengusilnya. Pertengkarannya bersama Zainab. Hasan menghela panjang, matanya memerah, bibirnya bergetar.

"Semua ini salahmu, Zainab," gumamnya pelan. Penuh dendam.

Hasan mengenggam tangannya dengan kesal.

"Aku akan membalasmu Zainab." ujarnya. Matanya tajam penuh dengan dendam.

"Tidak," katanya, suaranya kini terdengar lebih tegas, penuh tekad.

"Aku tidak akan membiarkan ini berakhir seperti ini. Kau akan membayar semuanya, Zainab. Kau dan lelaki sialan itu."

Sedangkan di desa Pasir, Eva terus mendapatkan teror. Seperti biasanya ada seseorang melempar boneka pada dirinya, disusul langkah kaki berat, diiringi ketukan keras di pintu rumah, seperti sesorang ingin memaksa masuk kedalam rumahnya. Suara tangis dan kadang di ganti dengan tawa membuat Eva semakin ketakutan, belum lagi aroma darah yang memenuhi sudut ruangan.

Teror ini bukan hanya tentang ketakutan, tapi juga ancaman yang nyata. Eva merasa bahwa jika terus begini, ia tak hanya akan kehilangan ketenangan, tapi juga nyawanya.

Eva berusaha tetap kuat saat menghadapi berbagai teror itu. Dia menyalakan lampu, agar bisa mengusir bayang-bayang ketakutannya. Namun saat lampu dihidupkan, dia melihat beberapa orang berdiri menatapnya diam.

"Siapa kau?" tanya Eva berusaha menguasai diri. Empat orang itu tidak menjawab, tapi malah mendekatinya. Eva berusaha lari, namun berhasil dicegat oleh orang itu.

"Aku mohon... Jangan ganggu aku..." pinta Eva mengiba. Namun orang itu menarik rambut Eva dengan keras. Eva mengerutkan keningnya.

"Berarti mereka manusia. Bukan makhluk halus." pikir Eva. Eva berkeringat dingin.

"Siapa mereka?" Eva mulai panik, segera menelpon Joni yang ditugaskan untuk menjaganya

"Halo? Tolong aku!" Eva berteriak. HP Eva di rampas dan mereka tiba-tiba tertawa.

"Jangan khawatir kami tidak akan mengusikmu. Kami orang baik kok. " ujar mereka tertawa dengan keras.

Salah satu dari mereka mengikat Eva. Mereka memasuki kamar Eva dan mengambil barang-barang berharga milik Eva. Seperti uang, tv, dan barang berharga lainnya. Setelah cukup, mereka pun meninggalkan rumah. Mereka menutup mulut Eva pakai kain berwarna merah. Eva melotot, dia berkeringat dingin. Matanya jadi berkunang-kunang, dan dia kambuh lagi. Dia menangis dan ingin berteriak, tapi tak bisa. Dia meronta ingin melepaskan diri. Belum sempat dia bisa melepaskan diri.

Teror lain datang, membuatnya semakin takut. Dia menangis dan akhirnya tak sadar kan diri.

Paginya Eva tersadar sudah berada di ranjang nya. Ternyata Joni mendatangi rumahnya setelah dia menelpon. Eva keluar dari kamar dan melihat Joni duduk di sofa ruang tengah. Eva segera menghampiri Joni.

"Apa yang terjadi malam tadi padamu? Kenapa kamu diikat?" tanya Joni khawatir.

"Mereka... Mereka datang, menakut-nakuti aku... Mengambil barangku..." Eva menangis. Eva menceritakan semuanya pada Joni kejadian malam tadi.

Namun saat Joni keluar dari rumah. Eva keluar dari rumah, dan meminjam HP warga. Dia menghubungi polisi dan polisi langsung menuju rumah Eva dan melakukan penyidikan awal. Mereka menemukan jejak sepatu yang tertinggal di sepanjang rumah Eva.

Jejak tersebut terlihat samar di tanah yang lembap, namun cukup jelas untuk menjadi petunjuk awal. Sidik jari juga ditemukan pada gagang pintu rumah Eva. Polisi menduga pelaku kemungkinan masuk melalui pintu tersebut.

Polisi mengamankan barang bukti untuk di analisis di laboratorium forensik.

Sementara itu, Eva dimintai keterangan lebih lanjut di kantor polisi. Ia menceritakan semua yang diketahuinya, termasuk kejanggalan yang ia rasakan dimalam itu. Hari berikutnya hasil analisis mendapatkan titik terang. Ternyata mereka tidak sendiri dan banyak bukti telapak kaki di belakang rumah, di depan pintu, dibagian jendela dan sidik jari mereka menempel disana. Dari hasil itu banyak tersangka yang mengejutkan, seperti sidik jari Joni terdeteksi di bagian dinding rumah, boneka-boneka yang ditemukan memiliki remot, sehingga bisa diterbangkan melalui remot kontrol. Suara rekaman menangis dan tertawa itu berasal dari boneka.

Jejak-jejak kaki yang ditemukan dibelakang rumah menguatkan mereka tidak sendiri, dan jejak kaki itu tidak sesuai dengan ukuran kaki orang-orang yang diduga meneror Eva. Eva lega, ternyata selama ini bukan hantu yang menakutinya, namun orang-orang yang menerornya. Namun dia bingung, tujuan mereka menerornya untuk apa?.

Penyelidikan pun semakin menarik. Polisi memutuskan untuk memanggil Joni dan kawan-kawan nya, untuk dimintai keterangan. Ketika diinterogasi, Joni terlihat gugup tetapi bersikeras bahwa dia tidak terlibat. Ia mengaku malam itu datang karena Eva menelpon nya. Tapi polisi mengatakan sidik jarinya tidak menempel di pintu atau pun di rumah, tapi malah didinding samping rumah, jejak-jejak kaki mereka juga sesuai dengan ukuran kaki mereka.

Polisi lain juga mencari petunjuk dengan menanyai warga. Warga mengaku melihat empat orang, membawa barang seperti TV, uang dan laptop. Pernyataan itu sesuai dengan yang dikatakan Eva. Jadi yang mencoba memasuki rumah Eva bukan cuma Joni dan teman-temannya, tapi juga ada yang lain. Orang tersebut mengenakan jaket hitam dan topi, tetapi terlalu gelap untuk mengenali wajahnya.

Polisi mulai menghubungkan potongan-potongan informasi ini. Apakah Joni dan kawan-kawannya benar-benar tidak bersalah, ataukah ada orang lain yang terlibat?

1
Miftahur Rahmi
Ayo tebak siapa yang teror Hasan dan Eva?
Graziela Lima
Cerita yang mampu.
Miftahur Rahmi: Makasih kak udah mampir. semoga suka ya, dengan ceritanya
total 1 replies
Ming❤️
Tolong update sekarang juga biar bisa tidur malam dengan tenang.
Miftahur Rahmi: udah upload chapter 4 kak, tapi belum disetujui sama editor. makasih ya kak, udah mau baca novel saya. jika ada salah dalam penulisan, apalagi titik koma nya, harap di koreksi ya kak. maklum masih amatir kak😥😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!