Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Tua Yang Kalang Kabut
Mungkin Tuhan memang merencanakan dengan baik jalan hidup seseorang. Siang ini, tepat 2 bulan El dirawat, dan tepat saat itu pula panggilan dari kantor polisi membuat Egi yang saat ini sedang berada disisi El segera meninggalkan rumah sakit. Pelakunya tertangkap.
Tadi pagi, El membuka mata, menggerakkan tangan, dan menggerakkan mulut. Ini perkembangan yang luar biasa. Sebuah keajaiban yang diharapkan datang setelah selama 2 bulan lamanya dokter bekerja keras untuk membuat El bangun.
Egi diizinkan menemui pelaku, namun Egi memilih cukup melihat dari jauh saja, lalu setelah usai dengan semua urusannya, dia segera kembali ke rumah sakit. Menemani El jauh lebih penting sekarang daripada disini.
Egi tiba di ruangan El saat melihat dua orang pria tampak sedang menunggunya di depan ruangan.
"Ah, Mbak Virginia?" Pria dengan sebuah tas ditangannya itu menyapa begitu melihat Egi.
Egi mengangguk pelan, ia memindai kedua orang itu waspada. "Ada perlu apa?"
"Saya orang tua dari Arfayuda." Pria berpakaian formal dan tampak jauh lebih tua juga tampak berwibawa itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
Egi terkesiap sejenak, lalu melirik tas ditangan pria yang menyapanya lebih dulu tadi. Egi yang sejak dulu kerap mendapatkan perlakuan tidak baik langsung berprasangka buruk.
"Nama saya Setya—"
"Tapi Pak, putra Bapak tidak koma di sini!" Egi memotong ucapan Setya-Setya tadi begitu kasar. "Yang ada disini korban tabrak lari dari putra Bapak yang bernama Elvano!"
Setya tertawa merendahkan. "Ini—kesalahpahaman saja, Mbak—"
"Yang salah paham hanya Bapak, saya benar-benar paham!" Rasanya Egi ingin meninju saja wajah pria yang membuat Arfayuda menjadi buron berminggu-minggu. "Adik saya hampir mati karena tindakan ceroboh putra Bapak!"
"Mbak Egi!" Pria yang satunya segera menyambar ucapan Egi setelah melihat bosnya kewalahan meladeni. "Kami kesini hanya ingin memberikan sedikit bantuan untuk meringankan biaya rumah sakit adik El. Kami paham proses hukum tetap berjalan, tetapi membantu Adik El semata karena kemanusiaan."
Egi diam saja, sejenak otaknya berputar. Rasanya bagus memeras dua orang yang sok merasa paling berkuasa ini.
"Adik saya sudah selesai dioperasi dan tinggal menunggu sadar!" Egi melirik tas ditangan pria itu dengan gaya meremehkan. "Jika ingin membantu, rasanya sudah sangat terlambat!"
Kedua pria itu saling lirik.
"Saya mengumpulkan uang sampai 1 milyar agar sampai ditahap ini!"
Lagi, pria itu saling pandang. Syok bercampur heran.
"Jika sampai sembuh nanti, saya kira isi tas anda tidak bisa menampung 10 milyar!" Egi semakin menjadi-jadi memprovokasi keduanya. "Jika isi tas anda hanya beberapa ratus juta, maaf ya, Pak, saya anggap itu donasi saya untuk keluarga tersangka! Saya pikir anda semua terlalu miskin untuk mengatakan anda membantu. Itu bahkan hanya sepersekian juta bagian dari hidup adik saya ke depannya!"
"Kamu—"
"Jika tidak mampu, biarkan anakmu mendekam di penjara sampai tua! Saya menuntutnya dengan tuntutan terbesar dan saya pastikan anak anda tidak bisa bebas sampai dia berusia 50an!" Egi menatap dua orang itu penuh amarah. Mereka pikir dengan datang dan memberi uang, hidup El kembali? Dasar penyembah uang.
Tapi dari orang jahat sebaiknya yang ditangani dengan cara yang sedikit licik.
Ketika pria yang berdiri disebelah ayah Arfayuda hendak bicara kembali, Egi menggeser tasnya ke depan, lalu menempatkan diri diantara dua orang itu. Seketika dua pria itu menyadari bahwa Egi bukan gadis biasa.
"Minggir!" Egi menabrak bahu dua pria itu begitu berani sebab memang tersulut emosi.
"Mbak Virginia, anda menyesal telah melakukan ini pada kami! Niat kami baik—"
Pria itu memutar badan lalu dengan begitu kagetnya, ia mundur sebab Egi memang tidak jauh dari posisinya.
"Yang menyesal adalah anda berdua, Pak! Sudah habis banyak untuk melarikan diri, eh, ketangkep juga!" Mana di penjaranya lama pula! Ya ampun, Egi senang saat kembali membahas lagi soal ini. Rasanya dia ingin tertawa keras-keras.
"Jangan arogan pada orang tua, Virginia!" Yang mengaku ayahnya Arfayuda ikut memutar kepala kearah Egi. "Sekaya apapun anda, tidak pantas merendahkan orang lain seperti itu!"
Egi memutar badannya cepat, lalu melesatkan tatapan mengejek bercampur marah. "Sekaya apapun anda, tidak pantas merendahkan orang lain seperti itu!"
Orang tua Arfayuda mendengus usai kaget dan tertohok oleh kata-kata Egi. Anak ini memang kurang ajar sekali.
"Tidak perlu repot datang kemari menemui saya lagi, Pak! Tanpa uang 10 milyar yang saya minta, tolong jangan datang kemari lagi!"