"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Asya menjatuhkan dirinya begitu saja di atas sofa saat jam istirahat tiba. Entah kenapa dia merasa begitu lelah hari ini. Dan hal itu membuat Indah dan bang Roy khawatir.
Tadi saat bernyanyi nada Asya banyak yang salah dan terkadang gadis itu juga lupa lirik. Seakan tubuhnya ada di sana namun pikirannya ada di tempat lain.
"Kamu yakin kamu gak apa-apa, Sya?" tanya Indah duduk di sebelah Asya. Gadis itu bangun dari acara rebahannya. Dia menghela napas berat lalu menatap Indah.
"Aku kepikiran bapak terus, Ndah," jawab Asya jujur.
"Ya udah telpon aja," usul Indah.
"Masalah Ibuku gak punya hape."
"Ya ampun."
Jika sudah seperti itu, Indah kehabisan akal. Pantas saja Asya terlihat uring-uringan.
Seseorang masuk ke dalam rumah itu membuat Asya dan Indah kompak menoleh. Itu Zhaki yang datang membawa satu kantong minuman untuk Asya, Indah dan penyanyinya yang lain.
Setelah membagikan minuman berupa orange jus itu, Zhaki menghampiri Asya. Indah yang tadinya duduk di samping Asya pun beranjak ke sofa yang ada di depan. Dia membiarkan Zhaki yang duduk di samping Asya. Dia juga tahu jika pemuda itu menaruh hati pada sahabatnya. Dan Indah sangat merestui mereka. Menurutnya Asya dan Zhaki itu sangat cocok satu sama lain.
"Sore nanti kamu mau jengukin bapak kamu gak? Aku anterin," kata Zhaki pada Asya.
Sebenarnya Asya teramat ingin mengiyakan ajakan Zhaki, hanya saja dia merasa sudah sangat merepotkan pemuda itu sejak ayahnya sakit. Mulai dari menjemput hingga mengantarnya pulang. Zhaki yang melakukannya.
"Gak usah, Ki. Ngerepotin. Nanti aku naik angkot aja," tolak Asya dengan halus.
Wajah Zhaki yang semula sumbringah berubah sendu. Loh, kok Asya tiba-tiba nolak ajakan gue ya? Apa gue ada salah? Tanya Zhaki pada dirinya sendiri. Selama ini Asya tidak penah menolaknya.
"Kenapa? Apa aku bawa motornya kekecengan?" tanyanya random sebab hanya itu yang ada dalam pikirannya saat ini. "Aku bisa kok bawa pelan-pelan." Zhaki mencoba meyakinkan gadis itu.
"Bukan gitu, Ki." Asya menggeleng pelan. Aduh! Ucapannya membuat Zhaki jadi salah paham. "Aku cuma gak pengen ngerepotin kamu. Kamu udah jemput, nganterin pulang. Sumpah aku berasa kayak nyusahin banget," jawab Asya sambil menunduk, merasa tidak enak. Tak hanya pada Zhaki namun juga pada Bang Roy dan rekan sesama penyanyinya. Nanti apa yang mereka pikirkan jika Asya diperlakukan spesial seperti itu. Dia tidak ingin kejadian seperti Susi dulu terulang kembali.
"Sama sekali gak ngerepotin kok, Sya."
Tidak. Bukan Zhaki yang menjawab tapi Indah yang merasa greget sendiri melihat tingkah kedua orang di depannya itu. Padahal Zhaki sudah menunjukkan bagaimana dia menyukai Asya namun wanita itu sama sekali tidak peka. Tidak heran sih karena sejak dulu Asya memang terkenal tidak mudah peka dengan situasi.
Atau sebenarnya Asya tahu tapi dia takut geer sendiri karena Zhaki belum menyatakan perasaannya. Baiklah. Jika sudah seperti itu siapa yang salah? Tentu saja Indah.
"Zhaki malah seneng kalo bisa bareng kamu." Itulah sebabnya gadis itu akan membantu mereka agar bisa jujur satu sama lain.
Asya mengerutkan keningnya bingung sementara Zhaki menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Bener kan, Ki?" tanya Indah meminta dukungan Zhaki.
"Iya. Indah bener. Aku sama sekali gak merasa direpotin dan aku emang seneng kalo bisa bareng sama Asya," jawab Zhaki mengiyakan apa yang Indah katakan.
"Kenapa?" Astaga! Asya masih saja bertanya.
"Yah ... karna aku suka sama kamu-lah."
Sontak pengakuan Zhaki membuat mereka yang ada di sana kompak menatap ke arahnya. Indah sendiri sampai menganga lebar tidak percaya jika Zhaki se to the point itu mengakui perasaannya.
Asya saja sampai melongo seakan baru mencerna ucapan Zhaki yang jujur saja sangat mendadak dan tidak tahu tempat.
"Gak usah diliatin gitu dong. Aku kan jadi malu," kata Zhaki salah tingkah mendapat begitu banyak tatapan dari mereka yang ada di sana.
"Lagian kamu ngungkapin perasaan gak liat tempat sih. Gak romantis banget jadi cowok," imbuh salah satu rekan Asya dan Indah mengundang tawa di antara mereka hal yang membuat Zhaki semakin salah tingkah.
Sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Zhaki bertanya, "Jadi gimana? Kamu mau gak jadi pacarku?"
Wajahnya jelas menahan malu. Sementara Asya di sana juga tidak tahu harus menjawab apa. Jika boleh jujur Asya memang tertarik pada Zhaki, hanya saja dia belum yakin apakah dia bisa menjalani hubungan seperti itu. Pasalnya ini pertama kalinya untuk Asya.
Melihat Asya yang ragu membuat Zhaki tersenyum getir. Jujur saja dia takut Asya akan menolak perasaannya.
"Kamu gak perlu jawab sekarang kok. Kamu pikirin aja dulu," ujar Zhaki buru-buru.
Ya. Mungkin memang benar. Lebih baik dipikirkan dulu.
***
Baru saja Luna menelpon Asya jika dirinya sudah pulang sekolah. Asya pun meminjam salah satu motor temannya di sana untuk dipakai menjemput Luna.
Selama dalam perjalanan Asya sedikit heran dengan sikap Luna. Adiknya itu lebih banyak diam dan wajahnya murung. Tidak seperti biasanya dimana Luna akan sangat cerewet. Namun karena waktu mereka tidak banyak membuat Asya tidak bertanya. Dia harus segera sampai di lokasi lagi.
Sampai di sana Luna ditemani oleh istri Bang Roy untuk makan. Setelahnya gadis itu disuruh istirahat di sebuah rumah tempat Asya dan teman-temannya juga istirahat. Sekarang Luna mengerti kenapa kakaknya betah dengan pekerjaan ini. Orang-orang di sana baik-baik sih.
Padahal dirinya disuruh istirahat namun Luna memilih ingin melihat secara langsung Asya bekerja.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Asya. Dia bekerja sebagaimana mestinya. Menghibur orang-orang dengan nyanyian dan goyangannya. Hanya saja pandangan sebagaian orang tentang pekerjaan yang Asya tengah jalani saat ini berbeda. Bagi sebagian orang, dengan meliuk-liukan badan seperti itu Asya dan teman-temannya dianggap sedang menggoda lawan jenis dengan cara yang halus.
Serba salah memang. Namun mau bagaimana lagi. Mereka butuh uang untuk menyambung hidup. Ingin mengandalkan bantuan keluarga, itu tidak mungkin karena Asya tidak memiliki keluarga seperti itu.
"Eh, kamu kenapa?" tanya Asya pada Luna.
Gadis itu tersenyum tipis lalu menggeleng pelan. "Enggak apa-apa kok, Kak," jawabnya tak berani memberitahu Asya yang sebenarnya.
Kakaknya itu sudah banyak masalah, Luna tidak ingin menambah masalahnya lagi dengan masalah yang dia hadapi. Gadis itu hanya menjatuhkan pelukan pada sang kakak sambil bergumam maaf. Luna yakin Asya tidak mendengarnya karena tertutup oleh suara musik yang sangat besar. Sungguh Luna merasa sangat bersalah karena tadi sempat merasa malu punya kakak seperti Asya. Padahal seharusnya dia bangga memiliki kakak seorang pekerja keras yang menghidupi keluarganya.
Tidak peduli apapun pekerjaannya. Bagi Luna, Asya tetaplah kakak terbaik yang dia miliki.
Luna tersenyum simpul setelah pelukan itu terlepas. Asya juga ikut tersenyum di sana lalu mengusap lembut kepala adiknya. Dipikirannya sang adik sedang merindukan bapak dan ibunya. Tak hanya Luna kok, Asya pun demikian. Sepertinya mereka memang harus ke rumah sakit sore ini.
Tak berselang lama, giliran Asya yang naik ke atas panggung.
Beberapa orang pria yang sudah sejak tadi menunggu Asya ikut naik saat musik mulai mengalun. Mereka memberikan saweran pada Asya.
Di saat yang sama, di tempat yang berbeda yaitu di tempat para tamu sedang makan seseorang mengenali Asya dari jauh. Wanita itu kemudian menyengol gadis di sebelahnya.
"Eh, Sarah, bukannya yang nyanyi itu sepupu kamu ya?" tanyanya pada gadis dengan kebaya berwarna hijau sage tersebut.
Gadis bernama Sarah itupun menoleh dan betapa kagetnya dia saat melihat jika benar, gadis yang sedang dikerumuni banyak pria di atas panggung itu adalah Asya, sepupunya.
"Benerkan dia sepupu kamu?" tanya temannya lagi.
Jujur saja Sarah sebenarnya ingin mengelak namun dia sudah seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri. Dalam hari Sarah mengutuk Asya. Si4lan! Dia sudah mempermalukan Sarah di depan teman-temannya.
"Jadi sepupu kamu seorang biduan ya? Hahaha!" Beberapa teman Sarah yang mendengar hal tersebut langsung tertawa seakan tengah mengejek Sarah.
"Mur4han banget," tambah yang lain membuat Sarah semakin kesal saja. Bukan kesal dan marah pada temannya yang sudah menghina sepupunya namun dia justru marah dan kesal pada Asya.
Tanpa mengatakan apapun, Sarah mengeluarkan ponselnya lalu merekam apa yang Asya lakukan di atas panggung.
'Awas aja kamu, Asya. Aku bakalan bikin kamu menyesal karna udah bikin aku malu di depan teman-temanku.' Batin Sarah tersenyum miring.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,