Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebenaran yang Terpendam
Bab 22: Kebenaran yang Terpendam
Kael kembali ke markas mereka dengan pikiran yang penuh dengan kebingungan dan keraguan. Meski ia tidak dapat menemukan bukti nyata tentang niat tersembunyi dari Lady Aelina, ada sesuatu dalam cara dia berbicara yang membuat Kael merasa bahwa ada lebih banyak yang sedang disembunyikan daripada yang ia ketahui. Dunia ini penuh dengan permainan politik, dan Kael harus bisa membedakan antara niat yang tulus dan rencana yang tersembunyi di balik kata-kata manis.
Tim Kael sudah menunggu di ruang tengah ketika ia kembali. Rian dan Aria segera menyambutnya, dengan wajah yang tampak penuh kekhawatiran.
"Bagaimana pertemuannya?" tanya Rian, suara berat dengan rasa ingin tahu yang jelas.
"Berjalan lancar, tetapi... ada sesuatu yang tidak beres," jawab Kael sambil duduk di kursi. "Lady Aelina dan Faksi Putih mungkin tampak baik-baik saja, tetapi saya merasa seperti mereka menyembunyikan sesuatu. Mereka lebih berhati-hati daripada yang saya kira."
Aria mengernyitkan dahi. "Apa maksudmu? Bukankah mereka berusaha membangun dunia yang lebih baik?"
"Sepertinya itu yang mereka katakan," jawab Kael, "tetapi kata-kata mereka terasa terlalu sempurna. Saya merasa ada sesuatu yang lebih besar yang mereka coba sembunyikan. Lady Aelina menghindari beberapa pertanyaan penting, dan itu membuat saya curiga."
"Jadi, kita masih belum bisa mempercayai mereka sepenuhnya?" tanya Rian, wajahnya tampak serius.
"Belum," jawab Kael. "Tapi kita harus lebih berhati-hati. Dunia ini penuh dengan kebohongan yang dipenuhi dengan niat tersembunyi. Kita tidak bisa begitu saja percaya pada siapa pun, meskipun mereka mengatakan mereka ingin perdamaian."
Setelah percakapan itu, Kael merasa lebih terisolasi. Meskipun ia tidak bisa mengungkapkan secara langsung apa yang mengganggunya, ada dorongan kuat dalam dirinya untuk menyelidiki lebih dalam. Setiap langkahnya kini terasa lebih berat, seolah-olah ia berjalan di atas tali yang rapuh, siap jatuh kapan saja. Tetapi Kael tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Dunia ini bergantung pada apa yang mereka lakukan, dan ia harus memimpin dengan bijak.
Hari berikutnya, Kael memutuskan untuk mengambil tindakan lebih lanjut. Ia mengumpulkan timnya dan memberi tahu mereka bahwa ia berencana untuk menyelidiki lebih dalam tentang Faksi Putih dan Lady Aelina. "Saya akan menyusup ke dalam wilayah mereka secara diam-diam. Ini berisiko, tapi saya perlu mengetahui lebih banyak. Kita tidak bisa hanya duduk diam menunggu sampai kita dilibatkan dalam perang yang lebih besar."
Rian mengangguk setuju, meskipun wajahnya menunjukkan kecemasan. "Kau tahu itu berbahaya, kan? Jika mereka mengetahui kita mencurigai mereka, bisa-bisa kita menjadi musuh mereka."
"Benar," jawab Kael, "tapi jika kita tidak tahu apa yang sedang mereka rencanakan, kita mungkin berisiko lebih besar. Kita tidak bisa berpangku tangan dan berharap mereka akan menjadi sekutu yang baik."
Aria memandang Kael dengan penuh perhatian. "Saya akan ikut. Jika kita akan melakukannya, kita harus bekerja bersama dan tetap saling menjaga. Tapi hati-hati, Kael. Jangan terlalu percaya pada siapa pun, bahkan pada teman."
Mereka mempersiapkan perjalanan untuk menyusup ke dalam wilayah Faksi Putih. Kael, Aria, dan Rian mengenakan penyamaran dan bergerak dengan hati-hati, berusaha tidak menarik perhatian siapa pun. Mereka tahu bahwa mereka harus bergerak cepat dan tetap tersembunyi, karena jika Lady Aelina mengetahui niat mereka, itu akan menjadi akhir dari peluang mereka untuk mencari tahu kebenaran.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka tiba di wilayah Faksi Putih yang terletak di pedalaman, jauh dari keramaian kota besar. Tempat ini terasa tenang dan damai, dengan alam yang subur dan bangunan-bangunan yang tampaknya dibangun dengan penuh perhatian terhadap keberlanjutan dan keharmonisan. Namun, meskipun tampak indah, Kael merasakan ketegangan yang mengintai di balik semua ini.
"Ini... terasa aneh," kata Aria dengan suara pelan, matanya mengamati sekeliling. "Semua terlalu sempurna."
Kael mengangguk pelan. "Ya, itu yang saya rasakan. Semua ini terlalu tenang. Terlalu damai."
Mereka menyelinap lebih dalam ke dalam markas Faksi Putih, bergerak dari satu bayangan ke bayangan lainnya. Setelah beberapa waktu, mereka berhasil mencapai sebuah ruang bawah tanah yang tampaknya digunakan untuk penyimpanan. Di sana, Kael merasakan aura yang aneh—sebuah energi gelap yang tampaknya tersembunyi di dalam ruangan itu.
"Ini dia," kata Kael dengan suara berat. "Ada sesuatu di sini."
Dengan hati-hati, mereka membuka pintu ruang bawah tanah dan masuk ke dalam. Di dalam, mereka menemukan sejumlah dokumen dan artefak yang tampaknya sudah sangat tua. Salah satu artefak itu menarik perhatian Kael lebih dari yang lainnya—sebuah batu berwarna hitam pekat yang memancarkan energi gelap yang sangat kuat. Batu itu terlihat seperti Batu Kehidupan yang pernah mereka temui, namun dengan aura yang sangat berbeda—lebih gelap dan lebih kuat.
"Ini... apa ini?" tanya Rian, matanya terbeliak saat melihat batu tersebut.
"Saya tidak tahu," jawab Kael dengan hati-hati, "tetapi ini bukan hal yang baik. Kita harus membawanya keluar dan menyelidikinya lebih lanjut."
Namun, saat mereka berusaha untuk mengambil batu itu, suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Mereka berbalik dengan cepat dan melihat seorang prajurit Faksi Putih yang datang menuju mereka. Mata prajurit itu membeku ketika melihat Kael dan timnya di dalam ruangan itu.
"Apakah kalian mencari sesuatu?" suara wanita itu terdengar datar, namun ada ancaman yang tersembunyi di balik kata-katanya.
Kael menahan napas, mencoba tetap tenang. "Kami hanya mencari informasi. Apa ini semua tentang?"
Wanita itu tersenyum dingin. "Kalian telah melihat lebih dari yang seharusnya kalian lihat, Kael."
Dengan gerakan cepat, wanita itu mengaktifkan kekuatannya. Sebuah ledakan energi gelap yang sangat kuat menghantam tim Kael, memaksa mereka mundur. Batu hitam itu menyala dengan intensitas yang lebih besar, seolah-olah memberi tanda bahwa kekuatan yang tersembunyi di baliknya telah terbangun.
"Saya kira Anda tidak akan pernah menemukan ini," kata wanita itu dengan senyum jahat. "Tapi kini, segalanya sudah terlambat."
Kael mengerti bahwa mereka telah melangkah terlalu jauh. Mereka telah menemukan sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada yang mereka kira. Kini, mereka terjebak dalam permainan yang jauh lebih gelap daripada yang mereka bayangkan.