NovelToon NovelToon
AMEEZA

AMEEZA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ana Hasna Raihana

(#HIJRAHSERIES)
Keputusan Bahar untuk menyekolahkan Ameeza di SMA Antares, miliknya mengubah sang putri menjadi sosok yang dingin.

Hidup Ameeza terasa penuh masalah ketika ia berada di SMA Antares. Ia harus menghadapi fans gila sepupu dan saudaranya, cinta bertepuk sebelah tangan dengan Erga, hingga terlibat dengan Arian, senior yang membencinya.

Bagaimanakah Ameeza keluar dari semua masalah itu? Akankah Erga membalas perasaannya dan bagaimana Ameeza bisa menghadapi Arian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Hasna Raihana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Pembuat Onar

Malam ini hanya ada Ameeza, Izzi dan Angga di meja makan. Mama sedang pergi ke rumah temannya dan ayah masih sibuk di Cafe. Di sela suapannya yang ketiga, Ameeza melirik bergantian antara Izzi dan Angga yang duduk di seberangnya.

Seharian setelah pulang sekolah kemarin Ameeza sudah memutuskan untuk meminta Izzi atau Angga menjadi tutor belajarnya. Bukan tanpa sebab ia memutuskan hal ini, Ameeza hanya teramat benci dan risih jika nantinya telinga ini mendengar lagi ucapan membandingkan antara dirinya dengan kedua kakaknya. Memang siapa yang akan tahan terus dibandingkan seperti itu.

Setelah meneguk air putihnya hingga habis, Ameeza kembali memandangi kedua kakaknya terang-terangan. Hal tersebut membuat Angga menyadarinya, lantas memandang sang adik tepat. "Kenapa?" tanya Angga setelah menelan makanannya.

"Kak Izzi dan Kak Angga mau gak jadi tutor belajar gue? Salah satu dari kalian ajalah." Akhirnya Ameeza mengutarakan maksudnya.

Selama beberapa detik ruang makan senyap. Bahkan tak ada suara denting sendok yang beradu dengan piring. Izzi lebih dulu memecah keheningan dengan mendorong kursi ke belakang. Menimbulkan deritan yang cukup keras. Dia beranjak. "Gue sibuk," tutur Izzi terlampau dingin.

Diam-diam Ameeza mendengus kesal. Sejenak ia menatap kepergian kakaknya yang menaiki anak tangga. Setelah itu kembali menghadap ke depan. "Lo gimana, Kak? Bisa?" Ada harapan bahwa Angga mengiyakan permintaannya. Ia tahu Angga tidak mungkin menolaknya. Ameeza tahu sesibuk apapun kakak pertamanya ini, dia pasti akan meluangkan waktu demi adiknya.

Seulas senyum terukir. "Boleh, tapi mungkin gak bisa lama. Tahu sendiri gue udah kelas XII."

Ameeza mengangguk.

Permintaan semalam membuat hati Ameeza lega. Hari ini Ameeza melangkah menyusuri koridor yang terbilang ramai karena jam pulang sekolah.

Samar-samar ia mendengar desas-desus mengenai dirinya. Yang intinya mereka membicarakan tentang sikap Ameeza yang kasar dan selalu sarkas. Berbanding terbalik dengan sikap Ameeza saat pertama kali menjadi murid di SMA Antares.

Ameeza tak mempercepat langkahnya, menutup telinga dengan earphone atau menghajar setiap orang yang membicarakannya. Iyah, semua itu bisa saja ia lakukan, namun Ameeza terlalu malas melakukannya. Bersikap biasa saja lebih baik ketimbang melakukan perlawanan. Terkecuali mereka melewati batas, tentu saja Ameeza berani melawannya walau senior sekalipun.

Setelah melewati gerombolan siswa-siswi yang membicarakannya, dari arah yang berlawanan Angga berlari menghampiri Ameeza. Ia memberikan tasnya pada Ameeza. "Hari ini belajarnya di perpus aja. Tunggu di sana, gue ada urusan dulu."

Ameeza hendak menyela, namun Angga sudah lebih dulu pergi.

Kakinya sampai di depan pintu perpustakaan bersamaan dengan Bu Atikah yang keluar. "Eh, mau masuk? Udah mau dikunci padahal."

"Iya, Bu."

Bu Atikah tersenyum. Ia memberikan kunci perpustakaan pada Ameeza. Setelah itu pamit pergi.

Ameeza melepas sepatu dan menaruhnya di rak khusus sepatu. Ia menekan saklar lampu yang membuat perpustakaan terang. Lalu duduk di kursi panjang dan meletakkan tas Angga di atas meja.

Tangannya tergerak mengambil buku dan alat tulis. Usai mengeluarkannya, Ameeza beranjak dari kursi dan mulai mencari buku paket fisika kelas X di rak buku.

Ameeza kembali duduk setelah menemukannya. Ia mengecek HP, tertera di sana pukul 15. 40. Sebuah dengusan lagi-lagi keluar dari bibirnya. Sejenak Ameza menenggelamkan wajahnya di atas tas Angga. Memikirkan apakah tindakan dan keputusannya benar? Atau justru tidak?

Lo harus ubah persepsi mereka yang membandingkan lo.

Lo harus bisa bikin mereka diam dan cuma bisa memuji kepintaran lo. Buat mereka gak bisa lagi membandingkan lo.

Ameeza membenarkan kata hatinya. Tentu saja, tindakan dan keputusannya sudah benar, ia sudah melakukan hal yang tepat.

-oOo-

Sebuah tas berwarna silver dilempar asal hingga menyenggol sebuah minyak wangi di meja rias dan berakhir benda itu pecah. Ameeza membanting tubuhnya ke kasur. Menahan amarah yang masih berkobar di dadanya. Perlahan matanya terpejam menyingkirkan segala perasaan benci yang bersarang.

Lagian dia gak sengaja, dia sibuk, My.

Lagi, Ameeza mengiyakan kata hatinya.

Tak berselang lama suara gedoran pintu dan teriakan menyerukan namanya terdengar. Ameeza terlalu malas untuk membuka pintu. Membiarkan Izzi masuk ke kamar hanya akan memperburuk mood-nya. Kakak keduanya itu sudah pasti mau memarahinya karena mendengar suara benda pecah.

"Ameeza!"

"Buka pintunya!"

Ameeza mengubah posisinya menjadi duduk di tepi ranjang. Ia melepaskan satu persatu kaus kakinya yang masih menempel. Lantas melemparnya asal ke dekat nakas.

"Ameeza, gue minta maaf. Tadi, ada kepentingan mendesak. Besok, deh kita belajar lagi. Janji." Suara halus dan lembut itu membuat Ameeza mendengus kesal.

Beri dia kesempatan lagi, lo gak mungkin nyari orang lain 'kan buat ngajarin lo.

Untuk kesekian kalinya Ameeza mengiyakan kata hatinya. Ia menyahut dingin. "Iya."

Hari berikutnya Ameeza lagi-lagi ditinggalkan. Disuruh menunggu di perpustakaan dengan tas milik Angga. Tapi, kali ini Angga menepati janjinya. Dia kembali ke perpustakaan tepat waktu sesuai janjinya setelah mengurus sesuatu.

Namun, baru saja Angga menjelaskan beberapa bait di buku paket fisika suara dering HP milik Angga mengacaukan konsentrasi. Ameeza menyuruh Angga untuk mematikan HP-nya. Hal itu diangguki oleh Angga.

Raut wajah Angga seketika berubah, matanya yang fokus menatap HP seketika pucat. Angga menarik tas miliknya yang ada di atas meja. Ia buru-buru mengenakan sepatunya meskipun masih berada di dalam ruangan. Sebelum keluar Angga sempat berpesan. "Kita lanjut besok, gue ada kepentingan mendesak."

Hari berikutnya dan seterusnya perasaan Ameeza hampa. Tidak, lebih tepatnya bosan dan muak karena Angga tak pernah benar-benar mengajarinya, dia terlalu sibuk, dia terlalu sering mengumbar janji dan Ameeza semakin benci ketika tahu alasan yang sebenarnya.

Angga bukannya mengurus OSIS atau eskul basket. Dia jalan dengan perempuan. Entah ini hanya kesalahpahaman atau bagaimana, tapi praduganya semakin kuat ketika matanya sudah berkali-kali melihat Angga pergi bersama perempuan.

Kini, Ameeza yakin sejak awal Angga hanya terpaksa. Dia hanya mempermainkannya, dan dia benar-benar tidak berniat mengajarinya.

...-oOo-...

Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi dan Ameeza sudah berada di sekolah. Bukan karena Ameeza terlalu rajin, tapi karena ia memang ada maksud untuk berangkat pagi-pagi sekali.

Ameeza berjongkok meletakkan tas hitam di bawah, ia membuka resleting lantas mengambil beberapa pilox.

Kakinya menghadap loker kelas XII yang jauh lebih luas dari yang Ameeza kira. Sejenak Ameeza memandangi deretan loker itu.

Lo yakin bakalan ngelakuin ini?

Lo bakalan bikin Kak Angga kecewa atau bikin dia marah.

Buru-buru Ameeza menepis kata hatinya. Untuk kali ini Ameeza tak mau menuruti kata hatinya yang masih bersimpati pada Angga. Toh, memang sejak awal Anggalah yang bersalah. Anggalah yang mengecewakan. Padahal Ameeza hanya ingin kakaknya itu menjadi tutor walau hanya seminggu sekali, apakah sesusah itu?

Ameeza menggerakkan tangannya, menuliskan semua umpatan di loker-loker itu. Yang paling banyak adalah tulisan 'pembohong' dan 'sialan'.

Tepat sesuai dugaannya, saat jam istirahat, salah seorang siswa memanggilnya. Mengatakan bahwa Ameeza dipanggil ke ruang OSIS. Ini sudah jelas bahwa Angga mengetahui perihal coretan di loker-loker itu.

Belum sempat Ameeza mendudukkan dirinya di kursi, Angga sudah lebih dulu menuding Ameeza. "Lo yang coret-coret loker pake pilox?"

Aura di ruang OSIS mendadak kelam dan sunyi. Ameeza bahkan tak jadi mendudukkan diri di kursi membuat Angga mengernyit heran. "Kenapa gak duduk?"

Ameeza memasang wajah datar. "Urusannya udah kelar 'kan? Lo udah tahu gue yang coret-coret. Dan gue udah tahu hukumannya."

Sebelum berbalik Angga lebih dulu menginterupsi, membuat Ameeza membalikkan tubuhnya kembali menghadap Angga.

"Gue gak ngasih hukuman. Gue cuma mau nanya apa alasan lo ngelakuin itu?" Ada jeda sesaat sebelum Angga akhirnya beranjak dari tempat duduk. "Ini di sekolah bukan di rumah. Jangan samain please. Lo udah bukan anak kecil lagi, masalah lo cukup lo yang tahu. Lo cukup ngelampiasinnya di rumah gak usah di sekolah." Nasihat panjang Angga memang tidak dikatakan secara kasar atau sarkas, justru Angga mengatakannya pelan-pelan dan lembut berharap Ameeza mengerti. Namun, Ameeza tak mau mengerti.

Ameeza mengepalkan tangannya. Menatap benci pada Angga. "Masalahnya itu ada di lo!" teriak Ameeza, cewek yang hari ini tak mencepol atau menguncir rambut seperti hari-hari biasanya. Ameeza buru-buru keluar dan membanting pintu cukup keras membuat Angga terperanjat kaget.

Ameeza berjalan cepat sepanjang koridor, tak peduli beberapa kali tubuhnya menyenggol pundak siswa-siswi yang dilewatinya, tak peduli umpatan serta murka dari siswa-siswi yang Ameeza senggol pundaknya.

Sampai langkah kakinya terhenti. Ketika seseorang menghalangi jalannya. Ternyata Erga. Ameeza mendorong Erga ke samping, namun Erga lebih dulu sigap memegang tangan Ameeza. Dia menyodorkan sebuah kertas berisi formulir pendaftaran eskul bulu tangkis. "Ini."

Ameeza menatap Erga tak mengerti. "Gue gak pernah minta buat gabung di eskul bulu tangkis," desis Ameeza.

Ameeza berniat melewati Erga. Tapi, tangannya lebih dulu di cekal. Erga memberikan formulir itu ke tangan Ameeza. Belum sempat Erga pergi. Ameeza lebih dulu berteriak. "Gue gak butuh!"

Tangan Ameeza meremas formulir itu hingga berbentuk bola. Lantas membuangnya ke tempat sampah. Erga tak peduli, dia memilih pergi. Namun, kaki Erga tertahan saat mendengar Ameeza lagi-lagi berteriak. Bukan ditujukan kepada dirinya, tapi kepada orang lain. Erga berbalik, menatap Ameeza yang sedang berdebat panjang di tengah koridor dengan Angga.

"BERHENTI! Ngoceh terus aja sampe berbusa!" teriak Ameeza keras.

Angga bungkam. Dan Ameeza kembali melanjutkan ucapannya. "Kalau gak niat jadi tutor gue yaudah gak usah! Jangan cuma bisanya ngumbar janji dan akhirnya gak ditepati, segala pake alesan sib-"

Angga lebih dulu memotong ucapan Ameeza. "Stop."

Kerumunan semakin banyak. Diantaranya banyak yang mulai berbisik-bisik membicarakan, tentang kenapa Angga dan Ameeza berdebat.

"Gue sibuk beneran."

Ameeza berdecih dengan tatapan menghunus ke arah Angga. "Sibuk? SIBUK JALAN SAMA CEWEK MAKSUDNYA!"

Tanpa diduga Angga menampar pipi Ameeza keras. Tamparan itu membuat Ameeza dan semua orang yang menonton bungkam.

Mendadak suasana jadi hening. Ameeza tidak memegang pipinya. Dia hanya tersenyum getir. Masih terasa panas dan perih di pipinya. Tapi, Ameeza tidak menyentuh bekas tamparan itu, ia tidak menangis karena ditampar.

Sakit dan pedih.

Tapi, Ameeza tidak mungkin mempermalukan dirinya dengan menangis di hadapan semua orang.

"Ayo tampar lagi," tantang Ameeza menahan sesak yang menggerogoti hatinya. Menahan panas yang mulai terasa di matanya.

"Maaf, gue refleks," gumam Angga sangat pelan sehingga hanya Ameeza yang bisa mendengarnya.

Ameeza tertawa sumbang. "Yaudah, bye! Gue pamit." Ameeza menyibak kerumunan, melambaikan tangan masih dengan posisi membelakangi sambil berjalan. "Dan makasihhh buat tamparannya! Karena bikin gue sadar!"

Angga menyesali perbuatannya ia hendak mengejar Ameeza. Namun, ia tahu Ameeza sedang tidak ingin bertemu dengannya. Mungkin nanti di rumah ia bisa membicarakannya lagi.

Sedangkan Ameeza masuk ke sebuah toilet yang rusak. Ia duduk di toilet duduk. Setelahnya tangisnya pecah, air matanya terus menerus mengalir meski tangannya mengusap air mata itu.

Sangat sesak. Itulah yang Ameeza rasakan sampai untuk berhenti menangis pun Ameeza tidak bisa.

"Ameeza!"

"Ameeza lo gak apa-apa?"

"Ameeza, ayo keluar. Udah masuk."

Ketiga suara itu adalah Melva, Eza dan Siska. Ameeza tak menyahut, tangannya beralih membungkam mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sesenggukan. Air matanya terus mengalir tiada henti susah sekali menghentikannya. Padahal Ameeza mau berhenti menangis, namun air matanya terus saja mengalir, rasa sesak di dadanya kian mengerat menyiksanya.

...-oOo-...

1
zennatyas
kecewa banget ya jadi Ameeza ngadepin Erga? wkwk
zennatyas
loh, Bu?
zennatyas
demi apa kalo liat cowok pingsan, Za?😭
zennatyas
Wahh, dari awal aja udah seruu nihh 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!