Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Semenjak pertengkaran dengan Ginran hari itu, Kaiya jatuh sakit. Sudah tiga hari dia tidak pergi ke kampus. Ia sakit bukan hanya karena terkena hujan, namun karena sedih. Memikirkan Ginran yang menyerah padanya dan tidak mau melihatnya lagi membuat hati Kaiya seperti di cabik-cabik. Sakit sekali rasanya.
Ada Jason yang setia menemaninya. Dokter Kean pun selalu siap sedia mengecek keadaan mental Kaiya. Untung saja gadis itu tidak kembali seperti tiga lalu, yang tidak punya harapan hidup lagi dan berulang kali mencoba mengakhiri hidupnya sendiri.
Kali ini Kaiya masih bisa mengontrolnya, tidak terpuruk seperti orang yang tidak memiliki harapan hidup lagi. Kaiya tidak ingin orang-orang yang berjuang mati-matian untuknya kecewa. Tantenya, Jason, dokter Kean, mereka semua berharap sekali dirinya sembuh total dari penyakit mentalnya. Dan Kaiya berharap bisa sembuh seperti yang mereka mau.
Walau sakit sekali rasanya Ginran dan yang berpaling darinya, namun Kaiya akan terus berjuang dengan hidupnya. Mungkin ini lebih baik.
"Hei, kamu kurusan." Jason memasuki kamar Kaiya membawa semangkok bubur. Gadis itu baru saja bangun dari tidurnya.
"Makan dulu ya. Badan kamu masih panas." ucap Jason meletakkan mangkok bubur yang dia bawa di atas meja kemudian membantu Kaiya duduk. Tubuh gadis itu lemah sekali.
Jason duduk di tepi ranjang, mengambil kembali bubur yang ia letakkan di atas nakas dan mulai menyuapi Kaiya. Dulu, waktu Kaiya di rawat di rumah sakit, laki-laki itu juga yang menjaganya. Menyuapinya seperti ini bukan hal yang baru lagi. Kaiya sudah terbiasa. Hanya saja Jason harus lanjut kuliah keluar negeri tahun lalu, mereka terpisah.
Awalnya Kaiya sedih, karena baginya Jason adalah pengganti kakaknya yang sudah menghilang entah kemana. Namun lama-kelamaan gadis itu mulai terbiasa. Untung masih ada dokter Kean selalu siap sedia saat ia butuh.
"Anak manis." Jason bergumam lembut karena Kaiya memakan bubur yang dia buat sampai habis. Tangan pria itu merapikan anak rambut Kaiya, menyelipkan ke belakang telinga gadis itu.
Kaiya tersenyum tipis. Namun Jason bisa melihat kesedihan dalam matanya. Gadis ini murung. Walau ia berusaha tampak baik-baik saja tapi Jason tahu, Kaiya sangat sedih karena Ginran.
"Kapan kamu kembali ke luar negeri?" Kaiya bertanya. Pasalnya sudah hampir seminggu Jason di kota ini. Padahal lelaki itu belum libur sama sekali.
"Penerbanganku tiga hari lagi." jawab Jason. Kaiya mengangguk. Kalau Jason pergi, dia akan jadi lebih kesepian lagi.
"Kaiya,"
"Hmm?"
"Aku janji, suatu hari nanti kamu pasti akan mendapatkan kebahagiaanmu. Aku akan memperjuangkannya untukmu." Kaiya mengernyitkan dahi, tidak mengerti apa maksud kalimat laki-laki itu, tapi sesudah itu ia tersenyum.
"Pengen aku bahagia, tapi kamunya malah kuliah di luar negeri." balas Kaiya sengaja memasang tampang merajuknya. Jason tertawa.
"Kan kita selalu video call-an. Lagian, nggak mungkin aku durhaka sama orang tuaku juga kan? Nanti aku nggak bisa membelikan hadiah-hadiah yang mahal untuk kamu lagi." Kaiya tertawa kecil. Pandangannya berpindah ke sekeliling kamar, fokus ke lemari kaca berisi boneka-boneka mahal dan barang-barang lainnya. Semua itu adalah hadiah dari Jason untuknya.
"Ya sudah. Jangan lupa sebelum kamu balik ke luar negeri, belikan aku hadiah." giliran Jason yang tertawa.
"Baiklah princess." ia mencubit gemas pipi Kaiya.
"Sekarang minum obat dulu lalu tidur lagi. Kamu harus banyak istirahat biar cepat sembuh." kata Jason. Setelah memasukan sebutir pil ke mulut Kaiya, ia membantu gadis itu berbaring dan keluar pada saat gadis itu tertidur.
***
Dua hari kemudian kondisi Kaiya berangsur-angsur pulih. Sudah tidak panas lagi. Dan hari ini ia memutuskan masuk kampus. Sudah berhari-hari dia absen, kalau absen terus bisa-bisa mata kuliahnya nggak lulus-lulus.
Saat hendak berjalan lewat koridor menuju jurusannya, tanpa sengaja ia melihat Ginran dan yang lain sedang berdiri bersama di ujung sana. Langkah Kaiya refleks terhenti.
Jangan pernah temui aku lagi
jangan pernah temui aku lagi
Kata-kata Ginran waktu itu langsung terngiang di kepalanya. Kaiya hanya bisa menatap mereka dari jauh, wajahnya saat menatap sekelompok orang yang sangat dekat dengannya dulu itu sangat kasihan. Tatapan penuh kesedihan, kerinduan, penyesalan, dan ...
Kaiya tersenyum pahit. Yang dia tahu sekarang adalah, tak ada lagi harapan untuknya. Mereka tidak membutuhkannya lagi, terutama Ginran. Gadis itu cepat-cepat berbalik ketika tatapannya bertemu dengan Ginran. Ia takut laki-laki itu akan marah-marah seperti waktu itu kalau melihatnya. Gadis itu pun mengambil jalan yang lain menuju jurusannya.
Ditempatnya, Ginran cukup terkejut saat melihat tampang Kaiya dari kejauhan. Badan gadis itu bertambah kurus dan wajahnya pucat. Lelaki itu bisa melihat dengan jelas.
Dia jatuh sakit karena hujan waktu itu?
Ginran bertanya-tanya dalam hati. Jelas-jelas dia masih peduli, buktinya ia merasa gelisah karena empat hari terakhir ini tidak melihat Kaiya dikampus. Tapi egonya yang tinggi membuat dirinya tersiksa sendiri. Harusnya waktu itu dia tidak membentak-bentak Kaiya dengan kasar.
Wajah gadis itu juga terlihat murung sekali tadi. Apa penyebabnya karena dia? Apa Kaiya juga memiliki perasaan terhadapnya?
"Lo liat apa?" Darrel bertanya. Lelaki itu mengikuti ke arah yang sama dengan yang dilihat Ginran namun ia bingung karena tidak melihat siapapun di sana.
"Nggak ada." sahut Ginran berbohong.
"Rel, lo beneran nggak pengen ikut study tour sama kita-kita? Padahal asyik lo kita bisa sekalian liburan bareng ke Bali." Naomi bertanya. Darrel ini memang paling susah di ajak ikut kegiatan yang cowok itu tidak suka.
"Sorry Na, lo tahu gue sibuk terus di club kan?"
"Ala, alasan. Bilang aja lo nggak mau ikut." Darrel tertawa menatap Jiro.
"Tuh lo tahu."
"Ckckck." Jiro berdecak. Setelah itu ekspresinya langsung berubah karena melihat seseorang yang dia benci dan paling tidak ingin dia lihat tiba-tiba muncul di depan mereka.
"Lo, ngapain lo ke sini? Mau cari cewek lo?!" kata Jiro ketus. Ginran, Darrel dan Naomi menghadap ke arah yang sama.
Raut wajah Ginran pun ikut berubah. Suasana hatinya memburuk seketika.
"Kaiya bukan pacar gue." Jason angkat suara.
"Bukan pacar? Huh! Lalu apa? Temen tidur?"
"Jiro," lagi-lagi Naomi menegurnya.
Jason menghela napas, mencoba meredam emosinya. Demi kebahagiaan Kaiya, dia tidak boleh terpancing emosi.
"Ada hal penting yang pengen gue bilang tentang Kaiya." katanya to the point. Selain Jiro yang malas dengar, Ginran, Darrel dan Naomi justru sebaliknya.
"Kenapa gadis itu berubah drastis, kenapa dia tiba-tiba menghilang, dan kenapa dia berusaha ngehindarin kalian, jawabannya ada di video yang ada di dalam sini." Jason menunjukkan flashdisk ditangannya pada mereka semua.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN