dibaca aja ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun juntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebenaran yang tersembunyi
Cahaya terang dari kotak itu menyelimuti ruangan. Arka dan Maya menutup mata, mencoba melindungi diri dari silau yang menyilaukan. Saat cahaya itu mereda, ruangan di sekitar mereka berubah. Dinding batu yang sebelumnya gelap kini memancarkan cahaya hangat, dipenuhi ukiran hidup yang bergerak, seperti layar yang menampilkan sebuah kisah.
Maya memegang lengan Arka erat. “Apa ini? Kita di mana?”
Arka menatap ukiran-ukiran itu dengan mata penuh takjub. Di sana, mereka melihat cerita yang anehnya terasa familiar:
Seorang pemuda yang mirip Arka sedang berjalan di padang tandus, membawa sebuah peta yang sama. Ia terlihat mencari sesuatu, melewati rintangan, dan bertemu dengan orang-orang yang membantunya. Tapi di akhir perjalanan, pemuda itu harus membuat sebuah pengorbanan besar. Ia menyerahkan peta itu kepada seorang wanita tua—yang sangat mirip dengan nenek yang mereka temui di awal perjalanan.
“Ini kisahmu, Arka,” kata Maya pelan. “Kisah yang kau jalani sekarang.”
Arka mengangguk, tenggorokannya terasa kering. “Tapi… bagaimana mungkin? Apakah aku sudah pernah melakukan ini sebelumnya?”
Tiba-tiba, suara lembut tapi tegas menggema di ruangan itu. **“Kisah ini adalah bagian dari takdirmu, wahai pengembara.”**
Arka dan Maya berbalik, mencari sumber suara itu. Di depan mereka, seorang wanita berjubah putih muncul, sosoknya tampak bercahaya. Wajahnya penuh ketenangan, tetapi matanya menyimpan kedalaman yang sulit dimengerti.
“Siapa kau?” tanya Arka.
“Aku adalah Penjaga Takdir,” jawab wanita itu. “Aku menjaga kebenaran yang kau cari, tetapi aku juga adalah pelindung rahasia yang terkunci di sini selama ribuan tahun.”
“Kebenaran apa?” desak Arka. “Kenapa aku harus melewati semua ini?”
Wanita itu menatapnya dalam-dalam. “Peta yang kau bawa bukan sekadar peta. Itu adalah kunci untuk membangkitkan sesuatu yang sudah lama terlupakan, sesuatu yang bisa mengubah dunia. Tapi setiap kebenaran memiliki harga, dan kau akan segera memahami apa yang harus kau korbankan.”
“Lalu kenapa aku?” tanya Arka, suaranya bergetar. “Kenapa aku yang dipilih?”
“Karena darahmu,” jawab Penjaga Takdir. “Kau adalah keturunan langsung dari penjaga pertama tempat ini. Takdirmu telah ditentukan sejak awal.”
Maya melangkah maju, wajahnya dipenuhi rasa takut dan bingung. “Jadi Arka harus mengorbankan sesuatu? Apa yang harus dia korbankan?”
Wanita itu tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia mengulurkan tangan, dan sebuah bola cahaya kecil muncul di telapak tangannya. Cahaya itu perlahan berubah menjadi pemandangan gunung yang meletus, menghancurkan desa-desa di sekitarnya.
“Jika kau memilih untuk mengungkap kebenaran sepenuhnya, kau akan menyelamatkan dunia dari kehancuran ini,” kata wanita itu. “Tetapi, harga yang harus kau bayar adalah kenanganmu—semua yang kau ingat, semua yang kau alami, akan hilang. Kau akan melanjutkan hidup tanpa tahu siapa dirimu.”
Arka tertegun. Maya terkejut dan melangkah mundur.
“Kau tidak bisa meminta itu darinya!” seru Maya. “Itu terlalu kejam!”
Wanita itu menatap Maya dengan tenang. “Setiap pilihan memiliki konsekuensi. Jika ia menolak, bencana akan datang, dan tak ada yang bisa menghentikannya.”
Arka terdiam lama. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna semua yang baru saja ia dengar. Kehilangan dirinya sendiri? Apakah itu harga yang sepadan untuk menyelamatkan dunia?
“Arka, kau tidak harus melakukan ini,” kata Maya dengan suara bergetar. “Kita bisa menemukan jalan lain. Mungkin ada cara lain untuk menyelamatkan dunia tanpa kehilangan dirimu.”
“Tapi bagaimana jika tidak ada cara lain?” Arka menatap Maya. “Bagaimana jika ini memang satu-satunya jalan?”
Maya terdiam, air mata mengalir di pipinya. Ia tahu Arka tidak akan mundur.
Akhirnya, Arka mengangkat wajahnya dan menatap Penjaga Takdir. “Aku akan melakukannya. Aku akan menyerahkan kenanganku jika itu artinya dunia bisa selamat.”
Wanita itu mengangguk, wajahnya menunjukkan rasa hormat yang dalam. “Keputusanmu akan tercatat sebagai pengorbanan terbesar. Dunia akan berterima kasih, meskipun kau sendiri tidak akan tahu apa yang telah kau lakukan.”
Ia mengulurkan tangannya ke arah Arka. “Bersiaplah.”
Maya memegang tangan Arka erat-erat. “Aku tidak akan melupakanmu, Arka. Aku berjanji, aku akan mengingatmu dan semua yang telah kau lakukan.”
Arka tersenyum kecil, meskipun hatinya berat. “Terima kasih, Maya. Kau adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki.”
Saat Penjaga Takdir menyentuh kepala Arka, cahaya terang kembali memenuhi ruangan. Perlahan-lahan, kenangan-kenangan Arka mulai menghilang—pertemuannya dengan Maya, perjalanan mereka, bahkan siapa dirinya.
Ketika cahaya itu menghilang, Arka berdiri dengan tatapan kosong. Ia tidak lagi mengenali Maya, peta, atau tempat di sekitarnya.
Penjaga Takdir menatap Maya. “Kau telah berjanji untuk mengingatnya. Bimbinglah dia ke jalan yang baru, karena meskipun ia kehilangan segalanya, jiwanya tetaplah seorang penjelajah.”
Maya membantu Arka keluar dari lorong gunung. Di luar, langit cerah, dan dunia terlihat lebih damai. Bencana yang tadi diperlihatkan tidak pernah terjadi. Dunia telah diselamatkan.
Namun, Arka tidak mengingat apa pun. Ia menatap Maya dengan bingung. “Siapa aku? Dan siapa kau?”
Maya menahan air matanya dan tersenyum. “Kau adalah Arka, seorang penjelajah. Dan aku adalah teman perjalananmu. Kita punya banyak hal untuk dijelajahi bersama.”
Arka tersenyum kecil, meskipun ia tidak sepenuhnya mengerti. Mereka melangkah pergi, meninggalkan gunung di belakang mereka. Dunia terbentang luas di depan mereka, menunggu untuk ditemukan.
----