"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Asya pun mengajak bapaknya bicara, menanyakan apa yang terjadi sampai pria itu berakhir di rumah sakit.
Saking seriusnya bercerita, Asya jadi lupa jika ada seseorang yang masih berdiri di sana. Zhaki, anak dari Bang Roy.
Asya mengajak pria itu untuk bicara diluar bersamanya.
"Makasih ya, Ki. Udah nganterin aku sampai di sini. Kamu udah bisa pulang kok sekarang," kata Asya tak ingin membuat Zhaki terjebak di sana. Lagipula kenapa dia bisa lupa akan keberadaan pemuda itu sih? Bagus Zhaki tidak marah.
"Jadi ceritanya ngusir nih?"
Asya jadi salah tingkah dengan pertanyaan pemuda itu. "Bu-bukan gitu maksud aku ... maksud aku itu ...."
Lihat! Asya sampai kegalaban sendiri menanggapi Zhaki. Pemuda dengan senyuman manis itu tertawa kecil melihat tingkah menggemaskan Asya.
"Kalo kamu gak keberatan, aku pengen tetep di sini nemenin kamu," kata Zhaki seketika membuat Asya tersipu. Gadis itu sampai harus mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kalian harus tahu, Zhaki itu cowok termanis yang pernah Asya temui. Maksudnya wajah dan senyumnya. Jika sifat, Asya belum tahu karena Zhaki sendiri baru beberapa hari ikut dengan ayahnya, membantu mengatur sound system.
Zhaki sendiri sejak awal melihat Asya, dia sudah menaruh perhatian pada gadis itu. Selama ini dia selalu malas untuk ikut dengan sang ayah. Yah, terkadang memang ikut namun setelah selesai dengan pekerjaannya Zhaki akan langsung pulang. Namun saat melihat foto Asya di ponsel sang ayah, Zhaki akui, dia tertarik dengan Asya membuatnya jadi rajin datang dan sekalian tinggal agar bisa melihat atau mengobrol dengan Asya.
"Ya udah kalo itu mau kamu," kata Asya pelan.
"Tunggu sebentar di sini ya. Gue keluar dulu," kata Zhaki pamit pada Asya. Gadis itu menjawab dengan sebuah anggukan sambil melihat punggung Zhaki yang menghilang di balik belokan lorong rumah sakit. Tanpa sadar Asya tersenyum tipis kemudian berlalu masuk ke dalam ruangan bapaknya dirawat.
"Teman kamu udah pulang?" tanya Yani sesaat setelah Asya masuk.
"Belum, Bu." Asya sebisa mungkin bersikap biasa saja padahal dalam hati dia masih salah tingkah dengan sikap Zhaki.
"Terus dia kemana?" tanya Yani sambil melihat ke arah belakang.
"Katanya mau keluar dulu sebentar," jawab Asya.
"Oh gitu." Yani mengangguk paham di sana.
Asya melihat ke arah sang ayah yang sudah tertidur. Begitupun dengan Luna. Gadis itu tertidur dengan beralaskan sarung yang sepertinya sengaja dibawa sang ibu. Dia sudah menduga jika ayah dari anak-anaknya itu pasti akan dirawat inap. Mengingat hal itu membuat Asya jadi kepikiran biaya rumah sakit yang nanti mereka akan bayar.
Asya melirik sang ibu yang sepertinya juga sudah mengantuk namun enggan untuk tidur.
"Tadi, biaya rumah sakit udah ibu bayar?" tanya Asya membuat wanita yang tadinya memperhatikan Hamid jadi menoleh ke arahnya.
"Sudah, Nak," jawab Yani sambil mengelus lembut lengan putrinya. Asya pasti sedang khawatir dengan biaya rumah sakit. Untung saja selama ini Yani selalu menyisihkan uang pemberian Asya dan suaminya serta gajinya sendiri. Dia hanya berbelanja kebutuhan saja karena takut hal seperti ini terjadi.
"Cukup kan, Bu?" tanya Asya lagi.
"Alhamdulillah. Untuk saat ini cukup," jawab Yani membuat Asya menghela napas pelan sebelum mengeluarkan uang lima ratus ribu dari dalam tasnya. Itu honornya hari ini. Saweran yang didapat wanita itu juga cukup banyak, semuanya diberikan pada sang ibu.
"Pokoknya ibu gak usah khawatir, Asya akan bekerja lebih giat lagi supaya kita bisa biayain rumah sakit bapak," kata Asya meyakinkan sang ibu. Padahal yang khawatir tadi itu Asya, walau tidak bisa dipungkiri juga Yani khawatir sebab mereka belum tahu sampai kapan Hamid akan dirawat di rumah sakit.
"Makasih ya, Nak," kata Yani membawa Asya ke dalam pelukannya. Sungguh dia sangat bersyukur punya anak seperti Asya. Dia memang seorang perempuan namun sudah bekerja seperti laki-laki saja.
Tak berselang lama, Zhaki kembali dengan membawa beberapa kantong makanan serta minuman untuk Asya dan keluarganya. Setelah makan, Asya meminta Zhaki untuk mengantarnya pulang. Dia harus berganti baju sekalian mengambil baju untuk dia pakai besok.
Sementara Asya mengambil pakaiannya, Zhaki menunggu di luar teras sambil memainkan ponselnya. Asya sudah mempersilakan dia masuk namun pria itu menolak. Bagaimana pun juga Zhaki itu seorang pria dan Asya seorang wanita. Terlebih lagi Zhaki menyukai Asya hanya saja belum berani mengatakannya pada wanita itu. Sebaik-baiknya dia pun pasti akan tergoda juga apalagi mereka hanya berdua. Jadi, sebelum terjadi hal yang diinginkan lebih baik dia menghindarinya dengan menunggu Asya di luar.
Tidak butuh waktu lama, Asya sudah kembali dengan ransel besarnya.
"Udah siap?" tanya Zhaki yang dijawab anggukan kepala oleh Asya. Mereka pun pergi dari sana tanpa tahu jika seseorang sedang memperhatikan mereka sejak mereka datang hingga pergi lagi.
"Itu Asya pergi sama siapa? Malam-malam begini lagi sambil bawa tas besar. Jangan-jangan...." Wanita itu sudah berspekulasi yang tidak-tidak tentang Asya.
Setelah sampai di rumah sakit, Asya pikir Zhaki akan langsung pergi karena ini juga sudah hampir tengah malam. Namun ternyata pria itu masih bertahan di sana. Dan di sinilah mereka sekarang. Di salah satu bangku yang ada di luar rumah sakit.
"Kamu gak ngerokok?" tanya Asya karena setahu dia Zhaki itu perokok.
"Kalo lagi sama kamu, aku gak mau ngerokok," jawab Zhaki santai.
Sepertinya pemuda itu punya bakat membuat anak gadis orang baper deh. Buktinya sekarang Asya tengah tersipu malu hanya dengan kata-kata sederhana yang dilontarkan Zhaki.
"Sekali lagi, makasih ya, Ki," kata Asya memecah keheningan antara mereka.
"Iya sama-sama. Pokoknya kalo kamu butuh bantuan bilang aja sama aku. Aku pasti bakalan bantuin kamu," jawab Zhaki.
Semua wanita akan merasa dirinya begitu spesial ketika seorang pria berkata seperti itu padanya. Benar kan? Terlebih Asya yang baru kali ini dekat dengan lawan jenisnya. Dia tak lagi bisa mengontrol semburat merah yang mulai menjalar di pipinya. Sementara Zhaki hanya bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi Asya yang sedikit gembul. Ingat! Mereka masih dalam status teman.
Tak berselang lama, Indah pun tiba di sana dengan wajah yang begitu khawatir. Melihat Asya kini sudah bersama sahabatnya membuat Zhaki bisa pergi. Lagipula sejak tadi ayahnya sudah menelpon agar Zhaki kembali ke lokasi. Pemuda itu pun pamit dan setelah dia pergi, Asya membawa Indah masuk ke dalam rumah sakit untuk melihat ayahnya.
"Syukurlah Bapak cuma luka-luka aja," ujar Indah menghela napas lega. Sungguh tadi dia jadi tidak konsen menyanyi karena kepikiran Asya terus. Mereka memilih bicara diluar karena ternyata Ibu Asya pun sudah tertidur di sana.
"Iya. Aku juga bersyukur banget karna bapak selamat," jawab Asya menitikan air mata yang segera disapunya dengan cepat. Indah mengelus punggung Asya pelan.
"Tapi, aku gak bisa nemenin kamu ya, Sya. Soalnya kasian Riko," kata Indah merasa menyesal karena tak bisa bersama Asya.
"Iya gak apa-apa kok. Aku ngerti," jawab Asya tak ingin membuat sahabatnya itu terbebani.
"Ya udah kalo gitu aku pamit pulang ya," kata Indah memeluk Asya sebentar.
"Iya. Hati-hati," jawab Asya kemudian melambai pada Indah. Setelahnya dia juga kembali ke dalam ruangan rawat sang ayah. Asya pun butuh istirahat sekarang.
***
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,