Kalandra terpaksa menerima perjodohannya itu. Padahal dia akan dijodohkan dengan perempuan yang sedang hamil lima bulan.
Saat akan melangsungkan pernikahannya, Kalandra malah bertemu dengan Anin, perempuan yang sedang hamil, dan dia adalah wanita yang akan dijodohkan dengannya. Ternyata Anin kabur dari rumahnya untuk menghindari pernikahannya dengan Kalandra. Anin tidak mau melibatkan orang yang tidak bersalah, harusnya yang menikahinya itu Vino, kekasihnya yang menghamili Anin, akan tetapi Vino kabur entah ke mana.
Tak disangka kaburnya Anin, malah membawa dirinya pada Kalandra.
Mereka akhirnya terpaksa menikah, meski tanpa cinta. Apalagi Kalandra masih sangat mencintai mantan kekasihnya. Akankah rumah tangga mereka baik-baik saja, ketika masa lalu mereka mengusik bahtera rumah tangga mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh Dua
Anin memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya. Kala keluar dari mobilnya, dia langsung masuk ke dalam kamarnya. Dengan cepat Anin langsung masuk ke dalam rumah menyusul Kala ke kamarnya. Anin melihat Kala duduk di tepi ranjangnya dengan meringis kesakitan memegang luka di sudut bibirnya.
Anin pergi ke dapur mengambil es untuk mengompres luka Kala. Dia tidak menyangka istri Bima adalah Sandra, wanita yang sangat di cintai Kala.
"Kala, meski kamu terus begini, aku akan tetap berusaha, agar kamu bisa menerima keadaan ini, menerima aku menjadi istrimu. Dan menerima anak yang ada di kandunganku ini. Maafkan mamah, Nak, Mamah menutupi kamu dari papahmu, pasti papah mau menerima kamu, kok. Mamah percaya itu," gumam Anin dalam hati.
Anin tak peduli hatinya sakit karena Kala, dia segera masuk ke kamar Kala untuk mengompres luka di sudut bibir Kala. Dia duduk di samping Kala dan mulai mengopres luka Kala. Kala meringis kesakitan saat luka di sudut bibirnya di kompres Anin. Setelah selesai mengompres luka Kala, Anin mengoleskan salep pada luka Kala.
"Anin," panggil Kala.
"Iya, Kala, sakit?" tanya Anin.
"Iya, sedikit," ucap Kala.
"Di tahan." Anin masih mengoles salep pada luka Kala.
"Sudah." ucap Anin sambil bangkit dari duduknya.
Kala meraih tangan Anin dan menyuruhnya duduk di sebelahnya.
"Anin, terima kasih," ucap Kala.
"Iya, sama-sama," jawab Anin.
"Apa kamu hamil?" tanya Kala.
"Ehm, ti—tidak," jawab Anin terbata-bata.
"Jangan bohong," ucap Kala.
"Jangan bahas ini ya, Kala, aku tidak hamil, tenangkan hatimu dulu," ucap Anin.
"Anin, kenapa harus Bima yang menikah dengan Sandra, kenapa dia menyiksa Sandra?" Kala bertanya dengan menangis, dia menyesal karena sudah membuat Sandra di siksa suaminya.
"Bima sudah tidak menyakiti Sandra lagi, apa kamu tidak melihatnya? Mereka baik-baik saja, kalau Bima masih menyiksa Sandra, saat kejadian tadi dia langsung di siksa lagi di hadapan kamu, tapi buktinya, Bima yang marah dengan kamu, karena dia menganggap kamulah yang menyakitiku malam ini," ucap Anin.
"Apa kamu merasa tersakiti malam ini?" tanya Kala.
"Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, Kala. Kamu pikirkan saja apa jawabannya. Jika hatimu tertutup, setidaknya pikiranmu sedikit terbuka untuk memahami situasi ini," ucap Anin.
Anin keluar dari kamar Kala, hati dia sakit, ingin rasanya ia pergi saja dari rumah Kala. Tapi Anin tidak bisa, dia tidak bisa jauh dari Kala, dia ingin selalu di dekan Kala.
"Anin, aku minta maaf," ucap Kala.
"Kala, apa kamu tidak bosan dengan kata maafmu yang berulang kali kamu katakan, tapi tak menuai perubahan juga?" tanya Anin.
"Aku belum bisa mencintaimu, Anin. Aku belum bisa. Aku ingin Sandra kembali padaku," ucap Kala.
"Lalu aku?" tanya Anin.
"Aku tidak mencintaimu, Anin, please bawa Sandra kembali padaku," pinta Kala.
"Aku tidak bisa, silakan kamu berusaha sendiri, seperti aku yang berusaha menerima pernikahan ini, menerima kamu menjadi suami ku, menerima perlakuan kamu terhadapku. Silakan, silakan kamu berjuang sendiri mendapatkan Sandra lagi, seperti aku memperjuangkan pernikahan ini," tegas Anin.
Anin keluar dari kamar Kala, hatinya hancur, dia sangat hancur sekali. Dia masuk ke kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Dava, mamah kangen, kalau mamah sedih kamu penawar kesedihan mamah, Nak. Kamu baik-baik dengan eyang, ya? Mamah akan berusaha membuat papah Kala membuka hati untuk mamah, kamu, dan adek kamu," gumam Anin.
Kala masih duduk terdiam di kamarnya, dia tersadar jika apa yang tadi ia lakukan menyakiti hati Anin. Dia benar-benar merasa bersalah sekali. Anin memang terlihat biasa saja, tapi dalam hatinya begitu sakit sekali.
"Papah, maaf, Kala membuat Anin sakit lagi. Kala tidak tau harus bagaimana, rasanya begitu ingin kembali bersama Sandra, maafkan Kala, pah. Kala tidak bisa menjaga hati Anin," gumam Kala.
Kala mengingkari janjinya pada papahnya Anin. Dia baru sadar kalau malam ini dia begitu menyakiti Anin. Kala beranjak dari tempat tidurnya, dia berjalan menuju ke kamar Anin. Pintu kamar Anin tidak terkunci, Kala masuk ke dalam kamar Anin. Dia melihat Anin sudah terlelap, tertidur memeluk guling dan bersemut tebal.
Kala duduk di samping Anin yang sedang tertidur pulas, dia mengusap kepala Anin. Kala menatap istrinya, dia melihat ada guratan sedih di wajahnya.
"Maafkan aku Anin, aku memang bodoh, menyakiti wanita sebaik kamu. Ternyata kebaikanmu belum bisa mengubah cinta di hati ku. Aku harus bagaimana, Anin? Aku ingin melupakan Sandra, tapi hati ini selalu tidak bisa. Aku tidak bisa, Anin. Aku tidak mencintaimu, tapi aku menyayangimu, seperti adikku sendiri. Aku menyesal membuat kamu terluka malam ini, Anin," gumam Kala.
Kala masih memandangi wajah Anin yang manis. Kala mengingat semua saat bersama Anin kemarin, saat mereka berada di Dieng. Kala sejenak berpikir tentang apa yang kemarin dia lakukan dengan Anin di Dieng. Dia begitu menikmati saat berhubungan badan dengan Anin. Bahkan jauh lebih nyaman di bandingkan dengan Sandra, Kala merasakan seperti itu. Tidak tau kenapa dia bisa senyaman itu berhubungan badan dengan Anin walaupun dia melakukannya tanpa cinta, itu sudah menjadi candu untuk Kala.
"Aku tidak mencintaimu, Anin. Tapi aku sangat nyaman jika berhubungan dengan kamu. Kamu bisa mengerti apa yang aku mau, Anin. Apa aku yang bodoh, aku tidak bisa mencintaimu?" gumam Kala dalam hati.
Kala keluar dari kamar Anin, dia mengecup kening Anin. Kala sejenak memerhatikan wajah istrinya yang tertidur lelap. Sangat meneduhkan sekali wajah Anin. Kala ingin sekali tidur di sampingnya dan merengkuh tubuh Anin. Tapi apalah daya, dia malu dengan dirinya sendiri karena kejadian tadi. Kala memelih keluar dari kamar Anin dan tidur di kamarnya sendiri.
Menjelang pagi, Anin terbangun. Dia merasakan penuh di bagian perutnya hingga menimbulkan mual. Anin berlari lirih menuju kamar mandi, dia memuntahkan cairan dari dalam perutnya. Tubuh Anin seketika melemas, dia berjalan ke arah tempat tidur dengan berpegangan dinding dan berpegangan apa yang ada di sampingnya. Anin duduk di tempat tidur, dia mengusap lembut perutnya. Keringat dingin keluar melalui pori-pori kulit Anin. Untung saja di meja samping tempat tidur sudah ada segelas air putih, Anin mengambilnya dan meminum air putih yang ada di gelas tersebut. Tak lama kemudian dia merasakan mual lagi, Anin berlari ke kamar mandi dan memuntahkan air putih yang ia minum tadi.
"Ya Tuhan, aku tidak kuat berjalan untuk kembali ke tempat tidur. Nak, jangan seperti ini, jangan buat mamah lemah seperti ini, mamah tidak mau menyusahkan papahmu, Nak." Anin mengusap perutnya sambil berkata lirih.
Anin memaksakan berjalan ke tempat tidurnya dengan pelan-pelan. Kepalanya terasa berat sekali, pandangannya semakin kabur. Anin menghentikan langkahnya sebentar dan mengatur napasnya. Dia kembali ingin berjalan ke tempat tidur, tapi yang ia dapatkan sama seperti tadi, kepala berat dan pandangan kabur. Tubuh Anin melemas dan dia terjatuh ke lantai. Anin pingsan di depan pintu kamar mandi.
Kala keluar dari tempat tidurnya, dia berjalan ke arah dapur karena ingin menemui Anin. Biasanya dia sudah di dapur untuk memasak. Kala sudah di dapur tapi dia tak mendapati istrinya di dapur, hanya ada Bi Imah yang di dapur. Dia mengambil segelas air putih hangat, dan meneguknya.
"Bi, tumben bibi yang masak, Anin belum bangun?" tanya Kala.
"Bibi tidak tau, Tuan. Bibi dari tadi belum lihat Mba Anin ke dapur, jadi bibi yang masak. Bibi kira Mba Anin masih di kamar bersama Tuan," ucap Bi Imah.
"Tidak, Anin semalam tidur di kamarnya, mungkin dia kangen dengan Dava. Ya sudah Bi, Kala ke kamar Anin." Kala keluar dari dapur dan menuju ke kamar Anin.
Dia membuka pintu kamar Anin, tapi tak mendapati Anin di tempat tidurnya. Kala berjalan ke arah kamar mandi, dia begitu terkejut mendapati tubuh istrinya di depan pintu kamar mandi. Kala segera menggendong Anin menuju ke tempat tidur.
"Anin! Anin! Bangun, Anin!" Kala menepuk pipi istrinya, tapi dia belum sadar juga.
Kala mengambil minyak kayu putih di meja rias Anin, dan segera mengusapkan minyak kayu putih di hidung Anin. Badan Anin sangat dingin, telapak kaki dan telapak tangannya juga sangat dingin. Kala mengusapkan minyak kayu putih ke telapak tangan dan telapak kaki Anin juga.
Anin mengerjapkan kedua matanya, sedikit demi sedikit dia membuka matanya. Dia melihat Kala duduk di sampingnya sedang mengusapkan minyak kayu putih di telapak tangannya.
"Kala," panggil Anin.
"Syukurlah, kamu sudah sadar, kenapa kamu bisa pingsan di depan kamar mandi, Anin?" tanya Kala.
"Aku tidak tau, Kala. Tadi pusing sekali kapalaku," ucap Anin.
"Aku antar ke dokter, ya." Kala mengajak Anin ke dokter.
"Tidak usah, Kala. Aku sudah tidak apa-apa," tolak Anin.
"Kamu ingin makan apa? Aku ambilkan sarapan ya?" tanya Kala.
"Kala, ada yang jual gado-gado tidak ya, jam segini?" tanya Anin.
"Gado-gado?" Kala balik bertanya.
"Iya, aku ingin makan gado-gado," jawab Anin.
"Jam 6 pagi mana ada warung gado-gado buka, Anin," ucap Kala.
"Ya sudah tidak usah, Kala," ucap Anin.
"Apa kamu ingin sekali makan gado-gado?" tanya Kala lagi. Anin hanya menganggukan kepalanya dengan tatapan sendu.
"Tunggu di sini, aku tanya dengan Bi Imah, kali aja tahu yang jualan gado-gado jam segini," ucap Kala.
Kala mencium kening Anin, enatah apa yang ada di dalam pikiran Kala, hingga dia mencium kening Anin sebelum pergi keluar dari kamar nya. Ada perasaan senang di dalam hati Anin, saat Kala mencium keningnya tadi.
Kala menghampiri Bi Imah yang masih menata sarapan di meja makan, dia bertanya pada Bi Imah, di mana yang jualan gado-gado sepagi ini.
"Bi, Bibi tau, jam segini di mana yang jual gado-gado?" tanya Kala.
"Jam segini belum ada yang buka, Tuan. Siapa yang minta gado-gado?" tanya Bi Imah.
"Anin, Bi. Tadi dia pingsan, aku tawari sarapan dia minta gado-gado," jawab Kala.
"Wah, tokcer nih, Tuan. Dava mau dapat adek rupanya," ucap Bi Imah dengan senyum bahagia.
"Ah, Bibi, masa Anin hamil?" tanya Kala.
"Bisa jadi, Tuan. Lihat saja, jam segini mintanya tidak wajar, masa minta gado-gado, kan adanya nanti agak siangan, Tuan," ucap Imah.
"Ya sudah, bibi buatkan saja, dari pada tuan cari gak ketemu, bibi buatkan khusus buat Mba Anin, untung sayurannya masih ada, tunggu saja, tuan," ucap Bi Imah.
"Oke, ini tehnya aku bawa ke kamar Anin ya, Bi," ucap Kala.
Kala berjalan menuju ke kamar Anin dengan membawakan teh hangat untuk Anin dan dirinya. Kala masih memikirkan ucapan Bi Imah, soal tanda-tanda Anin seperti orang ngidam.
"Apa benar Anin hamil? Soalnya dari kemarin dia bicara masalah hamil terus dengan aku, kalau benar dia hamil. Ah, sudahlah, aku tidak ingin membuat dia resah lagi. Biarlah jika Anin memang hamil, aku bisa apa, dia anakku juga, kan?" Kala bertanya-tanya dalam hatinya sambil membawakan teh hangat ke dalam kamar Anin.
Kala masuk ke dalam kamar Anin, dia melihat istrinya masih terbaring lemas. Kala menaruh tehnya di meja samping tempat tidur Anin. Dia duduk di samping Anin dan mengusap kepalanya.
"Anin, minum dulu teh hangatnya." Kala memberikan secangkir teh hangar untuk Anin.
"Terima kasih," ucap Anin.
Anin meminum teh hangat dari suaminya itu, baru satu tegukan, Anin merasakan perutnya kembali penuh, dia menaruh tehnya dan berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan apa yang ada di perutnya. Kala melihat Anin seperti itu, dia mendekat dan memegang rambut Anin juga memijit tengkuk Anin.
Setelah selesai, Anin membersihkan mulutnya. Badannya terasa lemas sekali. Anin tak peduli kejadian semalam, Anin menyandarkan dirinya ke dada Kala, karena dia sudah tidak kuat berdiri. Kala menggendong tubuh Anin ke tempat tidur, dia merebahkan Anin dan menyelimutinya kembali.
"Anin, periksa ya?"pinta Kala.
"Gak mau," ucap Anin sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu sudah telat berapa Minggu?" Tanya Kala.
"Belum telat, Kala." Anin berbohong dengan suaminya.
Kala merasa ada yang janggal dengan Anin, dia tau istrinya menyembunyikan sesuatu.
"Yakin belum terlambat datang bulan?" tanya Kala lagi.
"Iya, belum, mana gado-gadonya?" tanya Anin mengalihkan pembicaraan.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Anin," ucap Kala.
"Tidak Kala, siapa yang mengalihkan pembicaraan?"tanya Anin.
"Kamu, aku tanya sekali lagi, kamu sudah telat datang bulan?" tanya Kala dengan memandang wajah Anin dan memnatap matanya.
"Belum, Kala,"ucap Anin dengan menundukan kepalanya
"Kamu bohong, kita periksa nanti sore, aku tidak mau kamu sakit, gado-gadonya sedang di buat Bi Imah, tunggu sebentar," ucap Kala.
"Aku tidak mau periksa," ucap Anin.
"Harus mau!" tegas Kala.
"Aku tidak apa-apa, Kala. Aku tidak mau periksa," ucap Anin.
"Anin, kalau kamu hamil, bagaimana? Kamu tidak mau periksa, kasihan bayi kita, kalau kamu hamil," ucap Kala.
"Bayi kita? Sejak kapan Kala mengakui bayinya? Sejak kapan seorang Kala menerima Anin hamil? Kamu orang aneh yang pernah aku temui, Kala. Saat ini kamu bisa bicara seperti ini, tapi tidak ke menit selanjutnya," tukas Anin.
Kala hanya terdiam mencerna ucapan Anin itu. Dia juga tidak tau, kenapa dia begitu cepat sekali berubah mood. Tapi kali ini Kala benar-benar ingin mengetahui kesehatan Anin. Jika memang Anin hamil, dia akan mencoba menerima dan belajar mencintai Anin juga melupakan Sandra.
semangat