Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10 (Dibalik Kekacauan)
Pagi hari, Silva terbangun. Jam menunjukkan pukul 06:00. Karena kebiasaan, Silva bangun dengan tergesa-gesa. Dia segera ke kamar mandi dan langsung mandi secepat mungkin karena takut terlambat ke sekolah.
Dua puluh menit kemudian, Silva sudah selesai mandi dan sudah siap dengan seragam sekolahnya. Silva pun keluar dari kamarnya sambil menggendong tas miliknya. Namun, saat ingin turun tangga, Silva berhenti melangkah dan seolah teringat akan sesuatu.
"Eh! Tunggu dulu! Aku kan udah lulus SMA, semalam acara pementasan untuk perpisahan sekolah, terus kenapa aku tergesa-gesa dan takut telat ke sekolah yah" pikir Silva. Sedetik kemudian, Silva tertawa. Dia menertawakan dirinya sendiri.
"Kamu kenapa sih, Silva! Masih mikir kalau sekarang masih SMA padahal udah lulus, Hadeh!" Silva menepuk jidatnya. Dia berbalik ke kamarnya, mengganti baju serta menyimpan tas ranselnya yang sudah berisikan buku-buku pelajarannya. Saat Silva selesai ganti baju di kamarnya, handphone Silva berdering dan nama Marco yang muncul di layar handphonenya.
"Halo, sayang, ada apa kamu menelpon pagi-pagi kayak gini? Tumben banget" Silva terheran. Sebab tidak biasanya Marco menelpon dirinya sepagi ini.
"Emang gak boleh? Ya udah deh aku tutup aja kalau gitu" Marco hendak mematikan telponnya.
"Eh...! Jangan, sayang, jangan ditutup dong" cegah Silva dengan cepat.
"Hahaha....! Gak lah, sayang, bercanda" Marco tertawa lepas. Dia berhasil mengerjai kekasihnya itu.
"Ihh....! Sayang, kamu mah!" Rengek Silva dengan manja. Diseberang sana, Marco bisa membayangkan seperti apa raut wajah kekasihnya itu saat ini.
"Kamu pasti lagi cemberut gitu, yang bikin aku gemas dan ingin mencubit pipimu itu" batin Marco.
"Oh iya, sayang, aku mau ucapkan selamat ulang tahun buat kekasihku yang cantik dan menggemaskan ini, semoga panjang umur, sehat selalu dan semoga bisa tercapai semua yang kamu cita-citakan" Marco memberi ucapan selamat ulang tahun pada Silva.
"Hah! Emang hari ini aku ultah yah?" Sekarang tanggal berapa emang?" Silva terkejut dan seolah lupa akan tanggal hari ini.
"Sekarang tanggal 12 Juli, Silva Juliana sayangku, hari ulang tahun kamu" jawab Marco yang geregetan pada Silva. Silva menjauhkan handphonenya sejenak dan melihat tanggal di handphonenya. Benar saja apa yang dikatakan Marco kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. Silva menempelkan kembali handphonenya ke telinganya.
"Hehehe.... Iya, sayang, benar kata kamu, aku lupa" Silva cengengesan.
"Tapi, makasih loh, sayang, untuk ucapan dan doanya" lanjut Silva.
"Sama-sama Silva sayang. Oh iya, kamu mau kado apa dari aku, kebetulan aku ada sedikit uang, hasil dari ngojek tadi, lumayan buat isi waktu luang, sambil nyari info lowongan pekerjaan" kata Marco.
"Hmm.... Apa yah" Silva nampak berpikir. Sebuah ide terlintas di kepalanya untuk berbalik mengerjai Marco.
"Bilang aja, sayang, asal jangan yang mahal yah, uang aku gak cukup" Marco menambahkan.
"Aku mau kado cincin" Silva pun mengatakan kado yang dia inginkan sambil menahan tawanya, menunggu reaksi dari kekasihnya. Walaupun konteksnya bercanda, tapi, sebenarnya Silva benar-benar ingin hadiah itu dari orang yang dia sayangi, terutama dari ibunya. Karena dia yakin bahwa hanya ibunya yang mewujudkan keinginannya itu.
"Sayang, itu kan mahal, uang aku mana cukup buat beli cincin" yang lain aja yah" bujuk Marco. Silva mendengar penuturan kekasihnya itu, masih sekuat tenaga menahan tawanya.
"Hahaha...... Gak lah, sayang, aku cuma bercanda" tawa Silva akhirnya pecah dan tidak sanggup lagi untuk menahannya.
"Lagian aku gak mau membebani kamu dengan hal-hal seperti itu" Silva menambahkan.
Setelah obrolan panjang dengan Marco selesai, Silva keluar dari kamar untuk sarapan. Di meja makan dia melihat ibunya sedang sarapan. Silva menghampirinya dan langsung duduk disamping ibunya, menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh Bi Leli.
"Oh iya, Sil, kamu kan belum dapat kampus mana yang mau kamu masukin, kalau mami usulkan satu kampus, kamu mau gak?" Linda membuka obrolan. Silva mengangguk pertanda dia setuju apapun yang ibunya usulkan. Silva tahu kalau ibunya akan memilihkan kampus yang terbaik untuknya.
"Jadi, kemarin perusahaan tempat mami bekerja berhasil menang tender, terus bos mami itu memberikan hadiah sama mami berupa tiket liburan ke Australia" terang Linda.
"Terus, apa hubungannya dengan kampus yang mau mami usulkan?" Silva terlihat bingung dan masih belum mengerti arah pembicaraan ibunya. Ibunya pun menceritakan saat dirinya dan atasannya ngobrol tentang perjuangannya dia sampai bisa meraih apa yang dimilikinya saat ini.
Saat lulus SMA, dia melanjutkan kuliahnya di Australia, lebih tepatnya di University of Melbourne yang merupakan salah satu kampus terbaik did negeri kangguru tersebut.
"Maka dari itu, ibu ingin mengusulkan, sebaiknya kamu kuliah disana, gimana kamu setuju atau tidak?" Linda meminta pendapat Silva tentang usulannya tersebut. Disatu sisi, Silva tentunya ingin kuliah di salah satu kampus terbaik di Australia, tapi, disisi lain, dia seolah tidak sanggup untuk jauh dari kekasihnya. Tapi, demi masa depannya yang cerah, Silva rela melakukannya. Toh juga Marco akan bangga dengan dirinya. Begitu yang dipikirkan oleh Silva.
"Jadi, bagaimana, sayang? Apa kamu mau?" Linda masih menunggu jawaban dari anak gadisnya itu.
"Iya, mi, aku mau demi masa depanku yang cerah" Silva menjawab dengan yakin. Linda pun tersenyum mendengar jawaban Silva yang sesuai dengan harapannya.