Afika Lestari, gadis cantik yang tiba-tiba di nikahi oleh pria yang sama sekali tidak di kenal oleh dirinya..
Menjalani pernikahan dengan pria yang ia tidak kenal yang memiliki sifat yang kejam dan juga dingin, membuat hari-hari Afika menjadi hancur.
Mampukah Afika bertahan dengan pernikahan ini?
Atau mampuka Afika membuat pria yang memiliki sifat dingin dan kejam menjadi baik, dan mencintai dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKD 20
Dua hari berlalu, panas tubuh Afika tak kunjung membaik. Tapi meskipun dirinya tidak baik-baik saja, Afika tetap menjalankan tugasnya dengan baik. Seperti pagi ini, kala dirinya menyiapkan setelah baju untuk Adrian, beberapa kali Afika hampir terjatuh karena merasa lemas. Namun Afika masih tetap bekerja agar Adrian tidak memberikan hukuman lagi padanya sehingga membuatnya sakit semakin lama.
Adrian duduk di sofa dengan kedua kaki yang di silang, sambil terus memperhatikam Afika yang kini sedang menyiapkan setelannya.
"Lambat sekali." Kata Adrian, namun Adrian dapat melihat dengan jelas jika wajah Afika saat ini begitu pucat. Tapi Adrian tidak memperdulikan apa pun itu.
Setelah semua siap, kini Adrian berdiri dan perlahan mendekat ke arah Afika, memakai satu persatu setelan bajunya dengan di bantu oleh Afika. Adrian terus menatap wajah Afika yang terlihat pucat.
"Kau sakit?" Tanya Adrian dengan nada yang tetap tegas.
"Apa peduli mu jika aku sakit?" Jawab Afika dengan sebuah pertanyaan yang membuat Adrian menarik suduh bibir atasnya membuat seutas senyum devil.
"Kau sudah berani menjawabku dengan pertanyaan?" Kali ini Afika diam dan mengambil dasi lalu dipakaikan di Adrian.
"Sudah selesai." Kata Afika lalu melangkah ingin keluar dari kamar. Namun dengan cepat Adrian menarik tangnnya hingga membuat tubuh Afika langsung menabrak dada bidang milik Adrian.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Afika mencoba melepaskan diri dari pelukan Adrian, tangan Adrian yang melingkah di pinggannya, membuat mereka begitu sangat dekat. Wajah keduanya bahkan saling berhadapan.
Keduanya saling bertatapan, Adrian terus menatap wajah Afika, dan begitupun juha Afika. Hingga beberapa saat kemudian, Adrian langsung melepas tangan yang melingkah di pinggang Afika.
"Keluar!" Sentak Adrian dan langsung membalikkan dirinya dari Afika.
Afika langsung keluar tanpa satu kata dan tanpa menoleh sedikit pun. Saat pintu tertutup, Adrian langsung menoleh ke arah pintu.
"Sakit?" Gumam Adrian yang tadi jelas mengetahui tubuh Afika yang begitu sangat panas.
Dan saat Afika keluar dari kamar Adrian, tiba-tiba saja panglihatan Afika mulai gelap dan beberapa saat kemudian. Bruukkkk.. Tubuh Afika terjatuh ambruk di lantai,. Afika pingsan. Untung saja Sri yang kebetulan sedang berada di lantai dua dan melihat Afika yang kini sudah tergeletak di lantai.
"Non.. Non Afika, sadar non." Kata Sri sambil menepuk-nepuk wajah Afika. Nadi yang kebetulan berada di lantai satu mendengar Sri yang meminta Afika untuk sadar. Dengan langkah kaki yang lebar, Nadi langsung menaiki satu persatu tangga menuju lantai dua.
"Nadi, tolong bawa Afika ke dalam kamarnya." Pinta Sri, dan dengan cepat Nadi menggendong tubuh Afika, namun tidak membawa Afika ke dalam kamar, melainkan Nadi berlari menuju mobil
"Nadi, mau kemana?" Tanya Sri yang merasa takut jika tuan Adrian marah dengan tingkah Nadi yang tidak meminta persetujuan terlebih dahulu.
"Afika harus di bawah ke rumah sakit. Tidak ada waktu lagi, dia sudah sakit cukup lama." Jawab Nadi dan langsung masuk ke dala mobil. Sri yang juga merasa khawatir ikut masuk ke mobil. Sri tidak lagi memikirkan kemarahan Adrian, karena pikiran Sri kali ini tertuju pada kesehatan Afika.
Adria melihat mereka semua dari lantai dua balkon kamar. Dan saat mobil sudah berjalan melesat keluar dari rumah, ponsel Nadi terus saja berdering tapi Nadi tidak ingin menjawan sama sekali.
"Apakah itu tuan Adrian?" Tanya Sri dan Nadi menganggukkan kepalanya.
"No Afika sadarlah." Kata Sri sambil mengusap wajah Afika dengan lembut. Dan kini Sri memperhatikan tubuh Afika yang jelas sangat jauh berbedah dari saat Afika datang ke mension untuk pertama kalinya. Dulu saat Afika datang, tubuh Afika berisi dan saat ini tubuh Afika terlihat lebih kurus.
•••••
Selama dua hari berlalu, selama itu pula Rangga sibuk mencari rumah tempat di mana Afika berada. Satu persatu rumah di datangi oleh Rangga yang kebetulan di bantu oleh asistennya yang bernama Rezi, namun hasil tetap nihil. Tidak ada satupun tanda keberadaan Afika di daerah kota di sekitaran pasar. Hingga membuat Rangga merasa prustasi. Entah kenapa, saat pertama kali Rangga melihat Afika saat berada di pasar beberapa bulan yang lalu, membuat Rangga menjadi jatuh hati, dan saat Rangga tahu jika gadis itu adalah Afika yang pernah sempat hampir menjadi istrinya, kini Rangga semakin bersemangat untuk bisa kembali merebut Afika dari Adrian.
"Tuan." Sapa Rezi
"Tidak ada tanda satupun. Apa aku harus menyerah Rezi?"
"Kata warga ada satu mension yang berada di dalam hutan. Mungkin saja nona Afika berada di sana tuan."
"Apakah mobil bisa masuk ke dalam hutan itu?"
"Bisa tuan. Warga bilang penjaga mension sering ke kota untuk berbelanja persiapan bulanan mereka."
Rangga melirik jam di pergelangan tangannya.
"Ayo kita ke sana Rez."
"Baik tuan."
••••••
Saat ini Afika sudah berbaring di brangkar di ruang ugd. Dan sedang di tangani oleh dokter dan juga suster yang kebetulan sedang bertugas. Sri yang sangat khawatir terus saja berada di samping Afika, sedangkan Nadi berdiri di pojokan sambil terus memperhatikan dokter yang sedang memperiksa tubuh Afika.
"Dok, non Afika sakit apa? Kenapa akhir-akhir ini dia sering pingsan?"
"Selamat bu, pasien sedang mengandung. Dan jika ingin mengetahui lebih lanjut lebih baik ibu membawa pasien ke poli kandungan." Kata dokter.
"Ha-hamil?" Ulang Sri yang sangat kaget mendengar apa yang barusan dokter katakan.
"Iya bu. Dan pasien butuh istirahat. Jika sudah sadar langsung bawa ke poli kandungan."
Saat dokter dan suster telah keluar, Nadi langsung berjalan mendekat dan berdiri tepat di samping brangkar tempat Afika berbaring.
"Nadi." Ucap Sri dengan menitihkan air matanya.
"Aku akan pergi mendaftar Afika di dokter kandungan, bi tolong jaga Afika." Kata Nadi dan langsung pergi.
"Non.." Lirih Sri sambil menggenggam tangan Afika.
Lalu, perlahan Afika membuka matanya dan mendapati Sri yang saat ini sedang duduk di samping brangkarnya dengan pipi yang basah akibat menangis.
"Ada apa bi? Kenapa menangis?" Tanya Afika sambil mengusap air mata Sri.
"Non.. Hikssss, hikkkksss, hikkkkssss." Sri tidak mampu melanjutkan perkataannya dia justru menagis hingga membuat Afika bertanya-tanya, kenapa Sri menangis. Afika melihat seisi ruangan, dan kini Afika sadar jika dirinya saat ini sedang berada di rumah sakit.
"Apa aku akan mati bi?" Tanya Afika.
"Non, anda hamil." Ucap Sri saat sudah bisa mengontrol tangisnya.
"Ha-ha-hamil?" Kata Afika yang mengulang kata hamil.
"Iya non."
Kaget? Tentu pasti Afika sangat kaget saat mendapat kabar jika saat ini dirinya tengah mengandung anak dari Adrian. Satu kali melakukan hal itu langsung membuatnya hamil. Bukan Afika menolak kehadiran bayi di dalam rahimnya. Hanya saja, seolah seperti Tuhan sedang tidak berpikah padanya. Di luar sana banyak pasangan yang sudah menikah tahunan dan saling mencintai tapi tidak kunjung mendapatkan bayi. Tapi ini? Pernikahan yang tanpa di landasi oleh cinta dan yang ada hanya dendam justru dengan cepat mendapatkan bayi yang sedang bertumbuh di dalam rahim. Sungguh luar biasa takdir yang sedang di perankan oleh Afika.