NovelToon NovelToon
Pengawal Kampung Duren

Pengawal Kampung Duren

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Keluarga / Persahabatan / Slice of Life / Penyelamat
Popularitas:392
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

bercerita tentang Boni, seorang pemuda lugu yang kembali ke kampung halamannya setelah merantau selama 5 tahun. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga dan sahabatnya, termasuk Yuni, gadis cantik yang disukainya sejak kecil.
Suasana damai Desa Duren terusik dengan kedatangan Kepala Desa, pejabat baru yang sombong dan serakah. Kepala desa bermaksud menguasai seluruh perkebunan durian dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Boni dan Yuni geram dengan tindakan kepala desa tersebut dan membentuk tim "Pengawal Duren" untuk melawannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketegangan di Balik Senyum Warga

Keesokan harinya setelah festival durian berakhir, suasana di Kampung Duren masih terasa hidup. Para warga berkumpul di rumah-rumah mereka, menceritakan kembali kemeriahan festival. Semua orang puas dan bangga dengan apa yang telah mereka lakukan untuk kebun durian mereka. Dari anak-anak hingga orang tua, festival itu menjadi kenangan yang indah dan menjadi momen di mana semua warga bersatu.

Boni, Yuni, Mamat, dan Budi sedang berkumpul di rumah Pak Jono pagi itu. Mereka duduk di beranda sambil menikmati teh hangat yang dibuat oleh Bu Jono. Di atas meja kecil di depan mereka, ada beberapa koran lokal yang meliput festival durian mereka. Wajah-wajah mereka berseri-seri sambil membaca artikel-artikel tentang perjuangan Kampung Duren.

“Ini hebat banget, ya. Kita bahkan masuk berita!” seru Yuni sambil menunjukkan sebuah koran pada yang lainnya. “Lihat, nama kampung kita disebut berkali-kali!”

Boni tersenyum bangga. “Ini bukti kalau usaha kita nggak sia-sia. Sekarang semua orang tahu kalau kebun ini penting bagi kita.”

Pak Jono yang duduk di kursi teras hanya tersenyum sambil mengangguk. “Kalian sudah melakukan hal yang besar untuk kampung ini. Sekarang, Kepala Desa mungkin akan berpikir dua kali untuk meneruskan rencananya.”

Namun, Pak Jono juga mengingatkan mereka untuk tetap waspada. “Kita tidak boleh lengah. Meski perhatian media sudah membantu kita, kita harus tetap menjaga kebun ini. Kepala Desa belum menyerah.”

 

Di sore hari yang tenang itu, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat. Dari jalan utama menuju rumah Pak Jono, Kepala Desa muncul dengan ekspresi serius di wajahnya. Pak Jono yang sedang duduk di teras segera berdiri dan menyapa Kepala Desa dengan sopan.

“Selamat sore, Pak Kepala Desa. Ada yang bisa kami bantu?” tanya Pak Jono dengan senyum tipis.

Kepala Desa tersenyum kecil namun terlihat canggung. “Selamat sore, Pak Jono, Boni, dan kalian semua. Saya hanya ingin berbicara sedikit, mungkin ada waktu?”

Boni, Yuni, Mamat, dan Budi saling pandang. Mereka merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan kunjungan mendadak ini. Meski demikian, mereka tetap menghormati Kepala Desa dan mempersilakannya duduk di kursi tamu.

“Saya datang ke sini hanya untuk berdiskusi,” kata Kepala Desa dengan nada lembut yang berbeda dari biasanya. “Saya mengerti kalian semua mencintai kebun ini. Saya juga mengerti bahwa festival kalian telah menjadi sorotan. Namun, saya ingin menjelaskan bahwa rencana saya tidak hanya demi keuntungan pribadi.”

Pak Jono mengangguk pelan sambil mendengarkan. “Kami mendengar dari sumber yang cukup bisa dipercaya bahwa lahan ini akan dijadikan perkebunan sawit, Pak. Bukankah itu akan merugikan kebun dan alam sekitar kita?”

Kepala Desa tersenyum tipis, seolah menghindari topik yang sensitif. “Saya hanya ingin meningkatkan perekonomian kampung ini. Kebun durian memang baik, tetapi jika kita bisa membuka perkebunan yang lebih besar, kita bisa mendatangkan pekerjaan dan investasi.”

Yuni, yang biasanya pendiam, akhirnya berbicara. “Maaf, Pak. Tapi bagi kami, kebun ini bukan sekadar lahan. Ini adalah tempat kami tumbuh, tempat kami belajar dan berbagi. Kehidupan kami di kampung ini sudah berkaitan erat dengan kebun durian.”

Kepala Desa terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. “Saya mengerti pandangan kalian, dan saya tidak akan memaksa. Namun, kalian harus tahu bahwa jika tidak ada pembangunan di kampung ini, mungkin kita akan tertinggal dari desa-desa lain.”

 

Setelah Kepala Desa pergi, warga mulai berdatangan ke rumah Pak Jono. Mereka ingin tahu apa yang dibicarakan Kepala Desa dan apakah ada keputusan yang sudah diambil. Pak Jono menceritakan pembicaraan tadi, termasuk alasan Kepala Desa yang ingin membuka perkebunan untuk “kemajuan desa.”

Beberapa warga setuju bahwa pembangunan itu penting, tetapi mereka tidak ingin kehilangan kebun durian. Mereka merasa bahwa ada cara lain untuk meningkatkan perekonomian kampung tanpa harus merusak lingkungan dan tradisi.

Pak Jono kemudian mengajak warga untuk berdiskusi tentang kemungkinan lain. “Mungkin kita bisa mencari cara untuk menjadikan kebun ini sebagai sumber ekonomi tanpa mengubahnya menjadi perkebunan sawit.”

Mamat, yang biasanya suka bercanda, angkat bicara dengan serius. “Mungkin kita bisa jadikan kebun ini sebagai tempat wisata, Pak. Seperti kebun durian yang bisa dikunjungi orang-orang dari kota.”

Boni menyambung, “Iya, wisata kebun durian mungkin bisa jadi daya tarik. Orang-orang kota suka dengan suasana alami. Mereka bisa datang, belajar tentang pohon durian, dan menikmati durian segar langsung dari pohonnya.”

Warga lainnya mulai merasa antusias dengan ide tersebut. Mereka sepakat bahwa wisata kebun durian bisa menjadi alternatif yang baik, selain tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi kampung. Dengan menjadikan kebun sebagai tempat wisata, mereka bisa mendapatkan pendapatan tambahan tanpa harus merusak kebun yang mereka cintai.

 

Hari-hari berikutnya, warga Kampung Duren mulai melakukan persiapan untuk mewujudkan ide wisata kebun durian. Mereka mulai membersihkan area kebun, memasang beberapa papan penunjuk arah, dan membuat tempat duduk dari kayu-kayu bekas di sekitar kebun. Suasana di kebun durian kini mulai terlihat lebih teratur dan ramah bagi pengunjung.

Para pemuda kampung juga belajar tentang cara menjadi pemandu wisata. Mereka belajar cara bercerita tentang pohon durian, sejarah kampung, dan proses menanam durian dari Pak Jono dan warga lainnya yang sudah lebih berpengalaman. Mereka bahkan melatih diri untuk bisa menjawab pertanyaan pengunjung dengan ramah dan penuh semangat.

Yuni yang selalu senang dengan anak-anak, mengusulkan adanya area bermain sederhana di sekitar kebun, sehingga anak-anak yang datang bersama orang tuanya bisa ikut menikmati suasana kebun durian. Warga menyambut baik ide ini dan mulai membuat ayunan dari tali dan papan kayu, serta membangun gubuk kecil tempat anak-anak bisa bermain sambil belajar tentang alam.

 

Akhirnya, hari yang dinantikan pun tiba. Mereka membuka wisata kebun durian pertama di Kampung Duren. Meskipun persiapannya sederhana, warga merasa bangga dan bahagia melihat pengunjung mulai berdatangan. Mereka datang dari kota dan desa-desa sekitar, penasaran ingin melihat kebun durian yang ramai dibicarakan setelah festival durian kemarin.

Boni, Yuni, dan Mamat menjadi pemandu wisata hari itu. Mereka dengan sabar menunjukkan kepada para pengunjung berbagai macam pohon durian, bagaimana buah durian tumbuh, dan mengajak mereka mencicipi durian langsung dari pohonnya. Suara tawa dan obrolan hangat terdengar di seluruh kebun, menciptakan suasana yang meriah dan penuh kebersamaan.

Seorang pengunjung yang sudah berusia lanjut menghampiri Pak Jono dan memuji kebun durian ini. “Ini tempat yang indah sekali, Pak Jono. Di kota, jarang sekali ada yang bisa melihat kebun seperti ini. Semoga tempat ini bisa terus dijaga.”

Pak Jono tersenyum sambil mengangguk. “Terima kasih, Pak. Itulah tujuan kami. Kami ingin menjaga kebun ini agar tetap menjadi bagian dari kehidupan kami di kampung.”

 

Dengan semakin banyaknya pengunjung yang datang, warga Kampung Duren mulai merasakan dampak positif dari usaha mereka. Para pengunjung tidak hanya menikmati durian, tetapi juga membeli produk lokal seperti dodol durian, kue durian, dan berbagai kerajinan tangan yang dibuat oleh warga. Ekonomi kampung pun mulai tumbuh, dan mereka semakin yakin bahwa kebun durian ini memang bisa menjadi sumber pendapatan tanpa perlu diubah menjadi perkebunan sawit.

Pak Jono dan warga lainnya semakin yakin bahwa keputusan mereka untuk mempertahankan kebun durian adalah langkah yang tepat. Kini mereka memiliki harapan baru, bahwa kebun durian ini tidak hanya akan menjadi kebanggaan kampung, tetapi juga menjadi bukti bahwa alam dan tradisi bisa hidup berdampingan dengan kemajuan ekonomi.

Boni dan Yuni, yang dulu hanya remaja kampung biasa, kini merasa semakin bersemangat untuk menjaga dan mengembangkan kebun durian. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka belum selesai, tetapi dengan dukungan seluruh warga, mereka siap menghadapi apa pun yang datang.

 

Di malam hari, setelah semua pengunjung pulang, warga kampung berkumpul di kebun durian untuk mengadakan syukuran kecil. Mereka duduk melingkar di sekitar kebun sambil menikmati sisa-sisa durian dan saling berbagi cerita tentang pengalaman hari itu.

Pak Jono mengakhiri acara dengan mengucapkan terima kasih kepada semua warga kampung yang telah ikut berpartisipasi dalam kegiatan festival ini

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!