Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Bukan apa-apa ... Ayo tidur," ajak Regan meletakan Yessi dengan pelan di samping tubuh besarnya lalu ia dekap begitu erat.
"Mas!" Yessi memberontak. "Jelaskan apa maksud mas tadi? Mas punya anak? Dari siapa?"
"Kau salah dengar."
Yessi sontak menjauh lalu berdiri di sisi ranjang. Ia menarik tangan Regan untuk bangkit dari kasurnya.
"Kalau begitu mas keluar! Saya mau tidur sendiri! Kamar disini banyak, mas tidur aja di kamar tamu!" usir Yessi sarkas.
Sebenarnya, Yessi sedikit tidak tega apalagi tatapan Regan, entah kenapa begitu sendu.
"Aku ingin tidur denganmu ... malam ini saja."
"Nggak, mas. Keluar!"
Regan berdiri di depan Yessi namun gadis itu Regan tarik masuk dalam pelukannya. Hidung Regan menempel di pundak Yessi. Menghirup harum mawar dengan rakus dari sana.
"Mas--"
"Sebentar saja, aku rindu," ujar Regan pelan membuat Yessi akhirnya diam.
Menikmati hangatnya tubuh Regan. Dada keras dan perut kotak-kotak pria itu terasa nyata dari balik kemeja hitam dikenakannya.
"Vitamin mu, jangan lupa di minum. Salep itu apa benar sudah kau oleskan?"
Yessi mendorong jauh tubuh Regan. Kesal karena pria dingin di depannya ini begitu kepo. Tidak tahu kah Regan, jika Yessi sangat malu membahas hal itu.
"Sudah! Mas itu tuli ya? Sekarang mas keluar!"
"Cium dulu."
Regan merendahkan tubuhnya hingga wajah keduanya sejajar seraya menunjuk bibir merahnya sendiri yang sangat menggoda.
Jelas saja, Yessi menolak keras dan mundur kebelakang.
"Last kiss... Aku mau pulang."
"Nggak! Mas jangan aneh-aneh ya. Minta aja sama pacar mas sana!"
Yessi baru ingat, malam sewaktu mencari Bima, Regan dengan jelas mengatakan dirinya memiliki pacar saat Yessi menanyakan perihal helm baru.
"Itu tidak benar, Yessi. Apa kau pernah melihat pacarku?"
Yessi menggeleng membuat Regan tersenyum tipis.
"Apa aku boleh menjadi pacarmu?"
Reflek Yessi melotot. Regan menembaknya kah?
"Hahaha .... Bercanda mas gak lucu!" wajah ceria Yessi datar seketika.
Regan menyelami iris coklat bening milik Yessi. Ia merangkum kedua pipi putih Yessi bersamaan.
"Aku serius ... Ya atau tidak?"
"Ck ... Bisa-bisa, saya gila lama-lama sama mas. Ayo keluar!"
Yessi menarik Regan sekuat tenaga saat sampai di daun pintu, Regan menghimpit Yessi. Mencium dalam bibir mungil yang begitu manis itu. Kedua tangan Yessi, Regan bentangkan dengan cara ia genggam. Yessi meringis karena Regan mengigit bibirnya cukup kuat.
Setelah puas, Regan menjauhkan wajahnya. Menatap wajah putih Yessi yang sudah berubah seperti kepiting rebus.
"Bantu aku, Yessi. Bantu aku melupakannya. Aku tidak ingin kembali dengannya. Ayo pacaran?"
Yessi tadinya akan marah, jadi kebingungan. Regan memohon bahkan mata elang pria itu merah layaknya menahan tangis.
Yessi bertanya-tanya, dalam hati. Ada apa dengan Regan?
"Saya gak bisa, mas. Maaf ... Kita gak saling cinta."
Regan tertunduk mendengar jawaban Yessi. Pria itu lalu pergi tanpa berbicara lagi. Membawa kerisauan di hatinya.
Beberapa menit kemudian, sorot lampu mobil terlihat menuju keluar pagar. Menembus derasnya hujan yang turun membasahi bumi. Yessi melihat kepergian Regan dari gorden jendela di kamarnya yang ia sibak.
Yessi menyesali keputusannya tadi di sudut hati.
Di dalam mobil, Regan melesat dengan kecepatan tinggi. Beberapa kali, tangan besar pria itu mengebrak setir.
"Yeslin hamil saat pergi ninggalin lo, Regan. Anak itu sekarang tubuh jadi gadis kecil. Wajahnya sama persis kayak lo! Kalo lo gak percaya, tanya aja bokap lo! Atau gak datang ke London. Lihat langsung ke alamat yang bakal gue kirim sama lo!" kata Sean sebelum pergi setelah keduanya selesai baku hantam.
Ya, Sean langsung menyelidiki kebenaran tentang Yeslin. Kebetulan, Sean mempunyai sepupu yang tinggal disana dan sepupunya itu seorang detektif terkenal.
Mudah saja baginya mencari tahu tentang Yeslin.
Yeslin tinggal di sebuah rumah mewah lengkap dengan penjagaan ketat dari Richard. Yeslin tidak bekerja karena Richard setiap bulan selalu mengiriminya uang dengan nilai fantastis.
Bahkan beberapa kartu kredit dengan saldo miliran di pegang Yeslin. Jika di rasa uang pemberian Richard masih kurang untuk keperluan sehari-hari.
Regan tiba di mansion ayahnya. Seorang satpam membuka pagar tergesa karena Regan membunyikan klakson berulang kali.
"Jika tidak becus bekerja, lebih baik tinggal di rumah saja!" maki Regan.
"Ma-maaf, tuan muda ...."
Mobil Regan lalu melaju kencang ke pelantaran mansion. Tiba disana, Regan melempar kuncinya pada satpam bertugas memasukan mobil-mobil mewah itu ke garasi.
"Richard!" teriak Regan membahana memasuki ruang tamu.
Seorang maid akan mengantar kopi Richard berpapasan dengan Regan.
"Dimana tua bangka itu?!" tanya Regan dengan wajah garang membuat maid itu ketakutan.
"Tuan besar ada di ruang kerja, tuan muda."
Regan langsung berlari menaiki lift, beberapa langkah saja. Ia sudah sampai di pintu kayu berukiran sangat mewah. Regan membuka pintu dengan cara menendangnya.
Braak!
Richard memakai kacamata bening sambil memegang bolpoin menghentikan gerakan tangannya di atas berkas penting.
"Ada apa lagi, Regan? Bisa sekali saja, kau datang jangan membawa kemarahan mu itu agar barang-barang di mansion ku ini tidak rusak."
Regan masuk dengan langkah lebarnya. Tiba di hadapan Richard. Regan mengebrak meja kuat-kuat hingga beberapa berkas menumpuk berjatuhan dan berceceran di lantai.
"Sejak kapan anda tahu keberadaan Yeslin?"
"Ah ... Ternyata itu yang membawamu datang kemari."
Richard melepas kacamatanya lalu menyandarkan punggung kokohnya dengan santai. Tidak merasa takut, padahal Regan sudah seperti banteng yang siap menyeruduk apapun dan siapapun.
"Jawab!"
Veni akan pergi ke kamarnya yang berhadapan dengan ruang kerja Richard mendengar bentakan Regan yang membahana. Veni mendekati maid yang berdiri di depan pintu karena tidak berani masuk.
"Apa Regan di dalam sana bersama papa?"
"Iya, nona."
Veni menarik napas panjang. Pikir wanita itu, pembicaraan keduanya pasti tidak main-main kali ini.
"Bibi kebelakang saja. Berikan itu padaku."
Maid tersebut memberikan nampan kayu yang ia bawa. "Hati-hati nona," pesannya lalu berjalan pergi.
"Sejak enam bulan lalu. Kenapa, Regan? Kau masih mencintai wanita yang meninggalkanmu itu?" ujar Richard terdengar seperti ejekan di telinga Regan membuat amarah Regan naik ke ubun-ubun.
Kebetulan Veni mendekat, Regan merebut gelas kopi dibawa Veni lalu membantingnya kelantai hingga pecahan menancap di jari kaki Veni.
"Awww ...."
"Regan!"
Richard bangkit menghampiri Veni. Merangkul putri sulungnya tersebut. Rahang Richard mengeras melihat kaki Veni mengeluarkan darah.
"Apa-apaan kau!"
"Anda yang apa-apaan! Kenapa menyembunyikan hal sebesar ini dari ku?"
Richard berdecak kesal. "Jangan bilang kau sudah tahu, Yeslin memiliki seorang anak?"
"Brengsek!"
Brak!
Regan menendang kursi kerja ayahnya itu hingga terjungkal. Pria sedang marah tersebut, menyugar kasar rambutnya berulang kali.
"Dia anakmu, Regan. Anak hasil perbuatanmu dan Yeslin."
"Shut up!"
Regan mengacungkan marah jarinya pada Richard. Gelagat pria itu benar-benar tak tenang.
Namun Richard, tetap berbicara kembali.
"Namanya Renesme. Dia merindukan ayah biologisnya. Tapi pesan papa ... Jangan kembali pada wanita itu."
Regan berbalik pergi namun saat akan membuka pintu, Regan melirik Richard dengan tatapan sinis dan tajam.
"Tidak akan! Aku hanya ingin melihat putriku."
"Semoga saja seperti yang kau katakan ... Tapi, darimana kau tahu tentang mereka?"
"Sean ... Bodyguard anda itu musuh dalam selimut," ujar Regan lalu menutup pintu dengan cara membantingnya. Meninggalkan Richard yang kebingungan karena perkataan Regan.
Tiga hari kemudian.
Yessi sudah kembali ke apartemennya sejak dua hari lalu, ia terus menekan bel di pintu apartemen sampingnya. Siapa lagi, jika bukan punya Regan.
"Mau lo dobrak juga percuma. Orangnya gak ada," ujar seorang pria muda mengenakan jaket jeans dengan topi bisbol putih di kepalanya yang datang mendekat.
"Bimo?'
Ya, dia adalah Bimo. Datang dengan empat pria berjas hitam di belakangnya.
"Lo kangen ya sama om gue?" Bimo bersandar di dinding terkekeh pelan. "Kasian banget. Om gue lagi sibuk sama keluarga kecilnya."
"Maksud lo?"
Dahi Yessi mengkerut dalam tak mengerti namun jantungnya entah kenapa berdegup begitu kencang.
Bimo malah mengutak-atik ponselnya. Tak lama ponsel Yessi di saku celana bergetar.
"Buka dan datang di alamat itu. Lo akan tahu semuanya."
"Kalian, bawa barang-barang penting seperti yang om gue titahkan."
Yessi menunduk melihat layar ponsel, menahan tangan Bimo akan masuk ke dalam apartemen Regan. Kartu akses di tangan Bimo membuat Yessi merasakan firasat tidak enak.
Bimo mengerti arti tatapan Yessi lalu menjelaskan tanpa diminta.
"Om gue gak akan tinggal disini lagi, Yessi. Gue sama Bima yang bakal gantiin. Miris banget nasib lo ya .... Habis manis sepah di buang! Udah ya gue masuk dulu."
Setelah Bimo menutup pintu dengan cukup keras, Yessi luruh di lantai. Padahal ia ingin mengatakan langsung jawabannya waktu itu pada Regan.
Yessi mau menjadi kekasih pria itu. Rasa rindu di hati Yessi karena tidak bertemu selama tiga hari dengan Regan, sudah cukup menjawab bahwa Yessi menyukai Regan.
Atau mungkin ... cinta.
"Yessi!"
Bima datang dengan berlari menghampiri Yessi lalu merangkul gadis yang mulai terisak dengan cara duduk di lantai tersebut.
"Kenapa, Yes?"
Yessi menunjukan alamat di kirim Bimo tadi.
"Loh, ini kan alamat tempat tinggal Om Regan yang baru?"
Yessi menguatkan cengkramannya di tangan Bima. "Antar gue kesana, Bim. Please antar gue, sekarang!" ujar Yessi dengan tangis semakin pecah membuat Bima kalut sendiri.
"O-oke ... Gue bakal antar. Meski gue gak tahu alasan lo nangis. Kebetulan om gue ada disana tadi."