"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6-Putriku, ditawan preman 1 M
Hallo semuanya, selamat pagi, selamat membaca terimakasih ya yang sudah mengikuti ceritaku, semoga semua pada suka hihkhik... ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ
Selamat membaca
Bab Enam!
Kring-Kring, bel masuk sekolah berbunyi. SD Wipranata, adalah SD Negri 6, yang ditempati banyak anak-anak, apalagi saat sudah jam bel istirahat berbunyi itu artinya semua anak-anak harus ke kantin, mengisi perut mereka yang keroncongan. "Sindy, ayo jajan.. "
"Iya ayo. "
"Tapi tunggu dulu, " ucap Sindy, matanya menoleh ke arah Kiya yang diam saja di bangkunya, tak seperti biasa. Sindy pun berantusias untuk mengajak tetangganya jajan, "Kiya, kenapa kamu daritadi diam aja? Ayo kita ke kantin. "
Seru Sindy, berani duduk di samping Kiya. Padahal Sindy selalu ditolak Kiya, karena Sindy menjengkelkan ke Rara, tapi Sindy terus berusaha mendekati anak laki-laki itu demi mendapat perhatiannya. Ya kayak cinta monyet masa bocil lah.
"Ayo Kiya... Kita jajan dikantin, "
"Gak mau. Jajan aja sendiri, "
"Kok begitu... " cemberut Sindy mengembungkan pipi, mata Sindy ikut terarah ke tatapan Kiya yang menuju ke bangku meja Rara yang biasanya duduk di depan tetangganya itu. Sindy semakin cemburu, karena yang di perhatikan hanya Rara mulu. Rara yang gak masuk selalu dikhawatirin, Rara yang masuk selalu di ajak main. Sindy heran, kenapa Kiya sebegitu ingin dekatnya dengan Rara, padahal kumel, rusuh kek gendruwo gitu.
"Pokoknya Kiya harus jajan dulu, pasti Kiya belum sarapan kan! "
Kiya tak menoleh sama sekali, anak laki-laki itu malah mengambil tempat untuknya bisa bersandar tidur di meja. Dan Sindy di acuhkan olehnya, Sindy sedikit emosi, menggebrak meja keras, Brak-"Kiya! "
"Kok yang kamu pikirkan selalu Rara sih?! "
"Masa aku belum cukup buat kamu?! "
"Kenapa harus Rara?! "
"Rara itu jelek! Bau! '
"Dia juga gak cantik-cantik amat dibanding Sindy, "
"Sindy lebih cakep, lebih kaya, dan tetangga dekat kamu yang bisa nemenin kamu kapan saja! "
"Kenapa kamu selalu jahat sama Sindy... Hiks-Hiks... "
Teman-teman Sindy langsung menghampiri gadis kuncir kuda itu dan menepuk punggungnya pelan, "Yang sabar ya Sin, yang sabar... "
"Iya Sin! "
"Masih banyak kok anak cowok lain yang lebih menghargai Sindy daripada Kiya! Kenapa kamu harus ngurus Kiya, dia aja gak pernah lihat kamu! "
"Mending kamu cari anak lain saja, dia gak cocok sama kamu Sindy! " seru teman-teman nya, berbeda hal dengan hati Sindy yang sekarang sudah tertusuk jarum pentul, cekit-cekit karena Sindy tak bisa mencintai anak lain, ia hanya mencintai Kiya yang parasnya lebih ganteng daripada anak cowok lain.
"Gak mau... Aku maunya Kiya! "
Kiya langsung berdiri, sontak keempat anak cewek yang daritadi mengganggunya begitu membuat Kiya jengkel, andai saja kalau ada Rara pasti tidak se menjengkel kan ini, ada mereka terutama Sindy yang selalu mengusik dirinya berdekatan dengan Rara membuat Kiya sedikit muak dengan sikap menye-menye Sindy.
"Bisa tidak Sin, kamu menjauh dariku? "
"Haram, kita tidak boleh berdekatan. " ucap Kiya datar, dan dingin. Anak itu langsung berhasil membuat satu hati anak perempuan sebayanya menangis setelah mendengar perkataan Kiya, "Haram? "
"Hiks... Sindy haram bagi kamu Kiya?? "
"Kamu jahat banget... Huaaaaa!! "
"Sindy! "
"Sindy!! " seru teman-temannya dari belakang, karena gadis itu pergi begitu saja sambil menangis di setiap jalan. Menangis karena Kiya menganggap tetangga nya sendiri haram, padahal memang benar, apa salah Kiya? Dia hanya mengucapkan kalau dekat-dekat nanti bisa jadi dosa, tapi Sindy terlalu baperan tak sama seperti Rara yang pantang akan sesuatu, dan bergaya seperti teman biasa di samping Kiya.
Walau selalu mamanya mengingatkan, untuk jangan berteman dengan teman favoritnya, Kiya merasa ini tak benar, pandangan mamanya yang mengejek Rara selalu disangkutpautkan dengan agama. Kiya tahu, menyentuh perempuan itu haram, tak boleh bermain bersama. Tapi yang membuat Kiya kesal sendiri adalah ucapan mamanya yang seakan tak ada rasa bersalah sama sekali, dengan begitu mudahnya mama Winda berkata, anak itu membawa penyakit, anak itu kotor, anak itu tak dirawat, seakan Kiya sudah berpikir dewasa, tak mau meninggalkan sahabatnya yang selalu terpuruk, dibalik senyum dan tawanya.
"Dimana kamu Rara... Kenapa kamu gak masuk? "
"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa tak ada izin sama sekali? "
"Ada apa Ra... Aku khawatir... "
"Apa nanti pulang sekolah kamu bisa bermain samaku? "
"Atau kamu tak bisa sama sekali? "
"Apa kamu baik-baik saja Ra? " tanya Kiya menatap atap kelas, dirinya tak tahu kalau Rara sekarang sedang dikurung dikamarnya, dan tak akan dibiarkan keluar sampai ayah angkatnya puas sendiri dengan kelakuan kejinya. Kiya kebanyakan tak tahu apa masalah temannya, tapi dalam hati Kiya berdoa agar temannya selalu selamat di manapun dia berada.
***
Di kantor perusahaan makanan milik Ahmad, Dia menjadi manajer disana, bahkan karirnya baru saja dimulai sejak 3 setengah tahun yang lalu, setelah dia mengadopsi seorang anak. Ahmad benar-benar sukses, terbilang mampu membeli mobil, bahkan menyewa tante-tante pemuas malam. Ahmad mempunyai semua apa yang ia miliki, tempat dirinya tidur di rumah kedua, ataupun hal lain dirinya punya. Pokoknya segala keuntungan saat itu benar-benar berjaya, ia tak memiliki kekurangan apapun.
Bahkan di mata para publik, para pers yang mewawancarai dan membuat berita koran tentangnya tak ada sama sekali terselip kalimat kotor atau buruk, yang bisa mengancam nyawanya. Ahmad benar-benar berlinang keemasan, di masa jayanya menjadi seorang manajer makanan buah ringan. Tetapi tunggu dulu, selama beberapa bulan ini Ahmad mendapat pesan ancaman dari seseorang, entah client nya yang cemburu pada dirinya yang sudah memiliki karier besar, atau musuh perusahaan makanan lain yang sudah terendus telah menggelapkan dana pemerintah, sedangkan Ahmad belum.
Ahmad bukanlah manusia baik-baik, ia punya segudang rahasia yang dikunci rapat dengan gembok, kunci itu hanya ia telan sendiri, orang lain hanya tahu segelintir saja. Tak berpengaruh pada finansial nya yang sempurna, hingga ada kesalahpahaman yang untung bisa Ahmad selesaikan.
Pada saat itu ada rapat bersama beberapa divisi, dan beberapa ketua dan wakilnya di ruang rapat bersama ia yang menjadi pembicara. "Ini kita bisa menurunkan sejumlah...Kurang lebih... Namun mungkin akan berkurang hingga 20%"
Mereka sedang membahas promosi, tentang kemasan yang mungkin bisa menarik pelanggan mereka berdatangan. Kemasan yang menarik bisa membawa keuntungan, Yin. Sedangkan kemungkinan lain, akan merosot. Ide sedikit gila milik Ahmad ini sedikit mengguncang hati para penonton, mereka berbisik-bisik mengomentari tentang Ahmad yang seakan berlaku teori sendiri. Walau mereka sendiri harus menerima kewajiban mutlak itu, "Click-'
" Apa itu... "
"Hm.. "
Para pengusaha china juga ikutan, hanya perwakilan dari pengusaha yang diundang kemari. Mereka semua kaget dengan penglihatan masing-masing, tidak ada yang aneh bukan? Karena di depan mereka tertampil chat menggunakan bahasa daerah, sebagian orang tak tahu apa artinya, tapi sebagian orang merasa bahwa pesan yang tak sengaja terselip dalam PPT itu adalah hal mengejutkan.
"Pak permisi, boleh saya angkat bicara? " tanya asisten Ahmad. Ahmad langsung mengizinkan dirinya bicara, "Pak apa yang dimaksud... Itu ya? "
"Hm, apa? " Ahmad langsung menoleh kebelakang begitu terkejutnya ia, karena menampilkan pesan yang hanya dirinya tahu saja. Mungkin salah satu orang disini tahu, mereka pasti mencurigai Ahmad. Ahmad gelagapan menjelaskan, "Oh ini...Kemarin, ada beberapa lahan yang ku jual, itu terjual mahal tapi saya tak segan memberi petani 50 persen lalu saya juga 50 persen, petani sedikit protes, ia tak suka wacana saya akan kesepakatan ini, jadi saya naikkan saja keberuntungannya menjadi 80 persen saya 20 persen, so... like that... "
"Waww... "
Mereka semua langsung terpikat akan pendapat Ahmad yang tiba-tiba di luar konteks dari yang mereka bicarakan Tapi yah mereka percaya-percaya saja, karena buah kering yang baru mereka pasarkan mengajak kerja sama dengan luar negri termasuk china sekarang sedang marak dengan buah lokal. Melihat keteguhan hati pak Ahmad, mereka semua langsung menepuk tangan bangga. "Manajer kita baik hati sekali ya... "
"Iya betul itu... "
Tak hanya itu, setelah kesalahpahaman selesai diurus, Ahmad bisa menarik nafas lega. Dirinya segera menghapus pesan yang tak sengaja ia masukkan ke dalam laporan proposalnya. Kalau saja ada orang yang sadar akan bahasa ibunya, Hm... Ahmad tak tahu apa yang akan dia dapatkan.
Bukan hanya memproduksi buah kering manis, tetapi juga snack ringan pedas yang berbahan Chili dari China, sebenarnya sempat kemarin Ahmad memasukkan bahan pork di dalamnya, tetapi ia langsung mendapat kontroversi dari khalayak bawah, dan dari pemerintah majelis bahwa itu tak boleh dimasukkan ke dalam Syarat bahan makanan.
Hari ini, di pagi hari...
Ahmad berangkat pagi-pagi buta, di kantor dirinya dulu yang sudah sampai dahuluan, pria itu sengaja agar terlihat para karyawan yang bekerja di pabrik pagi hari, Ahmad juga sengaja menyapa mereka seolah tak terjadi apa-apa, yang sebenarnya dalam hati pria itu sudah ingin melampiaskan emosinya tapi emosinya kemarin-kemarin masih belum cukup untuk dirinya.
"Selamat pagi pak. "
"Selamat pagi, " sapa Ahmad kepada mereka, mereka ada yang sebagian menyegani pak Ahmad yang berposisi atasan mereka, juga ada yang masih menjaga pendirian mereka pada atasan manajer sebelumnya pak Ahmad tetapi masih kerja disini, demi gaji setiap bulan. Ahmad berjalan setelah beberapa kali menyapa para karyawan, pria itu memutar bola mata malas setelah jauh dari mereka semua.
Ahmad masuk ke dalam ruang kerja nya yang terletak di lantai lima, paling atas sendiri. Gedung miliknya bisa dilihat dari bayangan flyer TV yang terpasang di lawan gedung, pria itu membuka kedua jendela di sisi kanan kirinya sama-sama, lalu menghembuskan nafas sampai nafasnya membecak ke kaca pagi, "Huh... "
"Lelah sekali gue, "
"Bagaimana ini, "
"Aku masih belum menemukan titik terang dimana pelaku pencurian laptopku, "
"Apa yang harus kulakukan, siapa yang melakukannya... Ah sialan!! " kesal Ahmad mengacak-acak rambutnya sendiri, sampai ia sudah keramas rapi sampai dia pakai hair dryer tak menutupi rambut cokelatnya yang sedikit berantakan. Ahmad akan mengumpat lagi, sebelum dirinya terhenti karena kedatangan seorang wanita. Lalu wanita itu menunduk, "Tak diketuk dulu? "
"Ah maaf, pak saya lupa. " ucap wanita itu sedikit mundur dan mengulangi perbuatannya dari awal, dia adalah asisten pribadi pak Ahmad, yang bernama Safhira. Safhira adalah wanita keturunan Sumedang, yang tinggal di kota Jakarta setelah lulu sekolah, dan bisa menjadi tata wicara, dan tata bahasa untuknya bila Ahmad menemui seorang tamu.
"Maaf pak biar saya ulangi--"
"Tok-Tok"
"Pak permisi, saya Safhira, ada yang mau saya sampaikan. " ucap wanita itu, setelah ia diberi izin dia diperbolehkan masuk. Ahmad melepas Jaz hitamnya tapi cukup kesusahan, "Ya masuk. "
"Pak maaf... "
"Apa yang kamu lamunkan Shafira? "
"Kenapa? "
"Apa yang mau kamu sampaikan, "
Safhira membenarkan lensa kacamata kotaknya, dan membuka tablet yang dia genggam selama perjalanan kemari. Sedangkan Ahmad duduk di kursinya, seolah tak terjadi apa-apa dengannya. "Pak, saya memberitahu kurang beberapa dekade lagi, bapak harus membayar rinci-rincian yang harus kita bayarkan, bila tidak... Perusahaan ini... "
Seru Shafira tak berani melanjutkan, padahal permasalahan pokok ini sangat sensitif untuk pria itu. Terlihat Ahmad langsung mengangkat sebelah alisnya tak suka, apalagi bila menyangkut soal hutang-hutang di perusahaan ini selama dirinya memimpin.
"Huh~"
"Masih lama kan? "
"Untuk apa diurus? "
"Nanti saja dulu, sudah saya bilang kan? Gampang... Tenang... Tenang, "
"Saya juga gak bakal kabur kok, "
"Takut banget saya gak bakal bayar. "
"Tetapi pak, perusahaan yang memproduksi alat berat yang kita sewa selama berbulan-bulan sudah memperingati saya untuk-"
Brak- Ahmad menggebrak meja keras. Menatap wanita itu, asistennya sendiri dengan tatapan tajam. "Sudah saya bilang! Ini perusahaan saya yang pegang, pabrik, semua pasokan bahan, dan ide itu dari saya. Dan untuk saya, sudah dibilang jangan ngeyel lho ya! "
Bersambung...