Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percayalah, Kau Anak Kandungku
Percayalah, Kau Anak Kandungku
Mata Nisa kosong saat ia menatap cermin. Ia tidak mengenali dirinya sendiri. Setiap kali ia memandang ke dalam mata yang refleksinya terpantul, rasa sakit itu kembali mengingatkannya pada kenyataan yang pahit. Keluarganya, ibunya, suaminya—semuanya hancur begitu saja. Dan di tengah semua kehancuran itu, satu pertanyaan terus menghantui benaknya: Apakah aku benar-benar anak kandung Mama?
Namun, meskipun hatinya terasa hancur, Nisa tahu bahwa ada hal yang harus diselesaikan. Ada kata-kata yang belum terucap, dan ada luka yang harus disembuhkan, meskipun ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia merasa bingung, ragu, dan terluka, tetapi ia tahu bahwa ia harus mendengarkan ibunya sekali lagi. Mungkin, hanya mungkin, penjelasan yang lebih dalam bisa menjawab pertanyaannya.
Pagi itu, setelah berhari-hari menghindar dari Maya, Nisa memutuskan untuk pergi ke ruang tamu. Maya sedang duduk di sofa, matanya tampak lelah, dan wajahnya penuh penyesalan. Ketika ia melihat Nisa memasuki ruangan, Maya mengangkat wajahnya perlahan, mencoba tersenyum meski dengan air mata yang masih menunggu jatuh.
"Nisa, aku tahu kamu mungkin tidak ingin mendengarkan aku lagi, tapi tolong beri aku kesempatan," suara Maya bergetar. "Aku ingin kamu tahu satu hal yang harus kamu percaya: Kamu anak kandungku."
Nisa menatap ibunya dengan tatapan tajam. Rasa sakit yang ia rasakan tidak bisa disembunyikan lagi. "Mama... bagaimana bisa Mama meminta aku untuk percaya setelah semua yang Mama lakukan?" Suara Nisa serak, menahan isak. "Aku tidak tahu apa yang harus aku percayai lagi. Aku merasa aku tidak mengenal Mama yang selama ini ada di hidupku."
Maya menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca. Ia merasakan betapa beratnya beban yang ditanggung putrinya. "Aku tahu, Nisa. Aku tahu kamu terluka. Aku tahu aku telah menghancurkan kepercayaanmu dengan perbuatan yang tak bisa dimaafkan. Tapi, kamu harus tahu satu hal—aku adalah ibu kandungmu. Aku melahirkanmu. Aku membesarkanmu dengan cinta, meskipun aku tahu aku tidak sempurna."
Nisa terdiam, matanya tidak lepas dari Maya. Rasa bingung semakin menyesakkan dadanya. "Tapi Mama..." katanya, suaranya nyaris tak terdengar, "Kenapa Mama bisa begitu mudah melukai aku? Kenapa Mama tidak pernah memberitahuku tentang perasaan Mama, tentang apa yang Mama rasakan, sebelum semuanya terjadi?"
Maya menundukkan kepala, merasa begitu kecil di hadapan putrinya. "Aku... aku merasa kesepian, Nisa. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan itu. Aku tahu itu tidak benar, dan aku tidak pernah bermaksud menyakitimu. Namun, saat itu, aku merasa aku kehilangan kendali atas diriku sendiri. Aku lupa pada siapa aku dan apa yang telah aku perjuangkan dalam hidupku. Aku tahu itu tidak ada alasan yang bisa membenarkan apa yang terjadi, tapi percayalah, apa pun yang telah terjadi, kamu adalah anak kandungku, dan aku mencintaimu lebih dari apa pun."
Maya berdiri dan mendekat kepada Nisa. Dengan hati yang penuh penyesalan, ia meraih tangan Nisa, menggenggamnya dengan penuh harap. "Nisa, percayalah padaku. Aku adalah ibumu, dan aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu. Bahkan jika aku telah melukai hatimu, kamu tetap anak kandungku. Dan aku akan selalu berusaha untuk memperbaiki semuanya."
Nisa merasakan kehangatan dari tangan ibunya, tetapi hatinya tetap terasa beku. Ia mengingat semua luka yang telah ditinggalkan oleh perbuatan Maya. Ia mengingat setiap kata, setiap detik yang berlalu sejak ia mengetahui kebenaran itu. Bagaimana ia bisa begitu saja menerima semuanya, ketika kenyataan itu begitu menyakitkan?
Tapi, di sisi lain, ada suara kecil di dalam hatinya yang berbisik: Aku masih membutuhkan Mama. Aku masih ingin merasakan kasih sayang Mama.
"Aku... aku tidak tahu bagaimana harus memaafkan Mama," kata Nisa akhirnya, suaranya penuh keraguan. "Aku ingin percaya, Mama. Aku ingin sekali bisa kembali seperti dulu, seperti kita dulu, tapi ini semua sangat sulit. Aku merasa begitu hancur."
Maya menggenggam tangan Nisa lebih erat, dan untuk pertama kalinya, air mata Maya jatuh tanpa bisa ia tahan. "Aku tidak akan memaksamu untuk memaafkan aku, Nisa. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku menyesal. Aku akan menunggu sampai kamu siap untuk menerima aku lagi. Aku tidak akan pernah menyerah pada kita, pada hubungan ibu dan anak ini."
Keheningan mengisi ruang itu. Nisa merasa hatinya seperti sedang terombang-ambing. Setiap kata dari ibunya adalah pisau yang mengiris-iris luka lamanya, tetapi di sisi lain, ada keinginan yang kuat untuk kembali menyatukan keluarga ini. Ia merasakan kasih sayang yang tulus dari Maya, meskipun rasanya itu sudah terlalu terlambat.
"Aku tidak tahu kapan aku bisa memaafkan Mama, tapi aku akan mencoba," jawab Nisa akhirnya, suara lembut namun penuh perasaan. "Aku tidak bisa menghapus semuanya, Mama. Tapi aku ingin mempercayai bahwa aku masih anak kandung Mama. Aku ingin memulai dari awal."
Maya menatap Nisa dengan penuh harapan, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. "Terima kasih, Nisa. Aku tahu itu tidak mudah, tapi aku akan selalu menunggumu. Aku akan berjuang untuk keluarga kita."
Nisa hanya mengangguk pelan, meskipun hatinya masih terluka. Namun, ia tahu bahwa memaafkan bukanlah sesuatu yang bisa terjadi dalam semalam. Itu adalah perjalanan panjang yang akan memakan waktu. Tapi setidaknya, saat ini, ia ingin mencoba. Mencoba mempercayai ibunya lagi, meskipun rasa sakit itu masih mengikat erat di hatinya.
Dan di dalam hati Nisa, ia tahu bahwa meskipun luka itu mungkin tidak akan pernah sembuh sepenuhnya, cinta antara ibu dan anak tidak akan pernah hilang begitu saja.