Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 25
Bu Arum tanpa rasa malu berjalan menghampiri keluarga Jia. Dia tersenyum saat sudah dekat dengan mereka.
"Em Jia. Apa kamu sudah berpikir dua kali untuk berpisah dengan Rangga? Anak ku itu karyawan di perusahaan besar lo. Kamu pasti masih mencintainya kan?" Ucap Bu Arum tiba-tiba, membuat keluarga Jia kini dibuat heran.
Jia hanya terdiam tak menghiraukan ucapan Bu Arum.
"Kamu jangan diam aja dong Jia. Bilang sama mereka kalau kita itu juga satu keluarga, jadi bisa kan kita makan gratis di sini." Ucapnya lagi tanpa tahu malu.
Jia menggelengkan kepalanya pelan, ia merasa tak habis pikir dengan tindakan Bu Arum.
"Maaf Bu, bukankah kita akan menjadi MANTAN KELUARGA?" Kini Jia menjawab ucapan Bu Arum.
"Hahahaha mana ada sih mantan keluarga, Jia. Kalau kamu mau kembali sama Rangga, dengan senang hati kami akan terima kok." Jawab Bu Arum.
"Iya Mbak, kalau Mbak Jia mau kembali sama Mas Rangga. Kita pasti akan memberi kesempatan kedua sama Mbak." Kini Litta ikut menimpali ucapan Mamanya.
"Lagian ya Mbak, Mbak Jia ngga usah malu untuk bilang sama kita kalau Kak Jia masih menginginkan Mas Rangga. Kita gak akan bilang sama orang lain kok." Lanjutnya lagi.
Keluarga Jia kini semakin di buat jengkel dengan semua ucapan keluarga Rangga.
Bukankah selama ini mereka yang menginginkan anaknya bercerai, lalu sekarang mereka memutar balikkan fakta dan bicara seakan-akan Jia lah yang masih berharap pada Rangga.
"Iya Jia. Sebentar lagi kamu dan Manda akan menjadi madu. Dan kamu akan tetap menjadi istri pertama ku. Jadi kamu gak usah takut kalau tahta mu di ambil alih oleh Manda." Ucap Rangga dengan senyuman menjijikan di mata Jia.
Jia kini tersenyum remeh di hadapan keluarga Rangga. Ia berdeham untuk menetralkan suaranya agar terdengar jelas oleh keluarga tak tau malu itu.
"Ehem ehem gini ya Bu Arum, Litta dan Rangga yang terhormat. Pertama-tama aku tidak akan kembali pada Rangga, kedua aku sudah tidak ada rasa lagi sama Rangga, ketiga aku tidak butuh pengakuan tahta dari Rangga." Jawab Jia tegas.
"Bukan kah kalian yang menginginkan perceraian ini, maka aku kabulkan keinginan kalian. Lalu kenapa sekarang kalian berbicara seakan-akan akulah yang mengemis cinta dari Rangga?" Lanjut Jia lagi masih dengan nada santainya.
"Aku sudah berada di ujung untuk melepas Rangga. Bukankah seharusnya kalian merasa senang dengan hal ini?" Pertanyaan Jia membuat Rangga terdiam.
Rangga pun bingung harus menjawab apa. Dia kini kalah telak oleh Jia.
"Kamu gak usah malu Jia, akui saja kalau kamu masih ingin bersama Rangga." Rendi kini menimpali percakapan mereka.
Jia tersenyum mendengar ucapan Rendi. Dia menatap ke arah Rendi dengan tatapan remehnya.
"Dulu saya memang mencintai Rangga, saya rela menahan segalanya demi Rangga. Hati, fisik, pikiran, perasaan, bahkan uang pun tidak saya permasalahkan saat itu, hanya untuk bisa baik-baik saja dengan Rangga. Tetapi kini saya sudah sampai dititik kelelahan saya. Saya menyerah dan saya akan mengikuti apa yang kalian inginkan." Ucapan santai Jia mampu membuat Rendi tak berkutik.
"Kalian menghina saya, saya terima. Kalian meremehkan saya, saya tidak membantahnya. Kalian tidak menganggap saya, saya tidak mempedulikan itu. Tapi satu hal yang harus kalian tahu. Saya benci perselingkuhan, saya benci poligami, dan yang paling utama saya benci saat anak saya tidak pernah kalian anggap keluarga." Kini Jia sudah mati-matian menahan emosinya.
Dia takut kalau emosinya meledak, dia tidak akan bisa mengontrolnya dan justru akan menjadi Boomerang baginya.
"Dan mata kalian juga melihat bukan. Secara tidak langsung, Rangga sudah berani main tangan pada anak dan istrinya. Itu sudah memasuki tindakan KDRT untuk laki-laki seperti dia." Lanjut Jia lagi yang membuat keluarga Rangga benar-benar di ujung malu.
"Tapi.." Rendi hendak kembali angkat bicara.
"Kalau anda mengaku berpendidikan dan anda menjadi karyawan perusahaan yang besar. Seharusnya anda paham bukan atas apa yang saya katakan. BAPAK MANAGER RENDI ANANDA yang terhormat." Potong Jia saat mendengar Rendi hendak berbicara.
Jia tersenyum melihat Rendi mendadak gugup saat dia menyebutkan kata manager di hadapan keluarganya dengan menekan kata itu.
"Saya memegang kartu AS anda. Kalau saya angkat bicara saat ini juga. Maka kehidupan keluarga anda akan berubah 360° Bapak Rendi. Bagaimana?" Ucap Jia sembari mengangkat satu alisnya.
Dan kali ini benar-benar membuat Rendi semakin gugup dan keluarga Rangga yang melihatnya di buat bingung.
Rendi memilih diam tidak menanggapi ucapan Jia. Dia berfikir apakah Jia sudah mengetahui semuanya tentang dirinya di tempat kerja sampai Jia berani bicara seperti itu.
"Adik anda sudah tidak menjadi karyawan perusahaan besar lagi bukan? Apakah anda juga ingin mengikuti jejaknya?" Tanya Jia lagi yang membuat Rendi mengepalkan tangannya.
"Kamu pikir kamu siapa Jia? Apa karena kamu pemilik cafe ini kamu bisa seenaknya bicara seperti itu padaku? Pangkat ku dengan kamu itu berbeda. Cafe kecil seperti ini saja kamu sudah bangga." Kini Rendi memberanikan diri untuk berucap.
"Oh ya? Hanya cafe kecil anda bilang? Ya sudah kalau begitu silahkan di bayar makanannya Bapak Rendi." Jawab Jia.
"Kamu itu istrinya adikku, menantu Mamaku dan adik iparku. Masa iya kita juga harus bayar makanan kita sih? Toh keluarga mu saja makan di sini gratis." Ucap Rendi seenaknya.
Jia tersenyum lagi mendengar ucapan seenaknya dari kakak iparnya itu.
"Cafe saya kecil Pak Rendi, dan anda itu manager yang pangkatnya lebih tinggi dari pada saya. Lalu kalau saya meminta anda untuk membayarnya apakah anda juga keberatan? Saya mau membuat cafe ini semakin besar agar tidak di remehkan oleh keluarga kalian lagi. Jadi tolong tanpa mengurangi rasa hormat saya, silahkan bayar pesanan keluarga anda." Jawab Jia lagi.
Rendi mengepalkan tangannya kala mendengar ucapan Jia. Sial Jia pintar sekali membalikan ucapannya agar dia bisa matu kutu.
Keluarga Rangga kini terdiam tanpa ada yang berbicara sedikit pun. Itu membuat keluarga Jia sedikit merasa puas.
"Kenapa diam saja, bukankah sudah jelas apa yang di katakan oleh Kakak saya?" Kini Jio yang angkat bicara karena lelah menunggu jawaban keluarga Rangga.
"Kalau kalian kekeh mau makan gratis dengan alasan Kakak saya yang menjadi istri, menantu, ipar, bahkan babu di keluarga kalian. Maka saya yang akan menuntut biaya pada kalian. Saya juga owner di cafe ini, kalian lupa." Lanjutnya lagi, membuat keluarga Rangga semakin bungkam.
Rangga yang merasa keluarganya di hina pun merasa tidak terima. Dia menganggap bahwa Jia dan Jio sudah mempermalukan keluarganya di depan umum.
"Cih sombong sekali baru punya cafe seperti ini saja, aku janji sama kamu Jia, aku tidak akan pernah mau kembali padamu. Pegang janji ku itu." Ucapan Rangga tentu saja mendapat anggukan Jia.
"Aku akan membayarnya, dan aku berjanji tidak akan pernah makan di cafe ini lagi." Ucap Rangga seraya melangkah pergi membawa billnya ke arah kasir dan di ikuti oleh keluarganya.
"Maaf atas kekacauan yang terjadi Bu Jia, Pak Jio dan keluarga." Ucap manager cafe yang sedari tadi diam enggan ikut campur masalah keluarga Jia.
"Beritahu satpam untuk blacklist mereka semua tanpa terkecuali." Ucap Jio singkat yang langsung di angguki oleh Manager tersebut.
"Kalau begitu saya permisi." Pamit manager tersebut yang di ikuti oleh pelayan yang melayani keluarga Rangga tadi.
"Menyebalkan, mereka benar-benar tidak tahu malu." Keluh Jia yang masih dapat di dengar oleh keluarganya.
"Ya sudah Nak, ikhlaskan. Yuk kita pulang saja." Ajak Bu Dinda agar Jia bisa menenangkan hatinya.
**********
**********