Anindya Alyssa seorang wanita manis yang memiliki warna kulit putih bersih, bekerja sebagai waiters di salah satu hotel yang cukup terkenal di kotanya. Hidup sebatang kara membuat harapannya untuk menjadi sekretaris profesional pupus begitu saja karena keterbatasan biaya untuk pendidikan nya.
Namun takdir seakan mempermainkan nya, pekerjaan sebagai waitres lenyap begitu saja akibat kejadian satu malam yang bukan hanya menghancurkan pekerjaan, tetapi juga masa depannya.
Arsenio Lucifer seorang pria tampan yang merupakan ceo sekaligus pemilik dari perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Terkenal akan hasil produksi yang selalu berada di urutan teratas di pasaran, membuat sosok Lucifer disegani dalam dunia bisnis. Selain kehebatan perusahaan nya, ia juga terkenal akan ketampanan dan juga sifat gonta-ganti pasangan setiap hari bahkan setiap 6 jam sekali.
Namun kejadian satu malam membuat sifatnya yang biasa disebut 'cassanova' berubah seketika. Penolakan malam itu justru membuat hati seorang Lucifer takluk dalam pesona seorang waiters biasa.
Lalu bagaimana kisah Assa dan Lucifer?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Anindya berjalan menuruni satu persatu anak tangga, ia langsung menuju meja makan dimana Arsen sudah menunggu dirinya.
Anin tampak menelan salivanya dengan sedikit sulit saat merasakan tatapan tajam dan menusuk milik pria berjas hitam itu tengah menatapnya. Anindya menarik nafas lalu menunduk sesaat.
"Selamat pagi, Pak." Sapa Anindya dengan sopan.
"Duduklah." Tak membalas, Arsen langsung meminta Anindya duduk di kursi tepat di depannya.
Anindya menurut, ia menarik kursi lalu duduk dengan kepala yang terus saja menunduk.
"Kau bisa kenyang hanya dengan menatap kakimu sendiri, Assa?" tanya Arsen pelan namun terdengar begitu tajam.
Anindya semakin gemetaran, ia lantas mengambilkan sarapan untuk Arsen kemudian bergantian dengan dirinya.
Setalah sarapan, Arsen dan Anin langsung berangkat ke kantor dengan di diantar oleh Asisten Lee yang ternyata sudah menunggu mereka tadi. Tak ada pembicaraan selama perjalanan, Anindya sibuk melihat jadwal Arsen hari ini melalui ipad yang selalu ada di mobil Arsen.
"Apa jadwalku hari ini?" tanya Arsen tanpa menatap Anindya.
"Melakukan penandatanganan kontrak dengan pimpinan PT JCC di restoran Ruby star sekaligus makan siang bersama, Pak." Jawab Anindya menjelaskan.
"Hanya itu saja, Pak. Sisanya jadwal ada hari ini kosong!" lanjut Anindya menatap atasannya itu.
"Reschedule." Ucap Arsen dengan suara yang dingin dan datar.
"Maaf, Pak. Maksudnya bagaimana?" tanya Anindya tak paham.
"Kosongkan jadwalku hari ini, ganti meeting itu Minggu depan." Tekan Arsen membuat Anindya langsung menganggukkan kepalanya.
"Maaf, Pak. Bukankah kerjasama ini penting bagi anda, lantas kenapa--" ucapan Asisten Lee terhenti saat Arsen menatapnya tajam.
"Saya tidak meminta pendapatmu, fokus saja membawa mobilnya!" tegur Arsen dengan tegas.
Sesampainya di kantor, Arsen keluar lebih dulu setelah dibukakan pintu oleh Asisten Lee. Anin segera menyusul, berjalan di belakang Arsen selayaknya sekretaris dan atasan. Hari ini tak berbeda dari hari-hari sebelumnya, ia kembali mendapat tatapan tajam dari karyawan lain yang merasa isi padanya karena bisa bekerja satu ruangan dengan seorang Arsenio Lucifer.
Seperti biasa Anin pun tak ambil pusing, ia hanya ingin fokus pada pekerjaannya. Ia tak peduli jika ada yang mengatakan bahwa ia menyerahkan tubuhnya pada Arsen sehingga dapat diterima bekerja. Anin tak peduli, karena ia sendiri tak tahu apa yang benar. Menyerahkan tubuh untuk diterima bekerja itu tidak benar, tapi ia melakukannya secara terpaksa.
Arsen masuk ke dalam lift disusul oleh Anin dan Asisten Lee, didalam lift khusus itu hanya ada kesunyian, tak ada yang bicara sama sekali. Akhirnya mereka sampai di lantai tujuan, Arsen keluar lebih dulu disusul oleh Anindya.
"Anin, berdoalah semoga hari ini pria itu normal!" batin Anindya meremat ujung kemejanya.
Karena terlalu fokus pada pikirannya sendiri, Anin tak menyadari jika Arsen berhenti melangkah sehingga dirinya menabrak punggung tegak Arsen dengan sedikit keras.
"Awhhhhh …" ringis Anin. Ia bukan merasa sakit, melainkan terkejut bercampur takut.
"Nona Anindya, Anda tidak apa-apa?" tanya Asisten Lee dengan sopan.
"Apa-apaan kau ini, dia menabrak tubuhku bukan menabrak kereta api sehingga kau harus menanyakan keadaanya!" Sahut Arsen menatap Asisten Lee tajam.
"Maafkan saya, Tuan." Ucap Asisten Lee menundukkan kepalanya.
"Dan kau, apa matamu tertinggal di rumah sampai tak bisa melihat?!" tanya Arsen tajam.
"Maafkan saya, Pak. Saya bersalah," jawab Anindya semakin menundukkan kepalanya.
Arsen tak menjawab, pria itu langsung masuk ke dalam ruangannya disusul oleh Anin setelah memberi hormat pada Asisten Lee. Sementara itu Asisten Lee hanya bisa menghela nafas, ia membenarkan posisi kacamatanya kemudian pergi untuk melakukan pekerjaannya sendiri.
Di dalam ruangan Arsen, Anindya duduk manis di tempatnya. Ia mulai mengerjakan tugas-tugasnya yaitu menghubungi pihak perusahaan JCC dan mengatur ulang jadwal sesuai yang atasannya pinta.
"Assa." Panggil Arsen dengan suara tegasnya.
Anindya bangkit dari duduknya lalu menghampiri Arsen. Ia berdiri di depan meja Arsen lalu menatap sopan atasannya itu.
"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Anindya.
"Kepalaku pusing, tolong kau pijatkan." Jawab Arsen menunjuk kepalanya sendiri.
Anindya tersentak, namun setelah beberapa saat akhirnya ia menurut dan berdiri tepat dibelakang kursi kerja Arsen. Tangannya gemetar Anin mulai menyentuh kepala Arsen dengan perlahan.
"Assa, kau ini ku suruh memijat bukan mengusapnya." Ucap Arsen sengaja memegang tangan Anindya yang ada dikepalanya.
"Tanganmu gemetar, kau kenapa?" tanya Arsen menatap gadis cantik itu dengan tatapan aneh.
"Saya tidak apa-apa, mungkin itu perasaan anda saja." Jawab Anindya dengan cepat lalu tanpa sadar ia malah memijat kasar kepala Arsen.
"Assa!!!" sentak Arsen saat kepalanya terasa semakin pusing.
"Kepalaku ini bukan batu, jangan terlalu kasar tapi jangan terlalu pelan juga." Tambah Arsen memberitahu.
"Tapi anda kan memang keras kepala, Pak." Ceplos Anindya tanpa sadar.
Arsen mengangkat sebelah alisnya mendengar penuturan gadis di belakangnya ini. Sementara Anin yang sadar langsung menutup mulutnya dan memukul kepalanya sendiri.
"Kau bilang apa? Aku keras kepala?" tanya Arsen dengan suara barat.
"Tidak, Pak. Anda salah dengar," jawab Anindya gugup.
Arsen menarik pergelangan tangan Anin hingga gadis itu jatuh tepat dipangkuan nya. Dapat ia rasakan bahwa tubuh Anin menegang, wajahnya tampak merah seperti tomat yang mana justru semakin menambah kecantikan gadis itu.
"Aku suka melihat wajahmu yang merah ini, Assa." Bisik Arsen semakin membuat tubuh Anindya tegang.
GANTI VISUAL ARSEN YA, KALAU MASIH NGGAK COCOK AKU GAK TAU LAGI MAU YANG MANA, KALIAN BAYANGKAN SENDIRI AJA😭
Like, komen dan vote 🥰
To be continued