Kisah Aghnia Azizah, putri seorang ustadz yang merasa tertekan dengan aturan abahnya. Ia memilih berpacaran secara backstreet.
Akibat pergaulannya, Aghnia hampir kehilangan kehormatannya, membuat ia menganggap semua lelaki itu bejat hingga bertemu dosen killer yang mengubah perspektif hatinya.
Sanggup kah ia menaklukkan hati dosen itu? Ikuti kisah Nia mempelajari jati diri dan meraih cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Halusinasi
Malam hari Aghnia mendapat banyak miscall dari Malik, gadis itu enggan menelfon balik dan memilih meletakkan ponselnya di meja samping kasur, lantas menyibukkan diri mengetik questionnaire yang akan ia gunakan untuk mengumpulkan data skripsinya.
Tanpa mengetuk, Monica tiba tiba masuk ke kamar Aghnia seraya menunjukkan ponselnya yang terhubung telfon dengan Malik.
"Malik" lirih Monica menyerahkan ponselnya pada Aghnia, namun ia menolaknya.
Aghnia menghela nafas panjang, membentuk tanda X dengan kedua tangannya, namun Monica tak mengerti arti dari kode itu.
"Bilang aja udah tidur" bisik Aghnia di telinga Monic.
Monica mengernyit bingung namun menuruti permintaan Aghnia. Setelah mengucapkan apa yang diminta Aghnia lalu Malik mematikan sambungan telfonnya. Monica menatap Aghnia meminta kejelasan.
Aghnia menghela nafas, cepat atau lambat kedua temannya pasti akan tau kejadian yang Ia alami. Gadis itu menceritakan garis besar kejadian saat di villa bersama Malik yang hampir menghilangkan keperawanannya, hingga dirinya kabur dan bertemu dengan preman. Ia juga menceritakan dosen killernya yang menyelamatkan dirinya dari preman dan mengantar Aghnia pulang.
"Tuhkan, bener firasatku" Risti tiba tiba muncul dari pintu kamar Aghnia yang memang terbuka, dengan menggendong ransel dan menenteng tas laptopnya.
Aghnia dan Monica menatap Risti. Sedikit kaget, temannya sudah pulang dari kampung.
"Risti" sahut Aghnia seraya tersenyum senang melihat kedatangannya.
Risti memandang Aghnia seraya menghela nafas lelah,
"Tapi kamu baik baik ajakan? Nggak ada yang lecetkan?" Cecar Risti dengan nada khawatir,
Risti masuk seraya meletakkan ransel dan tas laptopnya di kasur Aghnia, mendekat ke arah Aghnia yang sedang duduk di kasur, memeriksa wajah dan perut sahabatnya itu.
"Maafkan aku yang lalai" ringis Aghnia, ia tahu temannya itu mendapat amanah berat dari abahnya,
Karena kecerobohan dirinya, hampir saja ia kehilangan keperawanan dan bisa membuat temannya mendapat teguran kedua kalinya dari Abahnya.
Risti menghela nafas lega, tidak menemukan adanya lecet atau pun lebam di tubuh aghnia. Gadis itu menatap Aghnia, menggeleng heran dengan tingkah temannya.
"Tak ku sangka, kukira Malik berbeda dengan pria pada umumnya" ungkap Monica heran.
"Bukankah syaithon akan selalu mencari cara agar kita manusia selalu terjerumus? Apalagi kalian sengaja berduaan" Ujar Risti memandang kedua temannya.
"Lalu bagaimana dengan kelanjutan hubungan kalian?" Tanya Risti penasaran.
Aghnia menghela nafas panjang seraya menggeleng.
"Jadi kalian sudah putus?" Tanya Monica,
Aghnia mengangguk, ia tak mau mempertahankan hubungan dengan seseorang yang hanya memikirkan selangkangan, sekalipun pria itu memiliki suara indah saat murojaah.
"Kuharap kamu tak akan menceritakan hal ini pada Abah Ris" sahut Aghnia.
"Berterima kasih lah pada Tuhan karena telah menyelamatkankanmu dari orang yang kamu anggap berbeda" ujar Risti seraya menggendong ransel dan mengambil tas laptopnya di kasur Aghnia.
"Dan juga berhenti men-Tuhankan logika kecilmu itu!" Imbuh Risti seraya meninggalkan kamar Aghnia.
Aghnia dan Monica saling pandang, mereka mencerna ucapan Risti. Monica menepuk pundak Aghnia memberikan kekuatan kepada sahabatnya.
"Tak apa masih banyak lelaki yang lebih baik diluar sana" ucap Monica sembari tersenyum.
"Lebih baik aku fokus dengan skripsi agar segera lulus" ungkap Aghnia. Monica mengangguk setuju.
Setelah beberapa menit berbincang dengan Aghnia, Monica keluar dari kamar temannya. Ia menghampiri Risti yang duduk berkutat dengan laptopnya di ruang tengah.
"Maafkan aku" ungkap Monica, ia duduk di hadapan Risti.
Risti mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya, gadis itu tersenyum memandang Monica.
"Tak apa, trimakasih sudah menggantikan tugasku beberapa hari ini" ujar Risti.
"Apa kamu akan melaporkan hal ini pada Abah?" Tanya Monica, karena Risti tadi belum menjawab permintaan Aghnia.
Risti menggeleng, membuat Monica tersenyum lega.
Keesokan pagi, Aghnia mengantar Risti dan Monica ke kampus, sekalian ia akan ke perusahaan tempat ia menyebar questionnaire nya.
Aghnia menurunkan Risti dan Monica di depan gerbang kampus. Entah sebuah kebetulan atau memang sudah terencana, ia mendengus melihat Malik menghentikan motornya di depan mobil Aghnia. Ia memutar setirnya dan bersiap menginjak pedal gas, namun Malik lebih dulu berhasil mengetuk kaca mobil Aghnia, menghela nafas panjang, memilih turun dan menemui Malik. Karena dirinya juga penasaran alasan di balik tindakan Malik di villa.
"Bagaimana jika kita mengobrol di taman fakultas?" Ajak Malik.
"Disini saja, aku tak punya banyak waktu" tolak Aghnia, gadis itu bersender pada pintu mobilnya.
"Aghnia" Malik menjeda ucapannya, melihat wajah mantan kekasih yang ia rindukan "apa kabar?" Lanjut Malik.
Pria itu mencoba meraih tangan aghnia, namun gadis itu menghindarinya. Aghnia merapatkan bibirnya, tak berkeinginan menjawab basa basi Malik.
"Maafkan aku" ucap Malik. "Aku khilaf, aku pun tak tahu kenapa bisa melakukan hal sekeji itu" imbuh Malik.
"Tenang saja, aku sudah memaafkan mu" sahut Aghnia, tak dipungkiri dirinya masih menyimpan sedikit rasa pada Malik.
"Lalu, apakah kamu, kita bisa memperbaiki hubungan ini?" Tanya Malik dengan bahagia, lama tak bertemu Aghnia membuat pria itu canggung.
Aghnia menggeleng, gadis itu menghela nafas panjang seraya menatap Malik dengan ekspresi yang tak dapat diartikan.
Penolakan Aghnia memupus harapan Malik yang baru saja merasakan kebahagiaan. Pria itu memaksakan dirinya untuk tersenyum seraya mengangguk lalu undur diri.
Alfi yang akan menyebrang memasuki area kampus tak sengaja melihat adegan drama Aghnia dan seorang lelaki.
"Oh, sudah punya kekasih rupanya" gumam Alfi, menanti jalan raya sepi untuk menyeberang.
"Kenapa mereka berpisah?" Monolog Alfi, melihat Malik yang pergi meninggalkan Aghnia.
"Ada apa denganku? Kenapa aku harus memperdulikan gadis sinting itu" rutuk Alfi pada dirinya sendiri.
Setelah melihat jalan yang sepi, ia segera menginjak pedal gas, menyebrang lantas memarkirkan mobilnya.
Alfi berjalan menggendong ranselnya menuju ruang dosen. Setelah sampai, pria itu menyalakan laptop dan mulai berkutat dengan jurnal ilmiahnya. Entah telinganya yang bermasalah atau dirinya yang berhalusinasi, pria itu mendengar tawa Aghnia.
"Si sinting itu, bukannya hari ini dia sedang mengumpulkan data" gumam Alfi, pria itu mengecek ponselnya, tidak ada notifikasi dari Aghnia. Namun ia heran kenapa telinganya seakan mendengar tawa gadis gila itu.
Alfi mengibas ngibaskan tangannya di depan wajah berharap mampu menghalau halusinasinya.
"Apa nyamuknya banyak pak Alfi?" Tanya Soraya yang berada di depan bilik Alfi, dosen pengampu dasar-dasar manajemen yang telah menaruh perasaan pada Alfi sejak lama.
"Ehem, oh nggak Bu" sahut Alfi malu tingkahnya kepergok.
"Mau ke kantin bersama pak Alfi?" Tawar Soraya, ia merapikan mejanya.
"Maaf, masih banyak kerjaan yang harus diselesaikan" tolak Alfi secara halus.
Soraya tersenyum seraya berdiri,
"Atau mungkin ingin menitip sesuatu pak?" Tawar Soraya tanpa jera.
"Tidak Bu, terimakasih" ucap Alfi, membuat Soraya menyerah dan meninggalkan ruang dosen.
Pria itu menghela nafas lega, lantas kembali berkutat dengan laptopnya.
Kutunggu karyamu slanjutnya,ndak pake lama yaa thoorr🤩🤩🤸🤸