Perkumpulan lima sahabat yang awalnya mereka hanya seorang mahasiswa biasa dari kelas karyawan yang pada akhirnya terlibat dalam aksi bawah tanah, membentuk jaringan mahasiswa yang revolusioner, hingga aksi besar-besaran, dengan tujuan meruntuhkan rezim curang tersebut. Yang membuat mereka berlima menghadapi beragam kejadian berbahaya yang disebabkan oleh teror rezim curang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Upaya Menyatukan Kembali
Keretakan yang mulai terbentuk di antara Dito dan Yudi terus merembet ke seluruh kelompok. Meskipun mereka tetap bergerak sebagai satu tim, perasaan saling curiga dan ketegangan emosional semakin nyata. Situasi ini mulai memengaruhi cara mereka bekerja dan merencanakan aksi-aksi berikutnya. Haki dan Mayuji, yang selama ini berusaha menjaga kesatuan, mulai merasa sulit untuk menenangkan kedua pihak.
Upaya Pertama Memperbaiki Hubungan
Setelah beberapa hari yang penuh ketegangan, Haki dan Mayuji memutuskan bahwa mereka harus segera melakukan sesuatu sebelum situasi semakin buruk. Mereka berdua setuju bahwa solusi terbaik adalah membawa Dito dan Yudi untuk berbicara secara terbuka, membahas apa yang selama ini mereka simpan di dalam hati.
Malam itu, di apartemen yang terasa semakin sunyi dan tegang, Haki mengundang Dito dan Yudi untuk duduk bersama, sementara Luvi dan Mayuji berdiri di dekat mereka, memperhatikan situasi dengan seksama.
Haki memulai pembicaraan dengan nada yang tenang namun tegas. “Gue tau kita semua udah lewat banyak hal, dan sekarang kita menghadapi tekanan dari semua sisi. Tapi yang paling bahaya sekarang bukan cuma pemerintah atau Bayu. Yang paling bahaya adalah kalau kita nggak bisa saling percaya.”
Dito tetap diam, wajahnya tegang dan matanya tak lepas dari Yudi. Yudi, meskipun marah, mencoba menahan emosinya agar tidak semakin memperkeruh suasana.
Mayuji, yang selama ini menjadi suara rasional di kelompok, mencoba menjembatani percakapan. “Dito, gue tau lo punya kecurigaan, dan itu wajar dalam situasi kayak gini. Tapi kalau kita nggak ngatasin ini sekarang, mereka yang di luar sana bakal menang tanpa harus ngelakuin apa-apa.”
Dito akhirnya angkat bicara, meskipun dengan nada yang dingin. “Gue cuma mau tahu satu hal: kenapa setiap kali kita punya rencana, mereka selalu tahu? Setiap kali kita ada aksi, aparat selalu muncul lebih cepat. Lo mau bilang itu kebetulan?”
Yudi langsung bereaksi. “Lo masih nuduh gue lagi? Gue udah jelasin berkali-kali, Dit. Gue nggak ada hubungannya sama mereka. Kalau lo nggak percaya gue, lo bisa tanya siapa aja di sini.”
“Bukan soal percaya atau nggak percaya,” jawab Dito dengan nada frustrasi. “Ini soal fakta. Kita selalu kebobolan. Gue cuma mau tahu gimana itu bisa terjadi.”
Haki mengangkat tangan, mencoba menenangkan suasana sebelum semakin memanas. “Oke, kita fokus dulu. Ini bukan soal siapa yang salah sekarang. Kita coba cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau ada yang bocor, itu bisa dari mana aja. Mungkin bukan dari kita, tapi dari orang-orang di sekitar kita yang tanpa sengaja nyebarin info.”
Dito tidak segera menjawab, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa ia masih meragukan penjelasan itu.
Mencari Solusi
Melihat situasi yang masih tegang, Mayuji mencoba membawa pembicaraan ke arah yang lebih konstruktif. “Oke, gue punya ide. Kita bisa tes keamanan kita lagi. Kita coba jalanin satu aksi dengan informasi terbatas, yang cuma kita di ruangan ini yang tahu. Kalau masih ada yang bocor, berarti kita tahu masalahnya lebih besar dari sekadar kecurigaan di antara kita.”
Semua orang terdiam, memikirkan usulan itu. Meskipun mereka tahu bahwa masalah ini lebih rumit dari sekadar kebocoran informasi, ide Mayuji setidaknya bisa menjadi langkah pertama untuk memulihkan kepercayaan di antara mereka.
Yudi akhirnya mengangguk. “Gue setuju. Kalau itu yang bisa bikin lo percaya lagi, gue nggak masalah.”
Dito menatap Yudi, lalu akhirnya mengangguk perlahan. “Oke. Kita coba cara itu. Tapi gue tetap waspada.”
Haki merasa sedikit lega meskipun tahu bahwa ini bukan solusi jangka panjang. Tapi setidaknya, untuk sementara waktu, mereka bisa kembali fokus pada tujuan yang lebih besar—melawan Bayu dan sistem pemerintah yang menekan mereka.
Bayu Mulai Melancarkan Serangan Lanjutan
Sementara Haki dan kelompoknya berusaha memperbaiki hubungan di antara mereka, Bayu tidak berhenti bergerak. Setelah memecah belah mereka secara mental, ia kini beralih ke taktik yang lebih langsung dan brutal. Melalui koneksinya di aparat, ia mulai mengawasi setiap langkah kelompok itu dengan lebih ketat. Tidak hanya melalui intelijen, tetapi juga secara fisik.
Suatu malam, saat Haki sedang berjalan pulang sendirian dari kampus, dia menyadari bahwa ada seseorang yang mengikutinya. Awalnya, Haki berusaha mengabaikan perasaannya, berpikir bahwa itu hanya imajinasinya. Namun, semakin lama, langkah-langkah yang ia dengar dari belakang semakin dekat.
Ketika ia berbelok ke gang kecil di dekat apartemennya, seorang pria bertubuh besar muncul dari bayang-bayang, menghadangnya dengan senyum sinis di wajahnya.
“Haki, kan?” pria itu bertanya dengan nada mengejek.
Haki menegang, tapi ia berusaha tetap tenang. “Lo siapa?”
Pria itu mendekat, menunjukkan bahwa dia tidak sekadar ingin berbicara. “Gue dikirim buat kasih lo pesan. Bos gue nggak suka sama apa yang lo lakuin. Lo dan temen-temen lo udah bikin masalah yang terlalu besar. Jadi, lebih baik lo berhenti sekarang, atau semuanya bakal jadi lebih buruk buat lo.”
Haki tahu siapa yang dimaksud dengan “bos” ini—Bayu. Ancaman itu semakin nyata, dan kini bukan hanya sekadar tekanan mental atau politik, tetapi juga ancaman fisik yang serius.
“Gue nggak bakal berhenti,” jawab Haki dengan tegas. “Lo bisa kasih tahu bos lo, kita nggak akan mundur.”
Pria itu tertawa kecil. “Kita lihat aja, siapa yang akan berhenti duluan.”
Setelah pria itu pergi, Haki kembali ke apartemen dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa mereka berada di titik kritis sekarang—di mana ancaman bukan lagi hanya sekadar peringatan, tapi sesuatu yang lebih nyata dan berbahaya. Mereka harus bergerak lebih hati-hati, tapi juga tidak bisa mundur.
Persatuan Kembali Terbangun
Setelah kejadian itu, Haki menceritakan apa yang terjadi kepada teman-temannya. Mereka semua menyadari bahwa ancaman dari Bayu tidak bisa dianggap remeh lagi. Ini bukan hanya soal strategi atau kebocoran informasi, tetapi soal keselamatan mereka masing-masing.
Namun, kejadian itu juga menjadi titik balik bagi kelompok ini. Dito, yang selama ini penuh kecurigaan, mulai menyadari bahwa masalah ini lebih besar dari sekadar rasa curiga terhadap Yudi atau yang lainnya. Ancaman yang mereka hadapi jauh lebih serius dan nyata.
“Kita harus berhenti saling curiga,” kata Haki dengan nada serius. “Kalau kita terus kayak gini, Bayu bakal menang. Kita harus solid lagi, atau semuanya bakal runtuh.”
Dito, yang duduk di pojok ruangan, mengangguk pelan. “Lo bener. Gue terlalu kebawa emosi. Gue cuma takut kita gagal, tapi gue ngerti sekarang kalau kita nggak bisa jalan sendiri-sendiri.”
Yudi, meski masih ada sedikit kekecewaan di wajahnya, menatap Dito dengan lebih tenang. “Kita semua takut, Dit. Tapi lo bisa percaya sama kita. Kita di sini buat tujuan yang sama.”
Dengan tekad baru, mereka semua setuju untuk memperkuat kepercayaan di antara mereka dan melanjutkan perjuangan dengan lebih hati-hati dan terorganisir. Mereka tahu bahwa Bayu dan jaringannya semakin agresif, tetapi dengan persatuan yang lebih kuat, mereka yakin bisa melawan kembali.