Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Bingung
"Calvin, tunggu!" Melihat hal itu Putri tampak kesal ingin mengejar Calvin. Namun, Lara menahan tangannya tiba-tiba.
"Nona Putri, kamu ini siapa? Berani sekali ikut campur urusan keluarga kami,"ucap Lara dengan sorot mata tajam.
Putri membeku di tempat, lantas melirik ke arah Marisa, meminta pertolongan.
Sementara itu, di lain sisi. Tepatnya di luar mansion, Juwita semakin mempercepat langkah kaki dan menerobos kumpulan manusia di sekitar. Rasanya sangat sakit ketika direndahkan di depan orang.
Apa salahnya terlahir dari keluarga yang tidak kaya? Bukankah istirahat terakhir semua orang sama saja. Ditambah lagi, pria yang dia cintai sama sekali tidak membelanya tadi. Bukan hanya itu secara terang-terangan Calvin tidak memujinya sedikit pun.
Kini, dada Juwita terasa sangat sesak. Kala menyadari jarak yang terbentang di antaranya dan Calvin terlalu jauh.
"Juwita, berhenti!" seru Calvin dari belakang, membuat pupil mata Juwita melebar seketika.
"Calvin." Juwita pun sontak menghentikan langkah kaki kemudian membalikkan badan. Melihat Calvin berlari kencang ke arahnya sekarang.
"Mau ke mana kamu?" Calvin bertanya sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.
"Tentu saja aku mau pulang, Mamamu mengusirku tadi, jadi untuk apa aku ada di sini, aku tidak mau dengan kehadiranku membuat pesta Nenek jadi berantakan," balas Juwita.
Semula Juwita ingin sekali mengikuti pesta Lara. Akan tetapi, setelah melihat respons keluarga Calvin tadi. Pikiran Juwita seketika berubah. Pesta gemerlap seperti itu bukanlah tempatnya.
Calvin terdiam selama beberapa detik lalu berkata,"Baiklah, ayo aku antar pulang."
"Tidak usah Calvin, aku bisa pulang sendiri pakai taksi." Juwita sedikit senang dengan tawaran Calvin. Namun, dia tak mau Calvin sampai tahu alamat rumahnya nanti, yang bisa saja membuat keberadaan Chester akan diketahui Calvin.
"Ck, jangan keras kepala! Ayo aku antar pulang! Kamu tahu sendiri, taksi tidak bisa masuk ke kediaman Nenekku. Aku juga tidak mau dimarahi Nenek nanti karena telah menelantarkanmu!" Calvin reflek menyambar pergelangan tangan Juwita.
Juwita tak sempat membantah, terlebih sentuhan di tangannya membuat kupu-kupu beterbangan di dadanya sekarang. Hanya disentuh saja membuat hatinya bergetar hebat.
Juwita tampak pasrah, membiarkan Calvin memegang tangannya, meskipun hanya sebentar saja.
Tak berselang lama, sampailah Juwita di mobil dan kini dituntun Calvin masuk ke dalam.
"Kalau kamu diam seperti ini, kamu tidak menyebalkan Juwita," kata Calvin kemudian memasangkan Juwita seatbelt.
Juwita tak membalas, tengah membeku, kala wajah Calvin dapat dilihat dengan jarak yang sangat dekat sekarang. Jantungnya lantas bereaksi dan mulai berdetak kembali seperti gendang ditabuh dengan cepat.
Sementara Calvin menaikkan alis mata sedikit dengan reaksi Juwita.
"Terima kas–ih Calvin." Setelah selesai memasang sabuk pengaman, Juwita langsung berkata. Dia sedikit gugup sebab Calvin belum juga menegakkan tubuh, masih sibuk memperhatikan seatbelt.
"Hmm." Detik selanjutnya, Calvin menegakkan tubuh kemudian masuk juga ke dalam kendaraan roda empat tersebut.
Juwita diam-diam memperhatikan pergerakkan Calvin, di mana lelaki itu tengah menyalakan kendaraan sekarang.
"Di mana alamatmu?" Setelah selesai menyalakan mobil, Calvin mulai mengemudikan mobilnya.
Sekali lagi, Juwita tak langsung menjawab, tengah memutar otak, mencari alamat yang tidak terlalu jauh dari alamat aslinya.
"Nanti akan kuberitahu, jalan saja dulu." Juwita masih belum bisa memutuskan di mana akan berhenti.
Calvin pun mengangguk. Kendaraan roda empat merk rolls royce itu melesat pelan meninggalkan kediaman Lara.
Di sepanjang jalan, hanya kesunyian yang tercipta di dalam. Juwita tak berani membuka suara, terdiam sambil sesekali melirik Calvin. Di mana Calvin tengah fokus mengendarai kendaraan. Meski dari samping, ketampanan Calvin masih tetap terpancar dengan sempurna. Juwita terpana dengan suaminya itu.
"Kamu tidak memberitahu Nenek, dia pasti mengkhawatirkanmu?" kata Calvin seketika, tanpa menoleh ke arah lawan bicara.
Juwita gelagapan, cepat-cepat berkata,"Aa benar juga, aku hampir lupa."
Juwita lantas membuka tas mungil yang dia pangku di atas sejak tadi kemudian mengambil ponsel dan mengetik pesan kepada Lara.
Calvin diam-diam melirik ke samping dan memperhatikan apa saja yang dilakukan Juwita. Perhatiannya teralihkan dengan sebuah tas mungil berwarna hitam yang sudah usang dan tidak layak dipakai, menurutnya.
"Apa uang yang aku kirim tidak cukup? Sampai-sampai kamu tidak mengganti tas jelekmu itu."
Ucapan Calvin menggundang garis kerutan di dahi Juwita. Wanita berwajah tirus itu lantas menoleh sambil meletakkan ponsel ke tempat semula.
"Uang? Memangnya kamu pernah mengirimkan aku uang?" ungkap Juwita apa adanya sebab selama ini, Juwita tidak pernah mendapatkan kiriman dari Calvin.
Kali ini, kerutan tajam tergambar jelas di kening Calvin.
"Iya, selama kuliah, aku setiap bulan mengirim uang untukmu, walaupun tidak ada cinta di antara kita, aku tahu tanggungjawabku sebagai seorang suami, kamu juga tidak pernah membalas pesanku," terang Calvin, lalu menyeringai tipis. Kala mengingat pernah berulang kali mengirimkan pesan kepada Juwita, menanyakan kabar. Tapi tak pernah dibalas.
Sejak saat itu, Calvin tidak pernah lagi mengirim pesan kepada Juwita, merasa diabaikan dan diacuhkan.
"Calvin, aku tidak pernah mendapat uang kiriman darimu, bahkan pesanmu tidak pernah masuk."
Mendengar jawaban, Calvin lantas terdiam. Juwita pun juga. Pasangan suami istri itu saling lempar pandang sejenak.
'Aneh sekali, Calvin pun juga tidak bisa menghubungi aku.' batin Juwita lalu memandang lagi ke samping, di mana Calvin mengalihkan pandangan ke depan kembali.
Kesunyian kembali menerpa. Selama tiga puluh menit di dalam mobil, Juwita dan Calvin saling bungkam. Keduanya tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Sampai pada akhirnya Juwita telah memutuskan akan berhenti di mana.
"Turunkan aku di sini, rumahku sudah dekat," ujar Juwita seketika.
Calvin perlahan menghentikan kendaraan dan secara bersamaan ponsel di saku celananya bergetar. Dengan cepat Calvin mengambil benda pipih tersebut. Ternyata Lara yang menelepon.
"Ada apa?" sapa Calvin terlebih dahulu.
"Apa Juwita sudah sampai di rumahnya?" Lara bertanya di ujung sana.
Calvin melirik sekilas Juwita. "Sebentar lagi sampai, ada apa?"
Juwita mengira yang menelepon Calvin adalah Putri. Dia tak mau mendengar obrolan suaminya dan kekasihnya itu. Juwita hendak membuka seatbelt tetapi ternyata lumayan susah dibuka.
"Aku keluar ya, terima kasih." Juwita terlihat panik, lantas menoleh lagi ke samping, di mana Calvin sibuk berbincang di telepon.
Juwita memandang lagi ke bawah, berusaha melepaskan sabuk pengaman, yang sialnya sangat sulit dibuka. Juwita tampak gelisah.
'Argh, susah sekali sih seatbeltnya! Apa aku terlalu kampungan!' jerit Juwita sambil mengotak-atik seatbelt.
Tanpa diketahui Juwita, sejak tadi Calvin memperhatikan gerak-gerik Juwita. Sambil berbincang dengan Lara, dia pun perlahan membuka pintu hendak membantu Juwita.
Begitu sampai dipintu kiri, Calvin membuka mobil kemudian merendahkan tubuh, dan secara bersamaan pula Juwita berhasil membuka seatbelt.
Juwita hendak bergerak. Namun, munculnya Calvin di depan matanya membuat Juwita terkejut. Tidak hanya itu pangkal hidungnya dan Calvin saling bersentuhan sekarang.
"Calvin ...."
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?