Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan
Langit memarkirkan mobilnya begitu sampai tempat tujuannya, Angkasa menunggu Langit di depan pintu utama rumah sakit dengan wajah gusarnya.
"Syukurlah, Abang udah sampe." Ucap Angkasa begitu Langit sudah berdiri di hadapannya.
"Kenapa bisa terjadi? Galaxy siapa yang jaga?" Tanya Langit dengan kening mengkerut.
"Ya bisalah Bang kalo udah takdir mah, tadi si Gala berantem sama kelas sebelah. Tadi ada pertandingan bola basket, Gala menang tapi lawannya gak terima kalau dirinya kalah, eh gak taunya pas kita balik tuh orang malah nyenggol motor Gala sampe oleng ya akhirnya jatuh ke got." Jelas Angkasa.
Mendengar kata got, Langit meringis membayangkan bagaimana baunya.
"Pas masuk ke got, kamu foto gak?" Tanya Langit.
"Ada kok." Jawab Angkasa sambil berjalan memimpin Langit menuju ruangan Galaxy.
Angkasa memperlihatkan bagaimana rupa Galaxy yang sudah sebagian menghitam karena masuk ke got, dia juga mendapatkan foto itu dari temannya yang lain. Langit meminta Angkasa untuk mengirimkannya padanya, dia akan memperlihatkan foto tersebut pada Aiman dan menjelaskan kronologinya sedetail mungkin, si kembar tidak mungkin berani bilang karena baik Aiman ataupun Laras pasti marah kalau tahu Galaxy berantem.
Tiba di ruangan Galaxy, Langit melihat seorang pemuda sedang menemani adiknya yang sedang terbaring dengan selang infus menancap di tangannya. Melihat kedatangan kakaknya, Galaxy langsung menangis layaknya seorang anak kecil yang takut di omeli ibunya kala melakukan kesalahan.
"Abang, huhu..." Rengek Galaxy.
"Isshhh, geli banget najis!" Ucap Arzan Ravindra, anak dari Nando dan Zoya selaku teman dari Aiman dan Laras.
Arzan dan Si kembar satu sekolah yang sama, sebentar lagi mereka lulus dan melanjutkan pendidikannya menuju jenjang yang lebih tinggi lagi.
Tak memperdulikan ucapan arzan, Galaxy justru merentangkan tangannya pada Langit dengan wajah memelasnya. Langit memeluk Galaxy dan mengusap kepalanya dengan lembut, sifat Galaxy memang tidak bisa ditebak, dia bisa emosional dan juga bisa berubah manja/clingy. Itu berlaku hanya pada kakak kesayangannya saja, tidak pada orangtua ataupun anggota keluarga yang lain.
Akhirnya Langit pun memutuskan untuk menemani Galaxy di rumah sakit, dia mengabari Aiman dan juga Laras dengan pelan agar mereka tidak salah paham dan menghakimi Galaxy.
"Abang, Papa sama Ibu bakalan marah gak ya?" Tanya Galaxy dengan pelan.
"Selama kamu dalam hal yang benar, aku rasa mereka pasti gak masalah dan Abang pun bakalan bantu dan dukung kamu. Tapi, kalau semisal kamu dalam hal yang salah, Abang sih angkat tangan, monggo di tanggung sendiri konsekuensinya." Ucap langit dengan enteng.
******
Keesokan Harinya.
Hari yang paling memuakkan sudah tiba, Kejora merias dirinya sendiri menggunakan alat make up seadanya. Dia melangkahkan kakinya keluar bergabung dengan semua anggota keluarga yang lain, mempelai pria sudah datang di kediaman mempelai wanita dan itu semakin membuat Kejora sesak nafas, tetapi sekuat tenaga dia menahannya.
Kejora menatap bagaimana senyum manis itu berada diatas kepahitan dirinya, Kavindra begitu gagah dengan balutan jas yang di pakainya di apit oleh kedua orangtuanya.
'Kuat Kejora, jangan menangis sekarang! Ini terakhir kalinya loe sengsara, setelahnya bahagia akan datang.' Batin kejora.
Hendra mengeluarkan air mata harunya, begitu pun dengan Eva yang terus menyeka air mata menggunakan tisunya agar tidak membuat riasannya berantakan.
Seharusnya Kejora lah yang berbahagia sekarang, semua dekor, catering, MUA, souvenir dan sebagainya dia persiapkan menggunakan hasil jerih payahnya sendiri karena baik orangtuanya ataupun Kakaknya tidak ada yang mensupport atau pun ikut membantu Kejora. Semua tabungannya berhasil di kurasnya, kini Syifa lah yang menikmatinya tanpa rasa malu sedikit pun.
"Sudah, jangan cengeng. Makanya jadi anak itu harus bisa banggain orangtua, lihatlah kakakmu yang cerdas sampai pacar yang kamu banggain sampai nilai sekolah aja jelek lebih milih Syifa." Ucap Hendra menatap kearah Kejora.
"Setidaknya aku tidak pernah merepotkan orang lain, apalagi mencuri milik orang lain. Jika dia cerdas, tidak mungkin memilih jalan bodoh bukan? Heh, aku sedih bukan karena anak anda yang sekarang tengah menikah, aku hanya sedih karena diriku harus berada diantara iblis." Ucap Kejora tanpa rasa takut, dia tidak akan tinggal diam karena inilah kesempatannya untuk melawan.
Benar saja, Hendra hanya bisa mengepalkan tangannya dengan mata menajam menyorot kearah Kejora. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Hendra karena hari ini adalah hari bahagia putri kesayangannya, para tamu dari kalangan pebisnis pun banyak yang hadir. Kejora menyunggingkan senyumnya menyembunyikan perih di hatinya, ada rasa puas tersendiri melihat Ayahnya yang tak bisa melakukan apapun.
Kini Syifa dan Kavindra duduk di kurai dimana ijab kabul di lakukan, mata Kavindra tak sengaja bertemu dengan mata teduh Kejora, ada kilatan kecewa di mata wanita yang sudah menemaninya selama beberapa tahun lamanya. Hanya ada kata maaf yang mampu terucap di dalam hatinya, tetapi Kejora hanya menatapnya dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
Dikhinati, nangis-nangis? Minta prianya kembali? Atau memohon pada kakaknya untuk membatalkan pernikahannya? Mungkin sebelumnya Kejora berpikir demikian, akan tetapi setelah di pikirkan dengan matang dan dengan kepala yang waras. Kejora tak melakukan hal itu, dia tak mau mengemis pada pengkhianat yang mana akhirnya hanya akan menjatuhkan harga dirinya saja.
Kavindra tetap memandangi wajah Kejora, diam-diam Kejora memperlihatkan sebuah foto tanpa ada yang menatap curiga padanya. Kavi membulatkan matanya, tubuhnya menegang saat melihat apa yang dilakukan oleh Kejora, tetapi penghulu memanggil namanya agar ia fokus mengucapkan ijab kabul yang memang seharusnya di lakukannya.
"Aku tahu kau pasti ketakutan, Kavi." Gumam Kejora pelan nyaris tak terdengar.
Kartu As Kavi ada di tangan Kejora, hanya Kejora yang mengetahui apa yang sudah Kavi rahasiakan dari semua orang.
Anak bungsu Hendra tidak ikut hadir di acar pernikahan Syifa, dia saat ini sedang di rawat di rumah sakit karena kondisinya yang semakin drop karena tak kunjung mendapatkan pendonor.
Hendra memberikan isyarat kepada salah seorang yang berada di sudut ruangan, orang itu pun paham akan isyarat yang berisikan perintah dari Hendra.
Tiba-tiba saja lampu langsung padam, ruangan pun jadi gelap gulita. Kejora yang masih berdiri dalam posisi yang sama pun mengedarkan pandangannya dalam kegelapan, seseorang membekap mulutnya dan menahan pergerakan tangannya sampai akhirnya tak sadarkan diri.
Kejora di seret keluar dari acara, dia di bawa menuju mobil yang berada di belakang rumah. Semuanya sudah di rencanakan oleh Hendra, begitu Kejora keluar lampu pun kembali terang.
Raja dan Meta baru saja sampai di kediaman Wilyatama, mereka mencari keberadaan Kejora sampai berjalan menuju kamarnya secara diam-diam, akan tetapi mereka tak mendapati Kejora.