Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Liburan
Waktu liburan kedua anak Mahreeen akhirnya tiba, dan selama seminggu ini mereka benar benar tinggal di apartemen Manaf yang dikenal sangat rahasia. Apartemen itu begitu eksklusif, bahkan tidak ada seorang pun yang bisa masuk kecuali Olaf, asisten pribadi Manaf. Olaf sangat paham semua yang terjadi di kehidupan bosnya, termasuk saat dia mengetahui bahwa kedua anak Mahreeen kini tinggal bersama Manaf.
Satu minggu mereka habiskan benar benar memberikan waktu pengenalan mereka terhadap Manaf.
"Om, suka pulang malam ya," ucap Chana penasaran.
"Maafkan, Om. Semalam Om ada meeting di luar dengan rekan bisnis dan tidak bisa menemani kalian disini." ucap Manaf.
"Lain kali kabari kami, Om supaya Chana bisa tidur," ocehnya.
Ya ampun lucunya, wajahnya sangat gemas sekali, batin Manaf.
Bukan marah atau kesal karena teguran halus oleh Chana, malah terpikat oleh keluguannya itu.
"Ok, Cantik. Maafkan Om, Janji tidak akan mengulanginya lagi. Om tebus hati ini free dan kita akan jalan jalan keluar sesuka kalian kemanapun pasti Om temani," ucapnya dengan senyuman.
Benar benar sangat hangat Manaf dengan kedua anak Mahreeen, bahkan seperti miliki anak kandung saja.
"Yeyyy, asyik," teriak sorak Chana.
Rasya tersenyum dan senang melihat Manaf yang jauh berbeda dengan Bapaknya, terlebih sejauh ini Manaf masih bersikap sama dengan mereka. Humble, tanggung jawab, baik dan penyayang.
"Ya sudah, kalian bersiap sana," pinta Manaf.
Tok!
Tok!
Apartemennya ada yang mengetuk dan di lihat dari dalam ternyata Olaf.
"Sudah kamu siapkan kejutan kecil buat mereka disana?" tanya Manaf.
"Sudah, Tuan. Sudah beres." jawab Olaf.
"Ayo, Om!" ajak Chana yang terlihat rapi dan semangat disusul Rasya dibelakangnya. Sangat cool dan tegas wajah Rasya seperti Manaf kecil sikapnya itu.
"Kemari!" pinta Manaf dan ketiganya keluar dan Olaf di belakang mereka.
Tiba dilokasi wahana bermain indoor yang berada di salah satu mall terbesar.
"Wah!!!! Besar dan banyak sekali permainannya, Om," kagum Chana.
"Jelas, Chana. Ayo kita bermain, pilih mau main apa dulu," ajak Manaf.
Tunjuk Chana salah satu perahu dayung. Dan Manaf menemaninya, begitupun dengan Rasya. Olaf yang tentu saja menjaga diarea sana.
Setelah setengah hari mereka bermain.
"Kok sepi ya Om," tanya Chana yang baru sadar hanya ada mereka saja pengunjungnya.
"Iya, males kali masuk sini. Takut di rebut Chana," terkekeh Manaf.
Tidak mungkin kan, Om Manaf yang menyewa semuanya ini? Batin Rasya.
Akhirnya mereka puas dan pulang ke apartemen dengan bahagia dan senang.
***
Suatu sore, Olaf datang ke apartemen, membawa barang barang yang dibutuhkan anak anak Mahreeen. Manaf yang sedang duduk di ruang tamu menyambut Olaf.
"Tuan, saya sudah menyiapkan semua kebutuhan Chana dan Rasya seperti yang Anda minta. Semoga mereka merasa nyaman selama tinggal di sana."
"Terima kasih, Olaf. Aku benar benar menghargai semua bantuanmu. Anak anak Mahreeen sudah mulai beradaptasi dengan baik. Mereka terlihat senang." jelas Manaf.
"Itu berita baik, Tuan. Saya perhatikan, Anda semakin dekat dengan mereka. Ini langkah besar untuk keluarga Anda." ucap Olaf senang.
Manaf tersenyum.
"Ya, aku ingin mereka merasa diterima, bukan hanya sebagai tanggung jawab, tapi sebagai bagian dari hidupku juga." ucap Manaf.
Olaf mengangguk paham.
"Bagaimana dengan minggu depan? Anda berencana membawa mereka bertemu dengan Hanin di rumah sakit, kan?" tanya Olaf.
"Iya, mereka sangat bersemangat. Aku sudah memberi tahu mereka, dan mereka tidak sabar untuk bertemu adik mereka. Aku senang bisa memberikan mereka kesempatan untuk berkumpul lagi." jelas Manaf.
"Itu pasti akan menjadi momen yang sangat emosional, Tuan. Anak anak Nona Mahreeen tampak sangat mencintai Hanin. Saya yakin pertemuan ini akan mempererat ikatan di antara mereka." ucap Olaf.
Manaf tersenyum hangat.
"Aku harap begitu. Mereka layak merasakan kebahagiaan itu, terutama setelah semua yang mereka lalui." jelas Manaf.
***
Beberapa hari berlalu, dan akhirnya hari yang ditunggu tiba. Manaf membawa kedua anak Mahreeen, Chana dan Rasya, ke rumah sakit tempat Hanin dirawat. Saat mereka tiba di kamar rumah sakit, Mahreeen yang sudah menunggu di sana langsung berdiri dan menangis haru melihat kedua anaknya.
"Anak-anakku... kalian akhirnya datang..." ucap Mahreeen dengan memeluk kedua anaknya.
Kedua anaknya segera berlari ke pelukan Mahreeen.
"Ibu, kami sangat rindu padamu." ucap Chana.
Mahreeen memeluk kedua anaknya erat erat, air matanya tidak terbendung lagi.
"Ibu juga sangat rindu pada kalian. Terima kasih sudah datang. Hanin pasti senang melihat kalian." ucap Mahreeen.
Hanin yang terbaring di ranjang juga ikut tersenyum lebar saat melihat kedua kakaknya mendekat.
"Kak Chana... Kak Rasya, kalian di sini!" terkejut Hanin yang baru terbangun.
Kakaknya menunduk dan mencium kening Hanin.
"Kami di sini, adik. Kamu harus kuat, ya. Kami akan selalu mendukungmu." ucap Rasya.
Mereka bertiga saling berbicara, berbagi cerita tentang masa masa mereka di asrama dan bagaimana Hanin semakin kuat dengan terapi yang dijalaninya. Manaf dan Mahreeen duduk di sofa di sisi ruangan, menyaksikan momen indah itu.
"Mereka terlihat sangat bahagia." ucap Manaf dengan lembut.
"Iya, terima kasih, Manaf. Aku tidak tahu bagaimana caranya membalas semua ini. Kamu sudah melakukan begitu banyak untuk kami." ucap Mahreeen dengan menyeka air matanya tapi ditahan tangannya oleh Manaf, karena dialah yang menghapuskan air matanya.
Manaf tersenyum dan mendekat sedikit ke arah Mahreeen. "Kamu tidak perlu membalas apapun, Mahreeen. Melihat mereka bahagia sudah cukup bagiku." ucapnya.
Tanpa sadar, Mahreeen mendekat lebih dekat lagi ke Manaf, menikmati momen tenang itu bersama. Manaf tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan lembut, dia menarik Mahreeen hingga bisa memeluknya dari samping. Mahreeen terkejut, namun tidak menolak. Pelukan Manaf memberinya rasa aman yang sudah lama tidak dirasakannya.
"Aku akan selalu ada di sini untukmu, Mahreeen. Jangan pernah meragukanku." ucap Manaf berbisik.
Mahreeen menunduk, hatinya berdebar mendengar kata kata romantis itu, namun dia tidak bisa menyangkal bahwa ada perasaan hangat yang menjalar di dalam dirinya. Sambil tetap membiarkan dirinya dalam pelukan Manaf, dia menjawab pelan, "Aku tidak tahu harus berkata apa, Manaf. Tapi… terima kasih."
Kedua anaknya masih asyik berbincang dengan Hanin, dan Manaf serta Mahreeen menikmati momen hangat itu.
"Kita akan menjadi satu keluarga, sebentar lagi," bisiknya lagi.
Deg!
"Jangan tegang begitu tubuhmu, Mahreeen. Kita tidak muda lagi. Jangan mencoba memancingku, Mahreeen. Aku takut khilaf, kamu sangat menggoda bagiku," lirihnya di telinga Mahreeen.
Bukannya melemas tubuh Mahreeen, tetali semakin meremang. Kata kata Manaf membuatnya salah fokus. Bahkan pelukan Manaf tidak kunjung di lepaskannya.
Aduh, aku kok kaget, batin Mahreeen.
...****************...
Hi semuanya, bantu supaya bisa lolos di bab 20 besok.
Terima kasih.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.