Wang Lu adalah juara satu perekrutan Paviliun Longtian, mengalami kerusakan pondasi internal dan berakhir sebagai murid tak berguna.
Tak ada yang mau jadi gurunya kecuali… Wang Wu.
Cantik!
Tapi tak bisa diandalkan.
“Bagaimanapun muridku lumayan tampan, sungguh disayangkan kalau sampai jatuh ke tangan gadis lain!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙒𝙪
“Pak Tua! Tolonglah! Aku tak mau jadi muridnya!” ~𝙒𝙖𝙣𝙜 𝙇𝙪
“Tak mau jadi muridnya, lalu siapa yang mau jadi gurumu?”~
Murid tak berguna, guru tak kompeten… mungkinkah hanya akan berakhir sebagai lelucon sekte?
Ikuti kisahnya hanya di: 𝗡𝗼𝘃𝗲𝗹𝘁𝗼𝗼𝗻/𝗠𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁𝗼𝗼𝗻
______________________________________________
CAUTION: KARYA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN PRIBADI AUTHOR. BUKAN HASIL TERJEMAHAN, APALAGI HASIL PLAGIAT. HARAP BIJAK DALAM BERKOMENTAR!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
“Zhè shì…” Yu Fengmu membeku di pematang, beberapa langkah dari tempat Wang Lu berjongkok.
Bocah tengik itu sedang menekan-nekan segerumbul tanah di sekeliling bibit tanaman yang baru ditancapkannya.
Mata Yu Fengmu tertuju pada kobra putih di bahu Wang Lu.
“Dia ayah angkatku, Mófǎng!” Wang Lu memperkenalkan ularnya.
Yu Fengmu mengulum senyumannya, kemudian membungkuk ke arah ular itu memberikan salam soja, “Tuan Mófǎng! Ni hao,” sapanya. “Perkenalkan aku Yu Fengmu!”
Tentu saja ia hanya bercanda karena mengira Wang Lu juga sedang bercanda. Ia hanya berusaha mengimbangi selera humor Wang Lu.
Wang Lu dan gurunya memiliki banyak kemiripan, terutama soal selera humor. Bercanda dan serius tak bisa dibedakan!
Sementara itu, di pondok gurunya…
Penatua Keenam, seorang wanita seusia Wang Wu, tertegun di pintu masuk ke pekarangan dengan mata dan mulut membulat.
Wang Wu muncul di belakangnya tak lama kemudian. Reaksinya juga sama terkejutnya dengan Penatua Keenam.
Pekarangan pondok Wang Wu tak lagi gersang seperti beberapa bulan terakhir, seakan seseorang baru saja menyulapnya dan memulihkan keadaannya seperti sedia kala. Semua tanaman hias yang pernah hilang telah kembali lagi ke tempatnya masing-masing. Beberapa bahkan bertambah.
“Wuaaah!” gumam keduanya dengan takjub.
“Dewa kekayaan mana yang begitu ceroboh memberikan berkah pada wanita boros ini?” seloroh Penatua Keenam.
Wang Wu mendelik ke arahnya.
Wanita itu tak memedulikannya, ia melangkah ke dalam dengan ekspresi penasaran dan bersemangat seorang anak kecil. Wang Wu mengikutinya, dan keduanya menerobos ke dalam pondok dengan terperangah.
“Bunga-bunga cantikku!” seru Wang Wu sambil melanting ke arah barisan bunga-bunga langka yang menjadi penghias ruangan. Kemudian menoleh ke arah meja dan menemukan kotak kayu persegi panjang. Ia membuka kotak itu dan terbelalak. “Seruling Bulan Merahku?!” pekiknya hampir tak percaya. “Siapa yang begitu baik hati mengembalikan barang-barangku?”
Penatua Keenam meneliti sekitar dengan terpukau, kemudian melayangkan pandang keluar jendela dan mendapati Wang Lu sedang membungkuk di ladang obat gurunya. “Rasanya aku tahu,” gumamnya sembari tersenyum simpul.
Wang Wu mengikuti arah pandangnya dan terbelalak. “Anak Muda yang di sana!” teriaknya sembari berkacak pinggang. “Apa yang kau lakukan di ladangku?”
Detik berikutnya, Wang Wu sudah melesat dari jendela dan melayang ke arah ladang, diikuti Penatua Keenam di belakangnya.
Wang Lu melompat berdiri dan menyambar pergelangan tangan Yu Fengmu cepat-cepat, kemudian membawanya melesat pergi dan menghilang.
Tidak ada waktu untuk meladeni gurunya.
Ada tantangan yang harus dipenuhi!
Bersamaan dengan itu, Wang Wu dan Penatua Keenam mendarat di pematang ladang dan terpukau oleh pemandangan di sekeliling mereka. Banyak jenis herbal langka dan bibit pohon spiritual yang baru ditanam.
“Sebenarnya dia habis merampok dari mana?” gumam Wang Wu tak habis pikir.
Beberapa saat kemudian, arena pertarungan di pekarangan timur perguruan bergemuruh dipadati banyak orang. Itu adalah panggung yang dirancang khusus untuk pertarungan hidup dan mati.
Naik ke panggung itu, nyawa sudah tidak terjamin lagi.
Wang Lu sudah berdiri di atas panggung hidup dan mati itu, bersedekap dengan raut wajah bosan.
Jing Fan belum kelihatan batang hidungnya. Kemungkinan sedang sibuk memilih pakaian terbaik untuk upacara pemakamannya.
Dari tengah kerumunan, Wang Yu mengawasi Wang Lu dengan seringai licik menghiasi wajah.
“Bukankah dia si Bocah Tengik?” gumam beberapa orang.
“Siapa dia?” tanya yang lainnya.
“Juara satu angkatan ini!”
“Murid Pewaris Penatua Kelima?”
“Shi-ya! Selama ini Penatua Kelima tak pernah mengizinkannya keluar. Tak disangka, baru keluar sudah berani menantang Jing Fan.”
“Kudengar, pondasi internalnya sudah rusak! Apa yang memberinya keberanian menantang Jing Fan?”
“Benar! Meskipun Jing Fan juara tiga, juga perkembangannya tergolong cepat. Dan lagi, dia juga sudah menguasai teknik tranformasi.”
“Aku tahu! Itu adalah salah satu teknik terkuat dari suku api kuno di mana esensi membentuk jiwa bintang dan mentransformasikan tubuh ke dalam wujud binatang spiritual.”
“Dengar-dengar, metode pelatihnya juga ekstrem?”
“Shi-ya! Demi menyerap kekuatan api, Jing Fan harus berlatih di gunung berapi yang paling membara. Berendam dalam larutan api hingga kulit terbakar sepenuhnya. Dibutuhkan kekuatan roh dan artefak khusus yang dapat ditempa untuk membentuk ulang tubuh.”
Diam-diam, Wang Lu mengembangkan senyuman miring. Indra pendengarannya yang peka menangkap pembicaraan itu. Itukah alasan si Bocah Tua Long itu menyiksaku selama ini? pikirnya. Pemurnian kulit, pemurnian daging, pemurnian kotoran, praktik kekuatan… ternyata artinya membentuk ulang tubuh!
“Bukankah itu artinya dia sudah cukup kebal?” gumam seseorang.
“Bukan hanya itu!” Orang yang bicara panjang lebar soal pelatihan ekstrem suku api kuno tadi menambahkan dengan menggebu-gebu, merasa bersemangat bisa memamerkan pengetahuannya. “Teknik tranformasi binatang spiritual ini juga diklaim dapat meningkatkan kekuatan hingga dua kali lipat.”
“Shi–ma?” Orang banyak bergumam takjub.
“Heh!” Jing Fan akhirnya muncul dengan seringai lebar di sudut bibirnya. Berjalan ke arah panggung dengan hidung mendongak. “Bagaimana?” selorohnya begitu sampai di atas panggung. “Sudah dengar kehebatanku, kan?” katanya sembari bersedekap dan menunjuk hidungnya sendiri dengan ibu jarinya.
Wang Lu menatapnya dengan ekspresi campuran antara jengah dan tak habis pikir.
“Masih belum terlambat untuk menyerah sekarang!” Jing Fan menambahkan. “Berlututlah dan sembah aku sebanyak tiga kali, mintalah pengampunan, dan aku akan melepaskanmu!”
“Aku belum pernah melakukannya,” tukas Wang Lu tanpa beban. “Tunjukkan caranya! Beri aku contoh!”
“Ni—” Jing Fan mulai tersengat emosi, menudingkan telunjuk ke arah Wang Lu dengan sikap mengancam.
“Terlalu banyak omong,” sergah Wang Lu tak sabar. “Sebenarnya kau jadi ingin mati atau tidak?”
“Wǒ shāle nǐ!” teriak Jing Fan dengan marah. Kemudian mulai menyerang. Menerjang ke arah Wang Lu dengan menyerampangkan tinju.
Wang Lu tetap bergeming, bersedekap sembari menggigiti kukunya dengan raut wajah tak peduli.
BUUUUUUUUMM!
Tinju Jing Fan membentur dinding tak kasatmata.
“Formasi sihir pertahanan!” gumam beberapa orang.
“Bagaimana mungkin? Dia sudah tak punya kekuatan spiritual! Dia pasti menggunakan jimat!” seru seseorang.
“Sudah kuduga dia menggunakan trik!” cemooh yang lainnya.
“Sampah tetap saja sampah!” umpat Jing Fan sambil memasang kuda-kuda lagi, bersiap untuk serangan kedua. “Selamanya hanya bisa bersembunyi sebagai pengecut!”
Ketika Jing Fan mengerahkan tenaga penuh untuk menghancurkan pembatas itu, Wang Lu tiba-tiba melenyapkan formasi sihir pertahanannya dan menyisi sedikit sehingga Jing Fan tergelincir dan hilang keseimbangan.
Wang Lu meliriknya dengan tatapan geli.
Jing Fan tersuruk di lantai dengan cara kocak.
Beberapa orang sampai berdesis menahan tawa.
“Wang Lu! Wǒ huì shāle nǐ!” teriak Jing Fan dengan berang.
Dalam situasi itu, diam-diam Wang Yu mengeluarkan senjata rahasia—sebentuk panah tangan yang disembunyikan di bawah lengan hanfu-nya, dan mengarahkannya pada Wang Lu.
Lalu secara diam-diam pula, Yu Fengmu menangkap gelagat itu dan melontarkan Tali Pengikat Dewa—sejenis senjata spiritual berbentuk benang cahaya, kemudian menyergap pergelangan tangan Wang Yu dan mengikatnya.
Wang Yu tersentak dan menoleh ke arah Yu Fengmu.
Yu Fengmu menatapnya dengan isyarat peringatan.
Wang Yu langsung terdiam.
Bersamaan dengan itu, Jing Fan bangkit berdiri dan bertranformasi ke dalam wujud gorgon—manusia berbulu dengan kepala banteng. Ukuran tubuhnya membengkak dua kali lipat dan menyala oleh kobaran api.
Wang Lu merekahkan jemari tangannya di sisi tubuhnya, diam-diam mengumpulkan elemen es di telapak tangan.
Saat Jing Fan menerjang ke arahnya, hardikan nyaring seseorang menggelegar menyela mereka.
“Zhùshǒu!”
Jangan lupa dukungan dari kang Authornya, hingga Wang Lu "susah" sekali untuk sial...
/Determined//Determined//Determined/
😅😅😅
Ingin menggaruk demua rahasia Long Tian ( Wang Lu )...