Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 28
Di rumah Pak Alan, Jia sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor milik Papanya.
"Kamu yakin mau mulai hari ini, Sayang? Kamu nggak mau nunggu masalahmu selesai dulu?" Tanya Pak Alan yang kini tengah duduk di depan TV sambil menatap ke arah Jia.
"Kalau aku gak beraktivitas, yang ada aku malah semakin kepikiran Pa. Anggap saja aku sedang mencari kesibukan." Jawab Jia seraya berjalan mendekati Amira.
"Sayang, Bunda kerja dahulu ya. Kamu jangan nakal di rumah sama Oma." Ucap Jia pada Amira.
Amira menoleh ke arah Jia. "Bunda, gak lama kan kerjanya?" Tanya Amira.
Jia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.
"Kalau Amira mau Bunda pulang, Amira tinggal telepon Bunda saja, sayang." Jawab Jia.
Amira mengangguk pelan lalu Jia mencium pipi anaknya dengan lembut.
"Mama, gimana menurut Mama. Apa Mama mau aku panggil Suster saja untuk menjaga Amira?" Tanya Jia yang kini duduk di dekat Papanya.
"Tidak usahlah Jia. Biar Amira menjadi kesibukan Mama saja. Mama juga bosan kalau tidak ada kesibukan." Jawaban Bu Dinda membuat Jia mengangguk.
"Tapi, apa gak merepotkan Mama?" Tanya Jia memastikan.
"Tidak sayang, nanti kalau Mama merasa kerepotan Mama akan bilang sama kamu. Nanti kamu baru cari pengasuh untuk Amira." Jawab Bu Dinda yakin.
Jia menatap ke arah Pak Alan, terlihat pria paruh baya itu mengangguk setuju dengan apa yang di katakan oleh istrinya.
Sejak dulu Pak Alan memang tidak bisa menolak keinginan Istri ataupun anak-anaknya.
"Ya sudah kalau itu keputusan Mama." Ucap Jia pasrah dengan keinginan Mamanya.
"Kalau begitu yuk kita berangkat sekarang, tadi Pak Heri sudah menghubungi Papa, katanya akan ada meeting yang di laksanakan bersama kolega baru." Ucap Pak Alan.
"Jia pamit ya Mama." Ucap Jia seraya mencium punggung tangan Bu Dinda.
Tak lupa Jia juga menghampiri Amira dan mencium pipi putri kecilnya.
"Kalian hati-hati ya. Jangan pulang telat, nanti Mama juga akan menghubungi Jio untuk pulang cepat. Kita makan malam bersama, Mama ngga mau tahu." Ucap Bu Dinda yang memang tidak ada yang berani membantahnya.
Bu Dinda mencium punggung tangan suaminya dan mendaratkan kecupan hangat dipipi Pak Alan. Pak Alan membalasnya dengan kecupan singkat didahi Bu Dinda.
Kedua sudut bibir terangkat mengukir senyum, melihat rutinitas manis kedua orang tuanya yang tidak pernah terlewat meski usia mereka sudah tak lagi muda.
Padahal Jia juga mengharapkan rumah tangganya sehangat rumah tangga kedua orang tuanya, tapi sayangnya hal itu sama sekali tak berpihak padanya.
Jia dan Pak Alan pun mengangguk dan segera melangkah keluar rumah.
Jia berangkat denga mobil Pak Alan karena Pak Alan meminta untuk berangkat bersama.
Jia duduk di kursi kemudi sedangkan Pak Alan berada di kursi sampingnya. Karena Jia meminta untuk tidak diantar supir pribadi.
"Papa, nanti Papa dulu ya yang memulai meetingnya. Aku masih belum 100% siap. Bahkan sekarang aja aku udah gugup." Ucap Jia pada Alan.
Pak tersenyum lalu menoleh ke arah Jia.
"Iya, nanti kamu perhatikan Papa saja dulu. Lalu kamu catat apa saja yang penting, kalau kamu sudah siap kamu bilang sama Papa ya." Ucap Pak Alan lembut.
Setelah itu tak ada percakapan lagi antara Pak Alan dan Jia. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hingga Pak Alan menoleh dan menatap bangga Jia.
"Papa senang sekali, akhirnya impian Papa tercapai. Dulu Papa mati-matian membesarkan perusahaan itu agar kebutuhan keluarga Papa tercukupi. Dan setelah itu Papa ingin sekali memperkenalkan anak-anak Papa di depan pegawai Papa dengan bangga. Alhamdulillah atas izin Allah satu per satu keinginan Papa terwujud." Ucapan Pak Alan yang tiba-tiba membuat hati Jia terenyuh setelah mendengarnya.
"Papa bersyukur karna Allah masih memberikan Papa dan Mama kesempatan untuk melihat kesuksesan anak-anak Papa. Papa tinggal berdoa, semoga Allah selalu memberikan umur panjang sama Papa dan Mama agar kita bisa melihat kesuksesan cucu-cucu kita nanti." Lanjutnya dengan mata berkaca-kaca.
Pak Alan bersyukur karena kerja kerasnya sewaktu masih muda benar-benar di balas lebih oleh Tuhan. Kini giliran sang anak yang akan melanjutkan perjalanannya.
Dia berdoa agar perjalanan kedua anak beserta cucu-cucunya nanti berjalan dengan baik.
"Teruslah seperti ini ya sayang dengan adik mu. Tetap kompak satu sama lain, saling menyayangi, saling menjaga. Jangan pernah membuat sakit hati satu sama lainnya. Papa berjanji, Papa akan berusaha adil untuk kalian sampai nanti." Rentetan Pesan Pak Alan membuat Jia hampir ikut meneteskan air mata.
Pak Alan menoleh ke arah Jia, di pegangnya tangan kiri Jia. Pria itu menatap lembut wajah cantik anaknya yang sangat mirip dengan Mamanya sewaktu muda dahulu.
"Yang kemarin di jadikan pelajaran saja ya Nak. Jangan sampai ada dendam di hati kamu, kalau kamu merasa dendam cukup tunjukkan dendammu dengan cara yang baik, buktikan dengan kesuksesan mu untuk membungkam orang yang pernah menyakitimu. Maafin Papa karena kemarin Papa sempat gagal karena tidak menyadari keadaan sulitmu lebih cepat. Semoga diwaktu yang akan datang, akan terjadi hal yang lebih baik sebagai pengganti rasa sakitmu sebelumnya." Ucapan Pak Alan membuat Jia menepikan mobilnya di tepi jalan.
Jia menoleh kearah Pak Alan dengan mata berkaca-kaca dan dengan cepat wanita itu memeluk Papanya.
Jia menggeleng pelan dibalik punggung Pak Alan diiringi isak tangis.
"Papa gak gagal, Papa berhasil. Hanya saja aku yang sedang di uji oleh Takdir. Tuhan hanya ingin tau apa aku mampu untuk melewatinya, atau aku harus menyerah dengan keadaan. Papa sama Jio laki-laki kebanggaan aku, jadi apa pun yang terjadi kemarin itu bukan salah Papa atau pun Jio. Kalian akan tetap menjadi pahlawan Jia sampai nanti." Ucap Jia di sela-sela tangisannya.
"Papa jangan bicara seperti itu lagi. Papa berhasil menjadi Papa dan suami yang baik untuk keluarga kita. Bahkan sekarang Papa sudah berhasil menjadi Kakek yang baik untuk Amira. Jadi, Jia mohon Papa jangan pernah menyalahkan diri sendiri karena kejadian kemarin. Jia janji, setelah Jia menyelesaikan masalah ini Jia akan bangkit lagi. Seperti yang Papa bilang, Jia akan buktikan kesuksesan Jia sebagai bentuk balas dendamku, demi Tuhan Jia sama sekali tidak berniat buruk pada keluarga Rangga. Papa cukup doakan Jia saja agar Jia tetap istiqamah walaupun Jia belum mampu menutup diri." Lanjut Jia lagi seraya mengurai pelukan mereka.
Pak Alan semakin di buat bangga oleh Jia setelah mendengar ucapan Jia.
"Setelah ini Jia harap Papa sama Mama gak kecewa dengan keputusan Jia." Ucapan Jia kini membuat Pak Alan menatapnya penuh tanya.
Jia menggeleng pelan. " Papa gak usah banyak pikiran sekarang. Jia mau Papa sama Mama harus jaga kesehatan. Biar bisa melihat Amira dan anak-anak Jio nanti dengan kesuksesan yang melebihi kesuksesan kita sekarang." Ucapan Jia membuat Pak Alan tersenyum.
"Ya sudah, udah dulu sedih-sedihannya nanti kita telat lagi. Malu sama kolega Papa." Lanjut Jia seraya menyeka ujung matanya yang sempat basah.
"Padahal kamu yang menghentikan mobilnya, kan Papa cuma ngikut kamu saja." Jawab Pak Alan mencairkan suasana.
"Kan make up aku jadi luntur." Ucap Jia yang melirik kaca spion, wanita itu mencebikkan bibirnya yang terlihat lucu dimata Pak Alan.
"Tetap cantik kok anak Papa!! Sudah gih di lanjut jalan lagi Bu supir." Jawaban Pak Alan membuat Jia mendelik tidak terima.
"Apa-apaan sih Papa!! Masa anaknya sendiri di anggap supir." Gumam Jia yang masih terdengar oleh Pak Alan seraya melajukan mobil yang di kendarainya.
Bibir Pak Alan kembali mengukir senyum, diusapnya lembut puncak kepala Jia.
**********
**********
kenp gak tegas .buat mereka kapok