Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sembilan Belas
Di tengah perjalanan, tubuh Dara terasa bergelombang, setiap reda dan puncak dari rasa sakitnya. “Tentu saja, semua ini tidak bisa jadi hal yang biasa,” keluhnya sambil mengelus perutnya lagi.
“Jika kita diberi kesempatan ke rumah sakit, kita akan bertemu, Nak,” Dara berbisik lembut pada bayi di dalam rahimnya.
"Bertahan ya, Nak. Bunda yakin kamu kuat. Kita akan berjuang bersama," ucap Dara lagi sambil mengelus perutnya. Air mata tak terasa jatuh membasahi pipinya.
Dara masih terus mencoba menghubungi suaminya, tapi tak juga ada respon. Rasanya ingin putus asa, tapi dia ingat jika bayi yang ada dalam kandungannya saat inilah yang akan menemaninya nanti.
“Mas Rico, di mana kamu?!” teriaknya sambil menepuk-nepuk perutnya dengan pelan, seakan bayi itu bisa mendengarnya. Beberapa pengendara melihat ke arahnya dengan tatapan bingung, tapi Dara tidak peduli. Tak ada yang mau menolongnya, mungkin juga mereka takut dan malas berurusan dengan orang hamil.
Di tengah rasa putus asanya itu, tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti. Seorang pengemudi pria, tampaknya begitu khawatir, membuka jendela. “Bu, apakah kamu baik-baik saja?”
“Tidak!” jawab Dara dengan suara pelan yang tegas. “Saya akan melahirkan! Tolong, saya butuh pertolongan!”
Pria itu tampak terkejut, tetapi langsung melompat keluar dari mobilnya dengan cepat. Bagitu sampai dihadapan Dara, keduanya sangat terkejut.
"Dara ...." Pria itu ternyata Bastian.
"Kenapa kamu berjalan kaki, kemana suamimu?" tanya Bastian.
"Tian, aku mohon. Tolong antar aku ke rumah sakit," ucap Dara dengan terbata. Dia tak peduli apa yang ada dalam pikiran pria itu. Yang jelas dia ingin segera ke rumah sakit.
Bastian lalu membuka pintu mobil dan mempersilakan Dara masuk. Dia membantu memapahnya karena melihat wanita yang pernah sangat dia cintai itu kesulitan. Setelah Dara duduk, dia langsung duduk juga di belakang kemudi.
Mobil melaju cepat, menembus malam gelap. Di sepanjang perjalanan, rasa sakit di perut Dara tak kunjung reda. Sampai di persimpangan, di mana lampu merah kembali menyala, rasa sakitnya memuncak.
“Ahh!” Dara mengerang, tubuhnya terhimpit oleh rasa nyeri yang tidak tertahankan. "Tian, sakit sekali. Rasanya aku sudah tak tahan lagi. Jika nanti aku dan bayiku tidak tertolong, aku mohon bantu kubur kami dengan layak," ucap Dara di sela keputus asaan.
"Kamu bicara apa, Dara. Bertahanlah. Kamu harus kuat. Mana Dara yang dulu penuh semangat dan tak mudah putus asa!" seru Bastian.
Bastian begitu cemas melihat wanita itu. Beruntung tadi dia keluar rumah setelah bertengkar dengan Fanny. Jika tak, dia tak tau apa yang akan terjadi dengan Dara dan kandungannya.
Bastian segera memutar setir dengan cepat, dengan pertanda panik. “Tenang, Dara! Kita akan sampai! Coba kamu tetap fokus dengan menarik napas mu!”
“Bayi ini …,” Dara mengucapkan sambil menangis, “Aku tidak bisa melakukannya sendirian!”
Dalam hatinya Dara mengucapakan Doa, jika nanti dia harus pergi, dia sudah rela, asal putri dalam kandungannya selamat. Dia belum pernah melihat dunia yang indah ini.
“Dara! Dengar saya—kamu tidak sendiri! Bayimu ada di dalam dirimu. Berjuanglah!” Bastian sedikit berteriak, suaranya menggugah semangatnya.
Dara berusaha fokus pada suara Bastian berusaha melawan rasa sakit yang melanda. Entah apa yang ada dalam pikiran keduanya. Mereka saling tatap beberapa saat lamanya.
“Bayi ini ... Bayiku tidak boleh terlambat! Aku—” suaranya terputus oleh satu tarikan napas dalam yang lebih panjang.
"Bertahanlah, sebentar lagi sampai," ucap Bastian kembali memberikan semangat.
"Jika aku harus pergi, aku mohon tolong bayi ini. Selamatkan dia, Tian. Dan jangan kau berikan pada ayah nya. Kau bisa letakan di panti asuhan," ucap Dara sambil menangis.
"Kamu bicara apa Dara. Kamu dan bayimu pasti akan selamat dan sehat. Yakinkan itu pada dirimu. Kuat dan bertahanlah!" seru Bastian.
Dalam hatinya sangat kuatir dan kasihan melihat wanita yang masih bertahta dihatinya itu merintih kesakitan. Ingin rasanya memeluk dan mengecupnya untuk memberikan ketenangan.
Ketika mobil berbelok menuju rumah sakit, perasanya seperti sudah terpisah dari tubuhnya. “Tolong!” teriaknya lagi, "Aku sudah tak tahan," ucap Dara lagi.
Pintu mobil terbuka, dan Bastian langsung memanggil petugas medis dengan terburu-buru. “Bantu dia! Dia akan melahirkan!”
Dara merasa seolah hidupnya berada di ujung, antara harapan dan keputusasaan.
“Semua akan baik-baik saja, Dara!” Bastian kembali menguatkan sambil membantunya keluar mobil.
Sesaat setelahnya, petugas medis datang memapahnya, menghilangkan beban yang tadi terasa menyesak.
Dara berusaha tersenyum ketika dia melihat wajah-wajah penuh perhatian di sekitarnya. Dalam hatinya memiliki harapan baru, dia tak boleh putus asa seperti yang Bastian katakan. Dia harus kuat dan bertahan.
"Sayang, kita akan memulai perjuangan yang sesungguhnya. Bertahan sebentar lagi, Nak. Kita akan segera bertemu. Semoga Tuhan mengabulkan keinginan ku," gumam Dara dengan mengelus perutnya.
Dalam perjalanan menuju ruang bersalin, hatinya berharap Tuhan mendengar doanya, dan di dalam kegelapan, ia menemukan seberkas cahaya harapan.
Sementara Dara berada di dalam ruang bersalin, Bastian menunggunya dengan cemas. Dia tak mau pergi. Ingin melihat dan mengetahui keadaan wanita itu. Dia juga ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi dalam rumah tangga mantan kekasihnya itu.
"Kenapa Dara pergi sendirian menuju rumah sakit, kemana suaminya?" tanya Bastian dalam hatinya.
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak